Â
Beberapa tahun belakangan ini dari sisi penurunan angka korban jiwa penumpang saat kecelakaan, penerbangan Indonesia sudah membaik.
Hal tersebut di atas, seperti keterangan Agus Santoso, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, hari Sabtu 24 Maret 2018 di Hotel Santika BSD City disampaikan bahwa tahun 2014 korban jiwa kecelakaan pesawat 160 orang. Angka ini menurun pada tahun 2015 menjadi 40 jiwa dan pada tahun 2016 turun menjadi 8 jiwa. Sementara itu pada tahun 2017 tidak ada korban jiwa pada kecelakaan pesawat.
Membaiknya kondisi penerbangan di Indonesia, tidak lantas membuat kita berbangga diri. Karena banyak hal yang seharusnya dilakukan, salah satunya adalah meng-edukasi masyarakat tentang segala hal terkait penerbangan. Masyarakat perlu diberi pengetahuan terkait hak-hak mereka dalam penerbangan.
Sebagai negara yang berlandaskan hukum, hak-hak warga dalam penerbangan di Indonesia sudah diatur dalam regulasi yang jelas. Setidaknya ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Selain undang-undang, tentu masih banyak regulasi turunan yang mengatur hak-hak masyarakat dalam penerbangan Indonesia seperti Peraturan Menteri Perhubungan tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia.
Regulasi yang mengatur hak-hak warga tersebut dibuat untuk menjamin terlaksananya penerbangan yang Selamat, Aman, dan Nyaman (Selamanya) sebagaimana tagline Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJPU) Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
Hak yang diatur dalam regulasi-regulasi tersebut, merupakan usaha negara untuk memberikan pelayanan terhadap penumpang agar terpenuhinya hak atas keselamatan, hak atas keamanan dan hak rakyat atas kenyamanan dalam penerbangan.
Contoh hak-hak warga yang diatur dalam undang-undang dan regulasi turunannya seperti yang disampaikan oleh Alvian Lie, anggota Ombudsman Republik Indonesia, Sabtu 24 Maret 2018 di Hotel Santika BSD City bahwa pada bagian ketujuh Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 pada pasal 239 ayat (1) dinyatakan bahwa penyandang cacat, orang sakit, lanjut usia, dan anak-anak berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara. Pasal ini dengan sangat jelas menjamin hal-hak masyarakat dalam kondisi tertentu dalam penerbangan.
Pada ayat (2) pasal tersebut dijelaskan bahwa pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: pemberian prioritas pelayanan di terminal; menyediakan fasilitas untuk penyandang cacat selama di terminal; sarana bantu bagi orang sakit; menyediakan fasilitas untuk penyandang cacat selama di terminal; sarana bantu bagi orang sakit; menyediakan fasilitas untuk ibu merawat bayi (nursery); tersedianya personel yang khusus bertugas untuk melayani atau berkomunikasi dengan penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia serta tersedianya informasi atau petunjuktentang keselamatan bangunan bagi penumpang di terminal dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, orang sakit, dan lanjut usia.