Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pendidikan sebenarnya memiliki arti luas dan sempit. Arti luas pendidikan yaitu pembelajaran individu yang berproses seumur hidup (long life education) dan arti sempit yaitu pendidikan sebagai institusi yang memberikan pengetahuan dan pelatihan terhadap peserta didik. Namun, makna pendidikan dalam arti luas dan sempit ini melazimkan daya upaya untuk memenuhi satu variabel tertentu yang disebut budaya literasi.
So why? Barangkali menurut saya ada beberapa alasan yang menjadikan budaya literasi sebagai isu utama. Pertama, mercusuar peradaban yang menentukan hidup matinya sebuah bangsa ditentukan oleh pendidikan.Â
Kedua, literasi adalah cahaya yang memberikan titik terang bagi cita-cita bangsa. Sehingga mercusuar hanya akan menerangi peradaban jikalau pendidikan dan literasi dijalankan secara beriringan. Sebab keduanya bak kedua mata koin yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Bicara soal budaya literasi, sebenarnya banyak cara untuk menumbuhkannya di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Dua di antaranya adalah membangun mental literasi dan penjaminan kebebasan intelektual di ruang akademi maupun non akademi.Â
Mental literasi di bangun dengan cara mempermudah akses publik terhadap sarana pengetahuan semisal dengan sarana buku-buku, jurnal, perpustakaan, even yang bercorak literasi, dan sebagainya.Â
Sedangkan jaminan kebebasan intelektual adalah dengan penataan undang-undang yang mestinya mendukung jaminan kebebasan intelektual di ruang akademi semisal kampus maupun non akademi semisal komunitas literasi jalanan yang dapat diberikan panggung untuk berdiskusi di manapun mereka mau.
Model pendidikan yang ramah terhadap perkembangan teknologi
Adapun model pendidikan menurut saya juga harus mengikuti perkembangan zaman. Zaman berubah dengan begitu cepat karena adanya perkembangan informasi dan teknologi.Â
Persoalannya jika selama ini kita menggunakan institusi sebagai sarana utama dalam pendidikan, mungkinkah akses publik terhadap pendidikan melalui pendidikan dapat dimaklumi? Menurut saya mungkin saja, toh kita tahu bahwa sekarang pasar sebagai sarana untuk jual beli juga sudah mulai bergesar ke arah sana.
Ramah teknologi bukan berarti menafikan institusi sebagai sarana program pendidikan yang paling utama. Melainkan dijadikannya teknologi sebagai sarana pendukung di dalam proses pendidikan dengan cara melakukan inovasi di bidang pendidikan yang sesuai dengan perkembangan teknologi saat. Sebab sejatinya keberadaan teknologi berfungsi untuk mempermudah akses publik ke segala bidang termasuk pendidikan.
Berdasarkan ketiga isu utama di atas, Indonesia diharapkan memberi perhatian yang lebih terhadap bidang pendidikan meski pendidikan bangsa kita masih belum bisa dikatakan sebagai pendidikan yang maju di banding negara-negara lain.Â