Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Cek Informasi Sebelum Diterima!

2 Maret 2021   09:04 Diperbarui: 2 Maret 2021   10:21 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: https://www.productplan.com/

Informasi menyebar dengan cepat meninggalkan kebenaran yang masih tertatih di separuh jalan. Ungkapan itu sangat relevan dengan kondisi kita saat ini. Perkembangan teknologi yang ditopang infrastruktur memungkinkan setiap orang dengan perangkat mobile mampu mengakses informasi semudah menggerakkan ujung jempol.

Meski demikian, kemudahan itu tentu ada konsekuensinya. informasi yang bisa kalian akses setiap saat itu tidak sepaket dengan data dan fakta yang menjamin keakuratan dan kebenarannya.

Selain itu, media sosial menghadapkan kalian pada masalah lainnya yakni sebaran akun anonim yang tidak terkendali. Ada pula akun terverifikasi dengan jumlah pengikut yang tidak sedikit tetapi sering membagikan informasi tanpa memerhatikan kaidah-kaidah validasi dan relevansi.

Terutama jika yang dibahas adalah isu yang masuk kategori trending topic, kasus yang diviralkan, atau peristiwa yang menyerang kredibilitas orang lain. Belum lagi algoritma media sosial yang didesain menampilkan informasi yang sesuai dengan apa yang memang kalian ingin tonton atau dengarkan bukan informasi yang benar-benar kalian butuhkan.

Hampir seluruh informasi yang kalian anggap benar tidak berasal dari pengalaman kalian sendiri. Kalian justru memeroleh informasi itu dari orang lain yaitu orang yang kalian percaya atau anggap kredibel untuk menyampaikan informasi yang menurut kalian faktual dan layak mendapat perhatian.

British Royal Society punya slogan dengan landasan filosofis kuat terkait hal itu yang bisa kalian jadikan patokan hidup. "Nullius in verba" yang berarti "Jangan bersandar pada apa kata orang" menyarankan kalian untuk mengulik sendiri data dan fakta dari informasi yang diterima serta tidak gegabah dalam mengambil keputusan terkait informasi yang kalian terima termasuk menyebarkannya kepada orang lain.

Lalu bagaimana kalian mengetahui bahwa informasi yang kalian terima itu faktual dan berdasarkan data yang valid? Dr. Michael Baumann, pendidik yang mengabdikan diri melatih Netizen bertindak kritis dalam menganalisis informasi melalui proyek ambisiusnya, The Elements of Truth, memberi solusi.

Caranya, dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kalian sendiri begitu menerima informasi dari orang lain. Ada 8 (delapan) pertanyaan yang terdiri dari empat pertanyaan mengenai sumber informasi dan empat pertanyaan mengenai informasi itu sendiri. Berikut rincian dari daftar pertanyaannya:

1. Bagaimana kualitas dari siaran/ saluran informasi yang kalian peroleh?

Publikasi atau penyebaran informasi merupakan elemen penting karena mengindikasikan metode atau pendekatan yang digunakan. Metode penyampaian informasi yang secara jelas disebutkan menyertai informasi tersebut menunjukkan ketelitian serta konsistensi dari informasi serupa. Siaran atau saluran publikasi yang baik melibatkan Instansi, Lembaga, atau perwakilan yang punya legalitas dan otoritas yang diakui.

Contohnya adalah informasi yang berisi informasi yang telah melawati proses ulasan (review) dari pakar atau rekan sejawat (peer-review), monograf yang disiapkan oleh Profesor, buku terbitan, ensiklopedia, kuliah pakar, atau laporan dari instansi Pemerintah. informasi yang disampaikan lewat agen tersebut bisa dianggap serius. Bandingkan saja dengan publikasi informasi tanpa harus melewati proses ulasan serius seperti postingan blog, postingan media sosial, atau live session dari individu tanpa afiliasi kredibel yang tentunya tidak dapat dianggap terlalu serius.

2. Siapa yang menyampaikan informasi yang kalian terima?

Jika sumber utama dari informasi yang kalian terima berasal dari seorang pakar yang punya keahlian di bidang itu yang bisa ditelusur baik sertifikat kompetensi, rekam jejak profesinya, atau jabatannya dari instansi kredibel maka informasi tersebut boleh kalian percaya. Hal yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian kompetensi bidang ilmu dari sumber yang menyampaikan informasi dengan informasi yang ia sampaikan.

Meski yang menyampaikan adalah seorang pakar di bidangnya tetapi mengulas informasi di luar bidang kajian atau minatnya maka belum tentu informasi yang dia sampaikan benar. Kecuali dia menerangkan informasi itu berbekal kajian dan rujukan dari pakar pada bidang itu yang konsepnya ia adopsi dengan mematuhi kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku di bidang yang sedang ia bicarakan.

Contohnya pakar di bidang linguistik yang membahas tentang cara kerja vaksin tentu tidak dapat dianggap sebagai hal yang serius. Kecuali jika dia menyampaikan kepada publik cara kerja vaksin berdasarkan studi atau kajian yang dilakukan oleh pakar vaksin dengan menyebutkan sumber yang jelas dan dapat ditelusur. Pada posisi itu, dia berperan sebagai penyalur informasi dan bukan sebagai sumber utama.

3. Apakah sumber utama dari informasi tersebut bebas kepentingan (mandiri)?

Satu hal yang pasti dalam geliat dunia informasi bahwa apa yang disampaikan di ruang publik merupakan komoditas yang punya nilai jual. Sesuatu yang sengaja diviralkan dalam rangka memalingkan perhatian publik untuk fokus pada suatu masalah patut dicurigai.

Mengapa demikian? Karena ada yang diuntungkan dari sebaran informasi tersebut. Oleh sebab yang dipentingkan adalah cakupan dan kecepatan sebarannya maka kebenaran dari informasi itu perlu diverifikasi. Agen atau pekerja media yang memenuhi layar smart gadget Netizen perlu ditelusur dengan seksama. Apakah agen atau pekerja media itu bekerja pada Perusahaan tertentu? Siapa yang mengucurkan dana atau membiayai suatu informasi agar mendapat perhatian publik dan dibicarakan oleh semua orang?

Menyebarkan informasi, apalagi sampai membuat orang-orang membicarakan informasi itu setiap saat, bukanlah perkara yang murah bayarannya. Lihat saja industri periklanan, infotainment, hingga influencer yang menuntut anggaran besar hanya untuk membuat perhatian kita terpaku pada informasi tertentu. Belum lagi jika menyebut Buzzer yang perannya di media sosial sudah menjadi rahasia publik dan bahan gunjingan Netizen.

4. Apa maksud dan tujuan dibalik penyampaian informasi tersebut?

Segala sesuatu yang melibatkan orang banyak tentu punya maksud dan tujuan. Sebab jika itu sifatnya personal atau privasi, buat apa disebar ke orang lain? Demikian pula dengan informasi. Setelah menelusur siapa di balik informasi yang diterima, kalian perlu menganalisis apa sih sebenarnya maksud dan tujuan dari informasi itu.

Ada informasi yang tujuannya menghibur dengan modus penyampaian santai bahkan mengundang tawa. Ada pula informasi yang bermaksud menerangkan suatu konsep atau ide yang biasanya memuat konten edukatif. Ada informasi yang disampaikan dengan tujuan menenangkan seperti solusi mengatasi kerusakan akibat bencana alam. Setiap informasi dilatarbelakangi suatu kepentingan yang modus penyampaiannya terkadang menyesuaikan dengan maksud dan tujuan penyebarannya.

Informasi yang disampaikan secara tendensius tentu patut dicurigai tidak bertujuan untuk menghibur atau menenangkan. Modus penyampaian seperti itu biasanya untuk informasi yang bermaksud mengklarifikasi suatu peristiwa atau justru bertujuan untuk membuat bingung target atau penerima informasi dari isu yang sesungguhnya peru dibahas. Jika informasi itu disampaikan lewat media visual, kalian dapat memperhatikan metode retorik dari penutur informasi atau menganalisis wacana dari narasi informasi tersebut.

Ada banyak metode analisis wacana yang bisa membantu kalian memahami cara kerja di balik muatan maksud dan tujuan dari penyampaian sebuah informasi. Untuk wacana kabar berita, salah satu referensi yang bisa kalian rujuk adalah Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media yang ditulis oleh Eriyanto.

5. Bagaimana informasi itu diolah sebelum disebarkan?

Informasi berbeda dari kabar atau berita. Seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya, informasi disampaikan berdasarkan maksud dan tujuan tertentu. Dengan demikian, informasi dapat berupa kabar atau berita yang diolah sedemikian rupa sehingga pendengar dapat menangkap bagian mana dari informasi tersebut yang ingin ditegaskan oleh pemberi berita.

Sebagai contoh, teman kalian menyampaikan bahwa dalam perjalanan pulang, ia menyaksikan peristiwa kecelakaan. Beberapa saat kemudian, kalian menyaksikan di TV peristiwa kecelakaan yang sama tetapi dengan tambahan penjelasan bahwa kecelakaan tersebut disebabkan oleh pengendara yang ugal-ugalan. Apa yang disampaikan teman kalian adalah kabar dan yang kalian saksikan di TV itu adalah informasi. Sang Jurnalis yang menyampaikan informasi lewat media TV itu tentu tidak menyampaikan kabar begitu saja. Dia mesti berada di lokasi kejadian, melakukan interaksi dengan saksi, pihak terkait, atau kepada mereka yang terlibat dalam kecelakaan tersebut jika memungkinkan.

Dalam konteks contoh informasi yang disampaikan tadi, sang Jurnalis ingin menekankan bagian dari informasi yang disampaikannya dalam bentuk pesan bahwa perilaku tertentu, seperti mengendara dengan ugal-ugalan, dapat berujung kecelakaan. Informasi itu bertujuan agar yang penerima informasi tidak mencontoh atau mengulangi kesalahan yang sama. Informasi yang tidak jelas metode olahannya terutama dirangkai dengan narasi yang tidak koheren dengan apa yang disampaikan tentu tidak dapat dianggap valid.

6. Apakah informasi yang kalian terima itu lengkap dan utuh?

Masih berkaitan dengan tujuan dan konteks dari informasi yang kalian terima, keutuhan dari informasi tersebut perlu dipastikan. Informasi yang diolah dengan memisahkan bagian-bagian dari informasi tentu hanya disiapkan untuk membingungkan dan menyesatkan penerima informasi. Untuk memastikan hal itu, salah satu cara untuk mengecek keutuhan dari informasi secara mudah adalah dengan membangun pernyataan diskursif dari berbagai sumber berita.

Contohnya, di kanal berita ini ditulis bahwa Jokowi Legalkan Produksi Minuman Keras, Apa Syaratnya? sedangkan di kanal lain ditulis bahwa Kearifan Lokal Jadi Tameng Legalisasi Miras di 4 Daerah, begitu pun di seluruh kanal yang kalian akses menyampaikan informasi yang sama maka kalian menyimpulkan suatu pernyataan diskursif sesederhana mungkin yaitu bahwa Pemerintah Mengizinkan Investasi Miras Lewat Perpres.

Sekarang, tugas kalian adalah memastikan kebenaran Perpres yang dimaksud. Jika kalian sudah mendapatkan dokumen dari Perpres itu, baca dengan seksama dari awal hingga akhir. Taruhlah bahwa premis-premis berikut: miras (mengandung alkohol) masuk dalam kategori diizinkan untuk penanaman modal dan ketentuan itu berlaku di wilayah tertentu dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat memang tertuang secara jelas dalam Lampiran 3 poin 31 dan 32 dari Perpres tersebut maka kamu dapat menegaskan pernyataan diskursif yang kamu buat bahwa Pemerintah Memang Mengizinkan Investasi Miras Lewat Perpres.

Artinya, berdasarkan pernyataan itu kalian membenarkan informasi yang kalian terima dan dapat menyampaikannya kepada orang lain dengan catatan bahwa kalian menyampaikan sesuai data yang kamu rujuk dan saksikan sendiri. Ingat, bukan berarti kalian leluasa bertindak di luar hal yang disebutkan termasuk membangun narasi atau wacana dengan menuduh pihak-pihak tertentu.

Tidak perlu menambah riuh perdebatan di ruang publik terkait hal tersebut dan biarkan pihak yang lebih kredibel menyelesaikan persoalan tersebut. Ingat bahwa komentar atau opinimu terkait informasi tadi, jika tidak mengindahkan kaidah-kaidah argumentasi serta adab berkomunikasi, justru malah akan menambah celah ketidakutuhan dari informasi tersebut dan menyebabkan kesalahpahaman bagi penerima informasi lainnya. Agar lebih berimbang, sibukkanlah diri menelusur interpretasi kreatif sebagai pandangan alternatif dari informasi yang diteria ketimbang terburu-buru mengemukakan pendapat pribadi.

7. Dapatkah informasi yang kalian peroleh divalidasi secara mandiri?

Maksudnya, informasi yang dapat dipercaya mestilah koheren dengan berbagai macam bentuk interpretasi yang melibatkan banyak pihak. Pihak yang dimaksud termasuk diri kalian sendiri. Dengan berbekal metode analisis dari bidang disiplin ilmu tertentu atau adaptasi olah pikir dari pakar di bidang terkait, kalian dapat melakukan verifikasi dan validasi secara mandiri.

Contohnya, dengan menganalisis informasi menggunakan 8 (delapan) pertanyaan panduan dari Dr. Michael Baumann yang sedang kalian baca ini. Informasi yang valid akan selalu koheren dengan hipotesis yang dibangun melalui pernyataan diskursif. Meski demikian, validasi informasi mesti melibatkan sumber referensi yang dapat ditelusur dan diakses seperti yang dijelaskan di poin-poin sebelumnya.

Demikian pula dengan metode penyampaiannya yang setidaknya mengikuti kaidah-kaidah umum penelusuran ilmiah mulai dari penentuan konteks, pengumpulan data, metode analisis, hingga konsistensi dari simpulan yang diperoleh dari informasi itu menurut beberapa pakar di bidang terkait.

8. Apakah informasi itu tidak mengandung bias?

Informasi lekat dengan interpretasi baik sebelum, dalam proses, hingga saat penyebarannya. Sayangnya, interpretasi juga punya potensi bias karena sifatnya yang dibatasi oleh konteks dan cakupan. Jika informasi yang kalian peroleh menyertakan data, periksalah apakah data tersebut merepresentasikan apa yang disampaikan lewat informasi secara signifikan.

Sebab mungkin saja data tersebut mengabaikan banyak variabel atau sudut pandang. Terkadang pula sajian data yang menjadi pokok dari sebuah informasi justru tidak relevan atau sama sekali tidak berkaitan. Bias adalah penyimpangan dalam suatu konsep yang mengabaikan beberapa aspek yang sebenarnya sangat penting untuk mendapat perhatian. Mengenali bias pada informasi dapat dilakukan dengan memeriksa konsistensi logika argumentasi dari informasi tersebut terutama yang menuntun pada simpulan akhirnya.

Perhatikan bahwa bias terkadang sengaja ditempelkan pada informasi yang disebar untuk membingungkan penerima informasi sehingga memancing mereka untuk langsung memberikan vonis atau lompat memberikan simpulan tanpa terlebih dahulu membaca informasi secara lengkap dan memeriksa struktur logisnya secara rinci.

Demikian 8 (delapan) pertanyaan penuntun bagi penerima informasi untuk kepentingan analisis dan validasi sebelum bertindak dengan informasi yang diterima. Bagi sebagian besar orang, proses ini dianggap melelahkan dan menguras pikiran dan waktu. Namun, percayalah, hasilnya akan sepadan dengan usahanya.

Melatih olah pikir kritis memang butuh ketelitian dan konsistensi. Semoga dengan usaha yang sederhana ini, kita mampu mengubah stereotip barbar Netizen Indonesia yang, menurut Digital Civility Index yang dirilis Microsoft pada Bulan Februari 2021, punya perilaku paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Ambillah peran sebagai penyaring informasi sebagai bentuk kontribusi membentuk peradaban Netizen Indonesia yang beradab, cerdas, serta berbudaya dalam mengolah informasi!

Sumber Rujukan:

Baumann, Michael. 2020. The Elements of Truth Project. https://elementsoftruth.ca (diakses tanggal 26 Februari 2021).

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.

Microsoft. 2021. Digital Civility Index Reports. https://query.prod.cms.rt.microsoft.com/cms/api/am/binary/RE4MM8l (diakses tanggal 1 Maret 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun