Mohon tunggu...
Kebijakan

Satire Petani Sangat Sejahtera

16 Juli 2018   12:07 Diperbarui: 16 Juli 2018   16:12 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Hey, Angkat beras sehat itu!! Pak Mentri harus segera memasaknya, kita tak boleh membiarkan pemerintah makan beras dari luar negeri, beras yg diproduksi dengan pestisida". Hardik Mang Ambary ke Mang Jaya anggota kelompok taninya. Setelah reforma agraria dan penyuluhan pertanian yg intensif dari pemerintah, taraf hidup petani jauh meningkat. 

Petani menjawab komitmen pemerintah dalam menyediakan alsintan dengan memenuhi pangan dalam negeri. Umbung Desa beroperasi dengan baik, jaringan irigasi lancar,  hulu sungai rimbun dengan tanaman tahunan, hilir sungai mengalir air jernih. Ahli teknik sipil mampu menyulap daerah aliran sungai (DAS) menjadi sumber pengairan untuk pertanian dan sumber minum masyarakat Desa. 

Seolah tak mau kalah, para peneliti pertanian juga menghasilkan benih padi berumur pendek, adaptif terhadap ekosistem dan iklim lokal, dapat ditanam tiga kali dan benih ini menjadi kegemaran petani. Petani hanya percaya benih karya dalam negeri. Benih yg dirakit oleh peneliti pemerintah. Para petani tinggal memakai dan menangkarkannya.  Petani tidak dibiarkan sendiri, perguruan tinggi berubah menjadi "saung" petani, seluruh karya penelitian dipersembahkan buat petani. Seminar-seminar diselengagarakan untuk menjawab tantangan pangan nasional dan kesejahteraan petani.  Kesadaran organik para peneliti sudah di jalan yang benar, korporasi besar berubah menjadi koperasi unit desa.  Geliat ekonomi desa meningkat.  

Impor beras berhenti, harga stabil, harga ditetapkan oleh petani sebesar Rp 8.500/Kg beras,  HET Gabah/GKP Rp. 4.500/Kg. Anggaran pertanian berkurang drastis dari Rp.  22,6 Trilliun menjadi 7 Trilliun.  

Para pejabat pemerintah yang TURBA (turun ke bawah) disangoni oleh petani, Kunjunga desa menjadi ajang yang gembira tanpa persiapan yang ribet dari panitia yang ditetapkan pemerintah. Festival desa menjadi ajang unjuk kebolehan karya petani, panen raya selalu dibiayai petani, APBN tidak lg dibebani utk memoles peresmian-peremismian. Segala bentuk syukur desa dan ruwatan desa diselenggarakan masyarakat desa secara gotong royong, secara urunan.

Organisasi Tani bergeliat. Pemuda/i lebih senang menggunakan kaos sablonan lambang organisasi taninya daripada merk dan brand-brand terkenal luar negeri. Kaos berubah menjadi baju idiologi. Peningkatan taraf hidup desa melambung tinggi. Puskesmas mendapat pembiayaan "segar" dari keuntungan koperasi desa. Rumah Sehat Ibu dan Anak dikelola oleh Bidan dan Tenaga kesehatan terampil. Desa bertransformasi menjadi simbol kekuatan lokal, benteng Nasional.

Pencapaian Kinerja Pemerintah.

Indikator keberhasilan pemerintah bukan tentang serapan anggaran atau seberapa banyak rilis dari HUMAS dan persentase peningkatan luas tanam.  Pemerintah bidang pertanian disibukkan dengan pekerjaan menghasilkan temuan-temuan baru untuk mengatasi pasca panen hasil petani yg semakin tinggi. Demo-demo tentang impor berhenti, kantor kementrian sepi sebab pegawainya lebih banyak berkantor di kantor kelompok tani.  

Kantor Kementrian Pertanian berubah menjadi Lembaga Transisi Pertanian Indonesia. Pencapain pemenuhan pangan nasional dapat diwujudkan selama 10 tahun. Pencapaian tersebut dahulu disusun secara hati-hati dan realistis.  Bukan berdasar obsesi mentri atau beban kerja dari Presiden tapi hasil Rembuk Nasional bersama petani selama berhari-hari.

Mentri pertanian menjadi idola baru masyarakat. Jabatan mentri dielu-elukan seolah menjadi prasyarat masuk surga karena mampu menghilangkan kemiskinan di desa. Para petani selalu mendo'akan kebaikan untuk Bapak Mentri. Mentri sibuk mendengar keluhan petani, takzim atas kemuliaan pekerjaan tani.

Praktek Bertani yang  Presisi.

Pengendalian Hama Terpadu menjadi panduan utama untuk mengatasi hama dan penyakit tanaman. Pemerintah menjamin pasokan pupuk organik bagi petani. Sebelum membajak sawah, para petani sudah didatangi dinas-dinas pertanian setempat untuk membagikan hasil analisa tanah dan dosis pemupukan lahan-lahan petani. Kebun-kebun non pangan juga digarap oleh petani.  

Kebun-kebun ribuan hektar dikavling untuk dikerjakan dan dirawat petani. Bapak Presiden mampu me-lobby para konglomerat perkebunan untuk tak menambah luas perkebunannya lagi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sangat galak dalam menjaga diterapkannya UU Pokok Agraria (UU no 5 Tahun 1960).   

Bagi-bagi lahan menjadi prioritas Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setiap petani dan peserta program transmigrasi mendapat jatah berkebun seluas 2 Ha. Kini, kebun-kebun di Sulawesi dan Kalimantan menjadi kebun garapan petani dan transmigra. Bukan seperti mimpi buruk selama ini, lahan transmigran dicaplok untuk kebun lalu trasmigran dipindahkan ke gunung atau hutan. Walhasil, menjadi seorang transmigran menjadi sebuah kebanggaan nasional sebab menjadi pelopor reforma agraria dan pelopor perkebunan rakyat nasional.

Kedaulatan Desa

Program Desa Daulat Benih sudah tidak ada sebab setiap desa sudah mampu menghidupi dirinya sendiri. Pemerintah malah kebingungan mengarsipkan keunikan setiap desa. Masyarakat internasional tercengang akan keragaman pangan nasional.  Bahkan World Trade Organization (WTO)  bingung cara mendikte Indonesia.  

Skema pedagangan yang mereka susun ternyata tidak cocok bagi bangsa yang sudah berdaulat pangannya. Perjanjian-perjanjian Internasional yang pernah diratifikasi kemudian diuji dan ditelaah langsung oleh DPR. Ratusan perjanjian internasional dibatalkan. Lalu, Indonesia mengundang seluruh negara berkembang untuk mewujudkan perdagangan yang adil antar bangsa-bangsa. Presiden RI menjadi Kordinator Internasional untuk Keadilan Perdagangan.  

Bangsa Indonesia menjadi pelopor lumbung pangan dunia. Lumbung pangan dunia menjadi rujukan internasional untuk menghentikan kelapran dan mengatasi gizi buruk. Para peneliti internasional berbondong-bondong masuk ke Desa-desa di seluruh pelosok nusantara untuk mengetahui keajaiban pengelolaan pangan dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun