Di Malam yang suntuk, penuh haru tagihan, dan lilitan gemerlap Hutang-Piutang.
Aku duduk di depan teras rumahku, ditemani dengan segelas teh panas tanpa rasa manis bersamanya.
Handphone keluaran cina dengan kuota terbatas, berdering sambil bergetar hingga menyentuh pantat gelas.
Temanku telepon, ia berkata sedang bersama istri dan anaknya.
Ia juga berucap ingin melewati depan rumahku yang gelap tanpa cahaya ilahi.
Aku menjawab dengan seduh-sedan bahwa aku sedang tidak ada di rumah.
Aku menerangkan, bahwa aku sedang menyelami teh panas tanpa rasa.
Seraya meredupkan handphone, aku mengalihkan
panggilan susulan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H