Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Indonesia telah menimbulkan banyak tantangan bagi mahasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah. Sebagai komponen utama biaya pendidikan tinggi, kenaikan UKT berarti beban finansial yang semakin berat bagi keluarga yang sudah memiliki sumber daya ekonomi terbatas. Hal ini sering kali memaksa mahasiswa untuk bekerja paruh waktu guna menutupi biaya kuliah dan kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya, waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk belajar harus terbagi, yang dapat berdampak negatif pada prestasi akademik mereka.Â
Selain beban finansial, kenaikan UKT juga mengakibatkan kesulitan akses ke pendidikan tinggi. Mahasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah mungkin tidak memiliki sumber daya tambahan, seperti bimbingan belajar atau akses teknologi yang memadai, sehingga mereka semakin sulit bersaing dan meraih pendidikan berkualitas. Kondisi ini memperburuk ketidaksetaraan dalam akses pendidikan dan berpotensi menghambat mobilitas sosial mereka di masa depan. Stres finansial yang diakibatkan oleh kenaikan UKT juga berpengaruh pada kesehatan mental mahasiswa. Kekhawatiran tentang bagaimana membayar biaya kuliah dan kebutuhan hidup sehari-hari dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Ini dapat mengganggu konsentrasi dan kinerja akademik, menciptakan siklus masalah yang sulit diatasi tanpa dukungan yang memadai.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah dan perguruan tinggi. Pemberian beasiswa dan bantuan keuangan perlu ditingkatkan, terutama bagi mahasiswa dari keluarga berpenghasilan rendah. Selain itu, transparansi penggunaan dana UKT harus diperbaiki agar mahasiswa dan orang tua memahami bagaimana biaya tersebut digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Perguruan tinggi juga dapat mengembangkan program kerja paruh waktu di kampus yang tidak hanya membantu mahasiswa secara finansial, tetapi juga memberikan pengalaman kerja yang berharga. Selain itu, penyediaan layanan konseling dan dukungan psikologis harus diperkuat untuk membantu mahasiswa mengatasi stres dan kecemasan terkait keuangan. Perguruan tinggi perlu memastikan bahwa layanan ini mudah diakses dan tidak memberikan stigma bagi yang menggunakannya. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan mahasiswa dari semua latar belakang ekonomi dapat terus mengakses pendidikan tinggi yang layak dan meraih masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H