Mohon tunggu...
Azwar Sutan Malaka
Azwar Sutan Malaka Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya dan Sang Maestro Idang Rasjidi

21 Oktober 2017   17:10 Diperbarui: 21 Oktober 2017   17:29 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bang Idang dan Saya (26 Januari 2017)

Mendengar kisah hidup Bang Idang, saya menyimpulkan bahwa dia adalah orang yang setiap pada profesinya. Bang Idang  sudah dua kali ditawari menjadi menteri, dua kali ditawari untuk menjadi Duta Besar, tiga  kali ditawari untuk menjadi Calon Anggota DPR RI, dan entah sudah tak terhitung jumlahnya ditawari menjadi pengurus partai politik. Apalagi didorong-dorong untuk menjadi Calon Gubernur, sudah berkakali-kali. Tapi Bang Idang menolak tawaran-tawaran menggiurkan itu.

Ia lebih memilih untuk menjadi musisi. Pilihan ini menunjukkan kesetiaannya pada musik. Bahkan Bang Idang mengatakan:

"Seandainya Tuhan memberi kesempatan kehidupan kedua di dunia ini, dan bertanya apa profesi yang ingin dijalani pada kehidupan kedua itu, saya akan jawab, Tuhan izinkan saya menjadi musisi kembali," begitu kata Bang Idang dengan yakin.

Lebih jauh Bang Idang melanjutkan ceritanya bahwa "Dalam hidup ini kita harus sadar kapasitas diri, saya merasa tidak memiliki kapasitas menjadi Menteri, menjadi politisi, jadi untuk apa dipaksa?" katanya sambil tersenyum.

"Jangan-jangan nanti kalau jadi Menteri saya buat program ngejazz semua," candanya diikuti tawa kami yang hadir di ruang depan rumahnya yang bersahaja itu. Saya semakin yakin bahwa Bang Idang, musisi kondang itu orang yang setia pada profesinya.

Siang sudah berganti malam, Bogor yang dingin semakin dingin karena hujan turun deras saat itu. Ketika magrib, kami pamit untuk shalat magrib di masjid di depan rumah Bang Idang. Selesai shalat magrib hujan semakin deras. Ketika kami keluar masjid, seorang laki-laki membawa dua payung ke depan masjid menyapa kami.

"Tamu Pak Idang ya Mas?" tanya laki-laki itu. Kami saling berpandangan, lalu Pak Redi mengambil payung yang diantar laki-laki dari rumah Bang Idang itu. Kami kembali ke rumah Bang Idang. Saat sudah berada di beranda depan rumah Bang Idang, di atas meja sudah terhidang berbagai jenis makanan.

"Ayo dimakan," ajak Bang Idang.

"Biasanya yang masak Bang Idang, tapi sekarang Bang Idang belum bisa masak, ini dibeli di langganan depan," cerita Bang Idang.

Banyak hal yang kami ceritakan malam itu sambil menunggu hujan reda. Tapi yang paling berkesan bagi saya adalah pesan Bang Idang pada saya.

"Azwar, kamu novelis, kamu harus fearless, kamu harus berani, tidak mengenal takut dalam berkarya," begitu petuah Bang Idang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun