Mohon tunggu...
Azzahra Zhifa Putri Syahrina
Azzahra Zhifa Putri Syahrina Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Nama: Azzahra Zhifa Putri Syahrina NIM: 46123110040 Jurusan: Psikologi Fakultas: Psikologi Kampus: Universitas Mercu Buan, Warung Buncit Angkatan: 43 Mata Kuliah: Kewirausahaan 1 Dosen: Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB_1Aplikasi KGPAA Mangkunegara IV Kepemimpinan Sarat Wedotomo untuk Meningkatkan Keterampilan Manajemen, dan Merumuskan Strategi Bisnis

21 April 2024   20:02 Diperbarui: 21 April 2024   20:21 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam perspektif keberanian, Sarat Wedotomo tidak sekadar menunjukkan ketegasan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapinya, tetapi juga memiliki keberanian untuk memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Kejujuran, sebagai salah satu pilar utama dalam kepemimpinannya, menjadi fondasi yang kuat dalam membangun kepercayaan antara pemimpin dan rakyatnya. Kesederhanaan yang diterapkan dalam Sarat Wedotomo tercermin dalam gaya hidup pemimpin yang sederhana, tidak terhanyut dalam kemewahan atau kesombongan yang seringkali membutakan pemimpin dari kebutuhan dan aspirasi rakyatnya.

Keterbukaan menjadi salah satu karakteristik yang membedakan kepemimpinan dalam Sarat Wedotomo yang selalu membuka diri terhadap masukan dan saran dari berbagai kalangan, serta siap untuk mendengarkan dan memahami permasalahan yang dihadapi oleh rakyatnya. Kemampuan untuk berempati, atau merasakan dan memahami perasaan serta kebutuhan orang lain, adalah sifat yang melekat kuat dalam kepemimpinan Wedotomo. Sikap empati memungkinkan pemimpin yang menerapkan Sarat Wedotomo untuk mengambil keputusan yang lebih bijaksana dan berpihak kepada kepentingan seluruh masyarakat, bukan hanya segelintir golongan tertentu.

Melalui kebijaksanaan dan visi jangka panjangnya, Sarat Wedotomo berhasil menginspirasi banyak orang untuk turut serta dalam membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang dan tidak hanya meninggalkan jejak dalam sejarah Jawa, tetapi juga menjadi contoh yang patut diikuti oleh pemimpin-pemimpin masa kini dan yang akan datang.

Salah satu prinsip utama dalam kepemimpinan Wedotomo adalah konsep "Wirya/Keluhuran; Arto/Kekayaan kemakmuran, dan Winasis/Ilmu Pengetahuan". Konsep ini menekankan pentingnya pengembangan diri dalam tiga aspek utama, yakni keberanian dan moralitas (Wirya), kekayaan material dan kemakmuran (Arto), serta pengetahuan dan kebijaksanaan (Winasis). Menurut Wedotomo, ketiga aspek ini harus seimbang dan terpenuhi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan yang utuh.

Dalam konteks sejarah, penerapan kepemimpinan Wedotomo dapat dilihat melalui berbagai kebijakan dan tindakan yang diambil oleh Mangkunegara IV selama pemerintahannya. Salah satu contoh penerapan yang mencolok adalah upayanya dalam memelihara kearifan lokal dan tradisi Jawa, serta memperkuat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Wedotomo juga dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dalam mengelola konflik internal dan eksternal, serta mempromosikan perdamaian dan persatuan di antara rakyatnya.

Salah satu contoh penerapan kepemimpinan Wedotomo dapat ditemukan dalam kisah perlawanan terhadap penjajah, baik itu penjajahan Belanda maupun penjajahan lainnya. Dalam konteks ini, Wedotomo sering dianggap sebagai simbol keberanian, ketegasan, dan keadilan dalam memimpin perlawanan rakyat terhadap penindasan. Ia dianggap sebagai pemimpin yang mampu menggerakkan dan menginspirasi rakyatnya untuk bersatu melawan penjajah, serta memiliki visi yang jelas dalam mencapai kemerdekaan dan keadilan bagi rakyatnya.

Relevansi kepemimpinan Wedotomo dalam konteks modern dapat dilihat dari konsep-konsep kepemimpinan Jawa yang masih relevan dalam dinamika sosial dan politik saat ini. Menurut (Brotosudarmo, 2023) dalam bukunya "Injil Kerajaan Sang Ratu Adil: Kisah Hidup dan Misi Penginjilan Kiai Ibrahim Tunggul Wulung," konsep kepemimpinan Jawa seperti yang dianut oleh Wedotomo memiliki relevansi yang kuat dalam konteks modern. Salah satunya adalah konsep keberanian dan ketegasan dalam menghadapi tantangan serta konflik.

(Achmad, 2018) dalam "Falsafah Kepemimpinan Jawa: Dari Sultan Agung hingga Hamengkubuwono IX," menjelaskan bahwa kepemimpinan Wedotomo tercermin dalam sifat-sifat seperti keadilan, kesetiaan, dan keberanian. Dalam konteks modern, sifat-sifat ini tetap menjadi landasan yang penting bagi seorang pemimpin untuk dapat memimpin dengan efektif dan meraih kepercayaan serta dukungan dari masyarakat.

Selain itu, (Susetya, 2019) menekankan pentingnya kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai moral dan spiritual dalam menciptakan harmoni dan kesejahteraan bagi masyarakat. Konsep ini sejalan dengan nilai-nilai yang dipromosikan oleh kepemimpinan Wedotomo, yang tidak hanya mengutamakan kekuatan fisik atau kekuasaan semata, tetapi juga kebijaksanaan moral dan spiritual dalam menjalankan tugas kepemimpinan.

Kepemimpinan Wedotomo memiliki relevansi yang signifikan dalam konteks modern karena menawarkan pendekatan yang holistik dan inklusif dalam memimpin. Konsep-konsep seperti kearifan lokal, keberlanjutan, dan partisipasi aktif dari semua pihak menjadi landasan bagi gaya kepemimpinan ini. Wedotomo menekankan pentingnya mengakomodasi nilai-nilai budaya lokal dalam pengambilan keputusan organisasi, yang sesuai dengan pendekatan kontemporer yang menekankan keberagaman dan inklusi. Dengan memperhatikan aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi, kepemimpinan Wedotomo mencerminkan tuntutan era modern untuk memperhatikan keberlanjutan dan dampak jangka panjang. Melalui pendekatannya yang berorientasi pada keterlibatan masyarakat, kepemimpinan Wedotomo menciptakan lingkungan yang memungkinkan kolaborasi yang kuat dan pemecahan masalah bersama. Hal ini sesuai dengan tuntutan masa kini akan kepemimpinan yang adaptif dan responsif terhadap kompleksitas dunia modern.

Penerapan prinsip-prinsip kepemimpinan Wedotomo dalam konteks modern dapat memberikan kontribusi positif dalam membangun kepemimpinan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama. Misalnya, prinsip "Wirya/Keluhuran" mendorong pemimpin untuk memiliki integritas moral yang tinggi dan memimpin dengan keberanian dalam mengambil keputusan yang berdampak positif bagi masyarakat. Prinsip "Arto/Kekayaan kemakmuran" mengajarkan pentingnya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan distribusi yang adil atas kekayaan. Sedangkan prinsip "Winasis/Ilmu Pengetahuan" menekankan pentingnya pendidikan dan peningkatan pengetahuan dalam menciptakan masyarakat yang cerdas dan inovatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun