Mahasiswa, dengan segala dinamika dan harapan besar yang melekat pada masa studi mereka, ternyata menyimpan kisah kelam yang jarang terungkap: tekanan akademik yang semakin memperburuk kondisi mental, bahkan mendorong beberapa dari mereka ke tindakan ekstrem seperti bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu tindakan ekstrem yang dilakukan individu untuk mengakhiri hidupnya, sering kali disebabkan oleh tekanan mental yang berat. Di Indonesia, data menunjukkan bahwa bunuh diri menempati posisi kedua sebagai penyebab kematian pada usia muda, yaitu kelompok usia 15--29 tahun, termasuk di kalangan mahasiswa (Mukaromah, 2020). Hal ini mencerminkan adanya permasalahan kesehatan mental yang serius pada generasi muda, khususnya mereka yang sedang menempuh pendidikan tinggi.
Mahasiswa sering kali menghadapi berbagai tekanan, seperti tuntutan akademik yang tinggi, jadwal ujian yang padat, serta dorongan untuk mencapai prestasi maksimal. Di sisi lain, masalah pribadi dan perubahan lingkungan sosial turut memperburuk kondisi mereka. Semua faktor ini, apabila tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan gangguan mental, seperti stres, kecemasan, dan depresi, yang berpotensi meningkatkan risiko pikiran atau tindakan bunuh diri.
Tekanan ini umumnya dirasakan lebih berat oleh mahasiswa tingkat akhir yang harus menyelesaikan berbagai tugas akademik sembari mengejar tenggat waktu untuk kelulusan. Kondisi tersebut dapat memengaruhi kesehatan mental secara signifikan, sehingga memerlukan perhatian khusus. Dengan memahami akar masalah ini, diharapkan upaya pencegahan dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mental mahasiswa, mengurangi risiko bunuh diri, dan menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih suportif.
Kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa terus terjadi setiap tahun, termasuk di sepanjang 2024, dengan lebih dari tiga kasus tercatat. Salah satu insiden yang mencuri perhatian adalah bunuh diri mahasiswi Universitas Ciputra, berinisial SN (20), yang melompat dari lantai 22 gedung kampus pada 18 September lalu (CNN Indonesia, 2024).
Rentetan kasus ini memunculkan pertanyaan tentang faktor-faktor yang menyebabkan tingginya angka bunuh diri di kalangan mahasiswa, menjadikannya tren kematian di usia muda. Tidak semua mahasiswa memiliki kapasitas mental yang sama dalam menghadapi tekanan. Mereka yang kurang siap sering kali rentan mengalami depresi, yang jika tidak tertangani, dapat berujung pada tindakan ekstrem hingga terkadang memutuskan untuk mengakhiri hidup.
Bunuh diri adalah masalah kesehatan mental yang dapat dicegah jika ditangani dengan serius dan melibatkan semua pihak, mulai dari individu, keluarga, komunitas, hingga pemerintah. Upaya pencegahan bunuh diri memerlukan pendekatan holistik yang mencakup pendidikan, dukungan sosial, dan layanan kesehatan mental yang memadai. Berikut adalah langkah-langkah penting dalam mencegah bunuh diri:
Mencari pendengar yang baikÂ
Lingkungan yang baik juga berpengaruh untuk kesehatan mentalÂ
Menjauh dari benda-benda berbahayaÂ
Berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater
Libatkan diri dalam kegiatan yang positif
Menjaga koneksi agar tetap terhubung dengan orang tua, orang terdekat.
Hindari isolasi diriÂ
Atur waktu untuk relaksasi diri dan olahraga
Referensi:Â
CNN Indonesia. (2024, October 9). Deret Kasus Bunuh Diri Mahasiswa di Lingkungan Kampus. Diakses 9 Desember 2024 dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241008195638-12-1153098/deretkasus-bunuh-diri-mahasiswa-di-lingkungan-kampus
Mukaromah, I. T. (2020). Problem dan Ide Bunuh Diri pada Mahasiswa. eprints.ums.ac.id. https://eprints.ums.ac.id/87762/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H