Sejak lahirnya UU No 11 tahun 2008 tentang ITE, itu memang sudah banyak yang meminta agar Pasal 27 tersebut dihapus dari UU ITE. Alasannya adalah karena pasal 27 tersebut bisa mematikan kreativitas masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya dalam negara demokrasi.
Namun pada satu sisi, banyak yang berpendapat bahwa Pasal 27 tersebut perlu dipertahankan mengingat harus ada efek jera terhadap masyarakat yang pelanggar hukum dan etika-etika dalam media elektronik.
Dua pandangan tersebut akhirnya dapat dilihat dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE yang pada dasarnya merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tersebut, Pasal 27 tetap dipertahankan.Â
Artinya pembuat Undang-Undang dan orang-orang yang berpendapat bahwa harus ada efek jera terhadap masyarakat yang melanggar hukum dan etika-etika dalam media elektronik, berhasil mempertahankan argumen mereka dalam Undang-Undang tersebut.
Efek dari mempertahankan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE tentu saja adalah seperti yang terjadi dalam kasus pembuatan meme Setya Novanto ini. Bahkan sebelum kasus ini sudah banyak korban yang dijerat dengan pasal 27 ini.Â
Saya yakin, ke depan akan semakin banyak orang yang menyampaikan kritikan dan aspirasi di media ditangkap dengan menggunakan pasal ini. Karena sampai saat ini akan sulit membedakan antara kritikan/aspirasi dengan penghinaan/pencemaran nama baik. (ASM)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H