Perjalanan kami dimulai dari Calang, ibukota Kabupaten Aceh Jaya, dengan tujuan Kota Banda Aceh. Kabupaten Aceh Jaya menawarkan berbagai destinasi wisata menarik: pantai yang memukau, gunung yang menantang, air terjun yang menyejukkan, mangrove yang memikat, hingga kuliner yang menggugah selera. Namun, karena waktu terbatas, kami hanya berencana mengunjungi beberapa tempat yang berada di sepanjang jalan lintas barat Sumatera.
Salah satu destinasi yang kami kunjungi adalah Pantai Teluk Rigaih, yang terletak tepat di pinggir jalan lintas Banda Aceh -- Calang. Pagi itu, kami memarkir motor di perbukitan yang menghadap pantai, dan suasana masih sangat tenang. Warung-warung di sepanjang pantai masih tutup, dan tidak ada pengunjung lain selain kami.Â
Di kejauhan, kami bisa melihat gugusan pulau kecil yang menghiasi laut lepas, dan ombak yang menerjang tebing karang menciptakan percikan air yang indah. Beberapa bangku kayu sederhana tersedia di pinggir pantai, memberi kesan alami yang seolah menyatu dengan alam sekitar.
Kami duduk sejenak di bangku-bangku itu, menikmati pemandangan ombak yang menerjang karang. Rasanya begitu damai, dan keindahan alam ini membuat kami ingin lebih lama berada di pantai tersebut. Dari tempat kami duduk, terlihat perbukitan yang menjorok ke laut, dan sebuah tebing karang yang menjulang tinggi. Pemandangan ini memicu keinginan kami untuk mengeksplor perbukitan tersebut. Setelah mencari informasi, kami menemukan bahwa pantai yang terlihat di kejauhan adalah Pantai Gua Rised.
Tak butuh waktu lama untuk mencapai Pantai Gua Rised. Setelah melewati sebuah gapura dan menyusuri jalanan tanah berbatu melalui pemukiman warga, kami akhirnya tiba di pantai ini. Di sana, kami berjalan kaki melewati rimbunan pepohonan menuju bibir pantai. Pantai ini tampak lebih hijau berkat tumbuhan rambat yang menyelimuti sebagian areanya, menciptakan suasana yang sejuk. Kami terus melangkah menuju tebing yang menjulang di sisi kanan pantai, namun air laut yang tinggi membuat kami hanya bisa mengagumi tebing tersebut dari kejauhan.
Pantai Gua Rised menawarkan keindahan yang masih sangat alami, seolah belum tersentuh oleh tangan manusia. Lokasinya yang agak tersembunyi, jauh dari keramaian, memberikan suasana yang tenang dan damai. Di sini, suara ombak yang lembut dan sejuknya angin pantai berpadu menciptakan atmosfer yang menenangkan, ideal untuk melepas penat. Kehadirannya yang terpencil membuat pantai ini menjadi tempat yang sempurna bagi mereka yang mencari kedamaian di tengah keindahan alam yang murni.
Pantai Gua Rised ini terasa sangat alami dan bersih, tanpa ada fasilitas seperti caf atau warung. Keasrian dan ketenangan yang ditawarkan pantai ini membuatnya tampak eksotik, dan kami berharap bisa kembali suatu hari nanti untuk menghabiskan lebih banyak waktu di sini.
Setelah menikmati Pantai Gua Rised, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Kota Banda Aceh. Sepanjang perjalanan, kami singgah di sebuah warung mie yang cukup terkenal di Lamno, yaitu Warung Guritno. Dalam perjalanan ini, kami sengaja tidak makan siang di tempat lain agar bisa mencicipi mie gurita khas Lamno yang banyak direkomendasikan.
Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam dari Pantai Gua Rised, kami tiba di Warung Guritno. Kami langsung memesan mie gurita untuk saya, dan mie udang untuk istri saya, ditemani dengan teh dingin yang segar. Suasana warung yang ramai, dengan pengunjung yang memenuhi meja-meja, menunjukkan betapa populernya tempat ini. Koki di dapur terlihat sibuk menyiapkan pesanan mie untuk para pelanggan.
Ketika mie pesanan kami tiba, kami langsung menyantapnya dengan tambahan cabe rawit, yang membuat rasa mie ini semakin nikmat. Gurita dan udang yang segar menambah kelezatan hidangan ini, dan kami pun dengan cepat menghabiskan piring mie kami. Setelah makan, kami beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan sawah dan pegunungan di kejauhan dari mushalla yang berada di belakang warung.
Perjalanan kami berlanjut dengan melintasi Gunung Geurutee, salah satu titik tertinggi di sepanjang lintasan ini. Pemandangan dari puncak Geurutee sangat memukau, dengan tebing di satu sisi dan laut lepas di sisi lainnya. Kami bisa melihat gugusan pulau kecil di tengah laut dan pantai yang dipenuhi pohon pinus dari ketinggian ini. Warung-warung kecil yang berjejer di pinggir jalan menawarkan berbagai makanan dan minuman, serta kelapa muda yang menyegarkan. Meskipun godaan untuk berhenti sangat besar, kali ini kami memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan agar bisa sampai di Banda Aceh sebelum maghrib.
Saat gerimis mulai turun, kami tetap memacu motor dengan kecepatan sedang, melewati Gunung Geurute, Gunung Paro, dan Gunung Kulu, hingga akhirnya memasuki Kabupaten Aceh Besar. Menjelang maghrib, kami tiba di Kota Banda Aceh, menutup petualangan hari itu dengan penuh kepuasan dan kenangan indah dari pantai-pantai yang eksotis dan mie gurih yang lezat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H