Pendidikan dan Kesadaran Mandiri untuk Terdidik
Pendidikan membekali peserta didik untuk mampu memahami peran dari eksistensinya sehingga pengetahuan dan ilmu menjadi basis.
Kedua hal itu memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan daya kreasi. Selain itu, peserta didik juga mampu memahami potensi yang dimilikinya untuk mengembangkan sekaligus mengekspresikan diri mereka.
Ekspresi dan kreasi merupakan bentuk kontribusi peserta didik terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, mereka perlu memahami bahwa kontribusi itu juga melekat tanggungjawab padanya.Â
Karena ditujukan untuk kepentingan umum, peserta didik mesti menyadari bahwa kontribusi tidak hanya diberikan namun juga disesuaikan dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan sekitarnya.
Di sinilah peran perilaku bermoral dibutuhkan. Kontribusi tentu punya manfaat namun tidak menutup kemungkinan juga punya mudarat. Karena sudah merupakan keniscayaan, kontribusi harus melibatkan dialog antara peserta didik dengan lingkungannya. Mereka tidak dapat menimbang suatu manfaat tanpa melibatkan masyarakatnya.
John Stuart Mill mengingatkan bahwa seseorang yang menimbang suatu kebaikan menurut sudut pandangnya sendiri pada hakikatnya tidak mengerti sama sekali terhadap apa yang sedang ia pertimbangkan.Â
Peserta didik mesti dibekali kompetensi untuk melebur dengan lingkungannya dan menebar kebaikan bukan sekadar menguraikan alasan dari kebaikan yang mereka maksud.
Menjadi insan terdidik membuat peserta didik suka tidak suka mesti memberikan kontribusi. Itu kewajiban yang melekat dengan pasti. Berdiam diri di tengah gejolak arus dinamika lingkungan justru membuat peserta didik mencederai masyarakatnya. Seperti yang disebut oleh Bapak Republik ini, Tan Malaka, lebih baik peserta didik itu tidak usah mengenyam pendidikan.
Namun kontribusi itu, yang berlandas niatan baik, mesti dikonversi ke nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Konversi itu melibatkan watak, perasaan, hingga tabiat yang terangkum dalam kode-kode moral.Â
Berjalan melintas di hadapan orang yang lebih tua, misalnya dalam masyarakat Bugis, nilai kesopanan diwujudkan ke dalam kode moral seperti sikap Mappatabe' yang bermaksud memohon permisi.
Selain kesadaran mandiri, intervensi disiplin juga penting diberikan agar pola perilaku anak terprogram dengan terukur. Melalui sikap disiplin, moralitas akan tertanam pada anak dan akan terbiasa bertindak berdasarkan pertimbangan standar moral tertentu sehingga dapat menerima dan diterima oleh masyarakat.