Disisi halaman selatan dan utara Masjid terdapat masing masing 6 payung raksasa yang bisa dibuka secara otomatis sewaktu pelaksanaan Shalat di halaman masjid apabila didalam Masjid telah penuh jamaah. Payung raksasa ini dalam keadaan tertutup tampak seperti Menara Masjid dengan ketinggian 20 Meter dan bentang payung mencapai 14 Meter, payungnya sendiri menggunakan kain berwarna putih dengan motif emas pada bagian bawah dan sudut kain. Payung payung ini mengingatkan kita payung di Masjid Nabawi. Pada keempat sisi payung terdapat lampu penerang saat malam, uniknya cahaya lampunya bisa berganti ganti warna, kadang hijau, ungu, atau kuning membuat suasana semakin indah dan betah untuk berlama lama disini.
Ada dua versi sejarah terkait dengan pembangunan Masjid ini, ada yang menyebutkan Masjid Raya Baiturrahman didirikan oleh Sultan Alauddin Johan Mahmudsyah pada Tahun 1292 dan ada pula yang menyatakan dibangun pada Tahun 1612 oleh Sultan Iskandar Muda. Pada masa lalu Masjid Raya Baiturrahman bentuknya bukan seperti sekarang ini, dahulu bentuknya beratap limas bersegi empat seperti kebanyakan Masjid pada masa tersebut.
Masjid Raya Baiturrahman pernah dibumihanguskan oleh Belanda saat serangan ke Koetaradja yang sekarang kita kenal dengan Banda Aceh pada Tahun 1873. Hangusnya bangunan Masjid memicu makin meningkatnya perlawanan rakyat Aceh, mereka berjuang mempertahankan Masjid hingga titik darah terakhir, pada pertempuran tersebut menyebabkan tewasnya seorang Panglima Perang Belanda yaitu Major General JHR.  Khler pada 14 April 1873, sewaktu sebelum perluasan Masjid ini di halaman sebelah utara terdapat prasasti yang mana disinilah tertembaknya General Kohler dan dulunya ditempat tertebaknya general ini ditanam sebuah pohon Keulumpang didekat pintu masuk sebelah  utara Masjid.
Empat tahun kemudian, pada 9 Oktober 1879, Gubernur Jenderal Van Lansnerge mengusulkan upaya untuk membangun kembali masjid. Arsitek Gerrit Bruins diminta untuk merancangnya, dan desain tersebut kemudian dikembangkan oleh LP Luijks, yang mengadopsi gaya arsitektur Mughal yang umum di Asia Selatan dan Asia Tengah. Gaya ini ditandai dengan kubah besar berbentuk bulat seperti bawang, menara ramping di sudut, gerbang berkubah besar, dan ornamen halus, mirip dengan yang ditemukan pada Taj Mahal di India.
Masjid Raya Baiturrahman ini juga menjadi saksi sejarah dahsyatnya Tsunami yang memporak porandakan Kota Banda Aceh, tapi Masjid ini masih tetap kokoh berdiri hingga saat ini, dan banyak masyarakat yang selamat dari Tsunami yang berlindung ke Masjid ini. Mengalami beberapa kali pemugaran dan perluasan sehingga Masjid Raya Baiturrahman menjadi makin indah seperti yang kita saksikan sekarang ini.
Masjid Raya Baiturrahman menawarkan pengalaman wisata religi, sejarah, dan budaya. Setelah mengagumi keindahan dan kekayaan sejarah masjid ini, kami memutuskan untuk kembali ke Kota Sigli. Kami berharap, jika ada kesempatan untuk kembali ke Banda Aceh, Masjid Raya Baiturrahman akan menjadi salah satu tujuan utama kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H