Kama merasa tertampar. Sesungguhnya ia tidak kemana-mana, tapi juga tidak peduli.
Ia, seperti jutaan manusia Indonesia lainnya, ikut menanggung rasa bersalah dari berita tragis tersebut. Kalau belum terlambat, ia rela mengucurkan semua lembar dua puluh ribuan yang ia miliki agar Ibu tersebut tidak mengajak dua anaknya membakar diri.
***
Tapi, tentu saja, masih ada harapan.
Jika generasi tua menuding generasi Kama sebagai generasi 'foya-foya', yang hanya tahu menghabiskan uang dan cueknya selangit, Kama berani berkata SALAH.
Didorong oleh rasa prihatin terhadap kondisi sosial negara yang makin mengenaskan, mulai banyak muncul organisasi-organisasi non-profit yang didirikan oleh generasi muda Indonesia. Organisasi-organisasi ini berdiri sendiri, melakukan bermacam-macam kegiatan sosial secara terpisah -- tapi Kama tahu, aksi-aksi yang terpisah itu akan bermuara pada tujuan yang sama: memberi kehidupan yang lebih baik bagi Indonesia. Bagi orang-orang seperti Lindu, Dwi, dan Ibunya, yang tidak seberuntung Kama dan teman-temannya.
Masih ada harapan.
Selama masih ada generasi muda, masih ada harapan.
Seperti Ibu Khoir Umi Latifah, ia akan menyalakan api. Bukan untuk membakar dirinya sendiri, tapi membakar semangat anak muda yang lain untuk terus melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Kama tersenyum, mematikan TV lalu beranjak dari sofa. Ada volunteeringdiYayasan Cinta Anak Bangsa yang menantinya sore ini.
P.S.: A tribute to Lindu. Dimuat dalam website Pena dan Cerita