Mohon tunggu...
Azzahra Annisa
Azzahra Annisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Akun ini dibuat untuk keperluan tugas MK Logika dan Pemikiran Kritis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Kecerdasan Emosi Anak

8 Juni 2022   17:33 Diperbarui: 8 Juni 2022   17:36 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Orang tua merupakan figur paling penting yang sangat diperlukan dalam perkembangan anak. Orang tua berperan untuk mendampingi dan mengajari anaknya mengenai berbagai hal, dimulai dari makan, berbicara, berjalan, berlari, serta yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana cara orang tua menerapkan pola asuh yang benar dan sesuai kepada anak. 

Menurut Casmini (dalam Palupi 27:3), beliau menyebutkan bahwa pola asuh merupakan cara orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya.

Setiap orang tua tentu memiliki caranya tersendiri dalam mengasuh anak. Terdapat 3 bentuk pola asuh orang tua yang disebutkan oleh Hurlock (2008: 205), yaitu :

  • Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter ini adalah salah satu cara mendidik anak menggunakan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh anak. Apabila anak melanggar aturan, orang tua akan memberikan hukuman. 

Orang tua dengan pola asuh otoriter memaksa anak untuk berperilaku sama sepertinya. Orang tua yang menggunakan pola asuh ini ketat dalam memberikan batasan dan kendali pada anak. 

Komunikasi yang terjadi dalam pola asuh ini juga cenderung satu arah. Orang tua cenderung tidak memberikan kesempatan anak untuk memilih keputusannya sendiri. Anak yang diasuh dengan pola otoriter memiliki karakter sulit dalam berkomunikasi, sering terlihat murung, tegas, dan disipin.

  • Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ini berada di tengah-tengah antara pola asuh otoriter dan permisif. Artinya, orang tua memberi kesempatan untuk anak agar mereka tidak terus bergantung pada orang tua, yaitu belajar mandiri. 

Orang tua juga memberikan anak kebebasan untuk memilih keputusannya sendiri. Anak yang diasuh dengan pola demokratis memiliki karakter lebih percaya diri, terlihat lebih ceria, memiliki kemampuan yang baik dalam mengendalikan diri, namun emosinya masih kurang stabil.

  • Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif berarti orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak untuk bertindak sesuai keinginannya. Artinya, orang tua tidak terlalu memberikan peran dalam kehidupan anak. 

Apabila anak melakukan kesalahan, orang tua dengan pola asuh permisif cenderung memilih untuk tidak menegur anak meskipun kesalahan yang dilakukan anak berlawanan dengan norma sosial. Anak dengan pola asuh permisif memiliki karakter kreatif, kesulitan dalam mengendalikan tingkah laku, agresif, dan kurang bisa bertanggung jawab.

Bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tentu memberikan pengaruh besar dalam perkembangan anak, salah satunya adalah kecerdasan emosi. Pola asuh orang tua sering dikaitkan dengan kecerdasan emosi anak, karena lingkungan pertama yang paling dekat dengan anak adalah keluarga. 

Sehingga, anak tentunya akan meniru dan beradaptasi dengan perilaku orang tua yang sehari-hari dilihat dan didengarnya. Semakin baik pola asuh dan pola perilaku yang diterapkan dan ditunjukkan kepada anak, semakin baik juga emosinya. 

Anak akan merekam pola asuh dan pola perilaku orang tua, kemudian menyimpannya dalam memori, sehingga tertanam di dalam diri mereka tentang apa yang sering dilihat, didengar, dan dirasakan olehnya sehingga akan membentuk kepribadian yang berbeda-beda pada setiap anak.

Maka dari itu, penting untuk menerapkan pola asuh yang baik dan sesuai kepada anak. Menurut Cooper dan Sawaf (1999), kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koreksi dan pengaruh yang manusiawi. 

Kecerdasan emosi tentu akan mempengaruhi keseharian anak, seperti bagaimana anak menghadapi dan mengatasi suatu masalah dan bagaimana anak melakukan suatu pekerjaan. 

Kecerdasan emosi anak dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkan seperti adaptif, mampu mengontrol emosi, memiliki pola pikir yang positif, dan bersikap baik kepada orang lain. 

Hal tersebut dapat terjadi apabila anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Berbeda dengan anak yang memiliki kecerdasan emosi rendah. Anak dengan kecerdasan emosi rendah cenderung agresif, mudah marah, mudah putus asa, selalu diselimuti dengan perasaan dan pikiran yang negatif, serta kurang peka terhadap lingkungannya.

Pola asuh yang paling tepat dalam mendidik anak di antara ketiga bentuk di atas adalah demokratis, yang mana tidak terlalu memberikan kebebasan, serta tidak terlalu mengatur anak dengan ketat. 

Saya sebagai anak, tentu juga akan memilih pola asuh demokratis untuk diterapkan pada anak saya nantinya. Dengan memberikan kebebasan kepada anak namun masih berada di bawah pengawasan orang tua, anak akan merasa lebih senang dan nyaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun