Entah, cinta-kasihmu yang seperti apa
Yang engkau rias di hati putera-puterimu.
Yang kumengerti adalah
Engkau nyaris yang segalanya
Engkaulah Ibuku.
Sempat aku mendengar keluhanmu,
Perihal batuk darah yang enggan enyah
di sakit-sakit tubuhmu yang lemah.
Aku ingin menangis, Bu.
Namun guratan senyum tabahmu
Menolak air mataku tumpah
dan dengan sumringah yang tulus
Yang sedikit engkau paksakan
Engkau katakan,
"Ibu baik-baik saja, Nak."
Engkau hamba yang tabah, Bu.
Aku percaya itu
dan Tuhan adalah Dzat yang Maha Tahu.
Engkau hamba yang baik.
Engkau hamba yang taat.
dan aku bersaksi di hadapan air mataku
Tuhan mencintaimu.
Tuhan sedang merindukanmu.
Sebab ketabahanmu pada rasa sakit
yang Tuhan hadiahkan untuk menjemputmu.
Tuhan menyayangimu, Bu.
Tuhan sangat ingin menemuimu.
Aku yakin.
dan dosa-dosa melebur tanpa sisa
Sedang doa-doa berhambur ke segala arah.
Ibu, aku tak mampu tabah sepertimu
Deretan senyummu di kepala
Tak lagi bisa menolak
Air mata yang berontak.
Semakin keras berusaha menahan
Semakin deras hujan menghujam.
Ibu...
Aku menangis, Bu.
Air mataku tumpah sendiri.
Dadaku sesak nan basah kuyup terhujani
air mata yang terus mengalir sendiri.
Ibu, aku mencintaimu.
Aku sangat ingin mengecup keningmu sekali lagi.
Aku sangat menyayangimu, Bu.
Bolehkah aku menangis saat ini, Bu?
Aku harap air mata doaku
disampaikan Tuhan
Ke damai tidur selamamu.
Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H