Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berbincang tentang Ilmu, Nalar, dan Jalan Panjang Menuju Pengetahuan

18 Agustus 2019   21:33 Diperbarui: 19 Agustus 2019   12:36 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pikiran, dengan segala himpunan pengetahuannya tidak pernah sedemikian unik atau misterius seperti ketika memgembangkan imajinasi. Lompatan-lompatan besar yang menjadi titik pijak peradaban manusia selalu melibatkan peran imajinasi. Imajinasi bisa dianggap bekal berharga bagi manusia untuk berani menantang kuasa waktu. Apa yang kita nikmati hari ini bermula dari keberanian pendahulu kita mengekspresikan imajinasi mereka.

Beberapa bentuk penemuan di bidang sains menjadi bukti dari peran imajinasi terhadap ilmu. Dari heliosentris yang menjadi imajinasi Copernicus terhadap pusat semesta hingga cosmos yang menjadi perjalanan imajinatif Carl Sagan ke sudut tergelap semesta; ilmu selalu menjadi wadah bagi imajinasi untuk mengutarakan ketakjuban kita kepada alam.

Temuan-temuan itu diperkenalkan oleh mereka yang berani menawarkan imajinasi untuk menantang keyakinan-keyakinan lama dengan mencari jejak di dunia fisik. Imajimasi menuntun kita untuk mendobrak kemapanan yang hanya memberikan kita rutinitas dan jalan buntu. Sebab dinamika kehidupan tidak menyisakan ruang untuk moda autopilot dalam penyelesaian masalah dan kita selalu saja sulit menerima kenyataannya.

David Hume, dari kegelisahannya pada polemik sosial dan politik di masanya, terpanggil untuk mengulik akar dari permasalahan itu. Manusia, begitu mereka terbiasa dengan kepatuhan, cenderung takut berpikir untuk menyimpang dari jalan yang telah ditapaki oleh mereka dan nenek moyang mereka. Meski hal itu sudah sangat membebani kehidupan mereka dan generasi yang mereka lahirkan.

Para pendahulu kita menggunakan imajinasi untuk menciptakan adat istiadat yang menyangkut ritual dan praktek sosial yang sesuai dengan tantangan zamannya. Kita tidak semestinya mencederai usaha itu dengan membakukan tafsiran terhadap adat istiadat tersebut meski nilai dan norma yang melandasinya tetap bisa kita pertahankan.

Interaksi dan dinamika sosial ekonomi manusia selalu bersifat dinamis. Adat istiadat yang diwariskan dari kearifan pendahulu kita mengajarkan kita nilai dan norma yang mereka anut namun dengan harapan kita melestarikan itu dengan kreasi imajinasi kita sendiri. Kita mesti menjaga warisan itu sebagai bagian identitas kita namun tidak terjebak di dalam problematika mereka sebab kita tidak lagi hidup di zaman mereka.

Adat istiadat yang merupakan wujud dari kearifan pendahulu kita bukanlah hal yang wajar kita hindari. Sebab hal itu juga berasal dari pengalaman mereka memaknai hidup dan lingkungan sekitar. Tentunya, itu tidak lahir dari proses yang sederhana; mesti lahir dari proses penalaran yang metodenya disempurnakan dari generasi ke generasi. Adat istiadat itu bisa dibilang ilmu yang ditempuh sedalam pemahaman para pendahulu akan hidup mereka.

Adat istiadat justru menyediakan kesempatan bagi kita untuk mengkaji secara terukur seperti apa pola interaksi dan unsur-unsur sosial ekonomi yang pernah mengatur suatu masyarakat. Simpulan yang bisa kita peroleh dari penelusuran itu bisa berguna bagi pengembangan kehidupan sosial dan belajar dari semangat sekaligus kesalahan mereka. Tak kalah penting, memikirkan pola pengembangan serta ekspresi pribadi yang berperikemanusiaan yang bisa kita kembangkan secara kreatif.

Berbagai metode dari tiap usaha untuk memeroleh pemahaman melibatkan suatu usaha tarik menarik antara pemikiran dan penyelidikan. Terdapat berbagai cara untuk mengkaitkan kedua komponen ini. Salah satunya dengan memersepsikan suatu kebenaran batin dan menafsirkan penanda yang ditemukan dalam realitas; kita menyebutnya dengan intuisi.

Intuisi membantu menyelaraskan penyelidikan ilmiah kita dengan pandangan batin yang memicu empati terhadap sesama penghuni alam. Intuisi tidak dapat kita kesampingkan begitu saja. Ilmu memberikan jalan bagi kita untuk menemukan jawaban, begitu pun dengan peralatan yang keduanya membantu kita menjalani hidup lebih tenang. Namun intuisi mengonfirmasi keyakinan kita akan ilmu dan menajamkan kepercayaan kita atasnya.

Intuisi melibatkan pengalaman, persisnya, pembacaan terhadap pengalaman yang pernah dialami oleh seseorang. Jangan disalahpahami sebagai tebakan belaka. Tebakan berasal dari ketidak-cekatan; kesemberonoan dalam pengambilan putusan seperti kata Laurie King di The Beekeeper's Apprentice. Intuisi yang dituntun dalam penalaran terukur dapat membuat ketertarikan terhadap ilmu semakin besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun