Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Konflik Relasi Pakar-Awam: Ulasan Interpretatif atas Matinya Kepakaran oleh Tom Nichols (Bagian Satu)

10 September 2019   19:21 Diperbarui: 10 September 2019   19:44 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

The Death of Expertise merupakan karya Tom Nichols yang lahir dari kegelisahannya terhadap nilai-nilai kepakaran yang semakin memudar. Masalahnya, bersama dengan itu menjamur pula pakar-pakar palsu yang leluasa menyebar konten yang belum melalui pengujian memadai. Tentunya hal itu berakibat fatal terhadap kemampuan literasi masyarakat awam.

Saya menulis ulasan interpretatif ini untuk membagi pengalaman baca buku yang baru saya beli dua hari yang lalu ini. Sebab kesan pertama yang muncul setelah membacanya adalah bahwa ide dan gagasan yang ada di dalamnya perlu diketahui semua orang. Terutama tenaga pendidik seperti saya dan mahasiswa(i) yang sedang berupaya keras membentuk jati diri pakar pada diri mereka masing-masing.

Ulasan ini adalah bagian pertama yang fokus pada topik fenomena permusuhan terhadap nilai-nilai kepakaran yang digaungkan masyarakat awam dengan berbekal akses luas ke informasi. Selain itu juga secara khusus menyinggung relasi dilematis Dosen-Mahasiswa(i) yang, dalam situasi institusi Perguruan Tinggi yang semakin komersil, turut menyumbang terhadap runtuhnya nilai-nilai kepakaran. Selamat menikmati!

Relasi Dilematis Pakar-Awam

Kebodohan itu dimulai dari sikap masa bodoh. Di masa ini, semua orang bisa mengakses informasi dengan bebas namun tidak tertarik untuk mempelajari informasi itu secara mendalam. 

Masyarakat awam bukan hanya menafikan aturan dasar bahwa setiap pernyataan menuntut pembuktian namun mereka juga enggan merapikan argumen secara logis. Hal ini mengaburkan batasan antara pakar dengan awam; yang betul-betul paham dengan yang sok paham.

Sikap masa bodoh itu tentu mengancam tradisi yang bersusah payah dibangun selama berabad-abad yaitu mengakumulasi warisan pengetahuan dari para pendahulu sekaligus mematikan semangat kita untuk mengembangkan pengetahuan baru. Mereka yang ahli di bidangnya dan menghabiskan puluhan tahun memapankan keahliannya justru ditantang oleh mereka yang hanya bermodal mengetikkan kata kunci di mesin pencari semisal Google atau Wikipedia.

Pengakuan keahlian para pakar disudutkan ke wilayah teknis di mana secara praktis kemampuan mereka dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Kita masih menemui Dokter Gigi untuk cabut gigi bukannya minta tolong ke Tukang Tambal Ban serta menghubungi Polisi ketika melihat tindak kejahatan alih-alih memprovokasi massa untuk mengadili pelaku kejahatan. Kita percaya bahwa profesionalitas mereka akan mengatasi masalah-masalah itu dan kita anggap itu sudah selayaknya.

Namun di wilayah opini, pendapat mereka justru terkadang tidak dihiraukan sama sekali bahkan ketika itu menyangkut bidang keahlian mereka sendiri. Terkadang, para pakar itu harus rela mengalah dalam debat kusir bersama mereka yang merasa mampu menunjukkan fakta hanya dari smartphone mereka. 

Parahnya, para pakar itu juga menarik diri dari diskusi publik dan sibuk menciptakan istilah serta jargon yang hanya dimengerti oleh kalangan mereka sendiri.

Akibatnya, jurang yang memisahkan para pakar dan para awam semakin lebar sehingga sepertinya komunikasi sulit mereka bangun. Padahal, internet dan media sosial justru sering mempertemukan mereka bahkan tanpa mereka sadari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun