"Hey, Angkat beras sehat itu!! Pak Mentri harus segera memasaknya, kita tak boleh membiarkan pemerintah makan beras dari luar negeri, beras yg diproduksi dengan pestisida". Hardik Mang Ambary ke Mang Jaya anggota kelompok taninya. Setelah reforma agraria dan penyuluhan pertanian yg intensif dari pemerintah, taraf hidup petani jauh meningkat.Â
Petani menjawab komitmen pemerintah dalam menyediakan alsintan dengan memenuhi pangan dalam negeri. Umbung Desa beroperasi dengan baik, jaringan irigasi lancar, Â hulu sungai rimbun dengan tanaman tahunan, hilir sungai mengalir air jernih. Ahli teknik sipil mampu menyulap daerah aliran sungai (DAS) menjadi sumber pengairan untuk pertanian dan sumber minum masyarakat Desa.Â
Seolah tak mau kalah, para peneliti pertanian juga menghasilkan benih padi berumur pendek, adaptif terhadap ekosistem dan iklim lokal, dapat ditanam tiga kali dan benih ini menjadi kegemaran petani. Petani hanya percaya benih karya dalam negeri. Benih yg dirakit oleh peneliti pemerintah. Para petani tinggal memakai dan menangkarkannya. Â Petani tidak dibiarkan sendiri, perguruan tinggi berubah menjadi "saung" petani, seluruh karya penelitian dipersembahkan buat petani. Seminar-seminar diselengagarakan untuk menjawab tantangan pangan nasional dan kesejahteraan petani. Â Kesadaran organik para peneliti sudah di jalan yang benar, korporasi besar berubah menjadi koperasi unit desa. Â Geliat ekonomi desa meningkat. Â
Impor beras berhenti, harga stabil, harga ditetapkan oleh petani sebesar Rp 8.500/Kg beras, Â HET Gabah/GKP Rp. 4.500/Kg. Anggaran pertanian berkurang drastis dari Rp. Â 22,6 Trilliun menjadi 7 Trilliun. Â
Para pejabat pemerintah yang TURBA (turun ke bawah) disangoni oleh petani, Kunjunga desa menjadi ajang yang gembira tanpa persiapan yang ribet dari panitia yang ditetapkan pemerintah. Festival desa menjadi ajang unjuk kebolehan karya petani, panen raya selalu dibiayai petani, APBN tidak lg dibebani utk memoles peresmian-peremismian. Segala bentuk syukur desa dan ruwatan desa diselenggarakan masyarakat desa secara gotong royong, secara urunan.
Organisasi Tani bergeliat. Pemuda/i lebih senang menggunakan kaos sablonan lambang organisasi taninya daripada merk dan brand-brand terkenal luar negeri. Kaos berubah menjadi baju idiologi. Peningkatan taraf hidup desa melambung tinggi. Puskesmas mendapat pembiayaan "segar" dari keuntungan koperasi desa. Rumah Sehat Ibu dan Anak dikelola oleh Bidan dan Tenaga kesehatan terampil. Desa bertransformasi menjadi simbol kekuatan lokal, benteng Nasional.
Pencapaian Kinerja Pemerintah.
Indikator keberhasilan pemerintah bukan tentang serapan anggaran atau seberapa banyak rilis dari HUMAS dan persentase peningkatan luas tanam. Â Pemerintah bidang pertanian disibukkan dengan pekerjaan menghasilkan temuan-temuan baru untuk mengatasi pasca panen hasil petani yg semakin tinggi. Demo-demo tentang impor berhenti, kantor kementrian sepi sebab pegawainya lebih banyak berkantor di kantor kelompok tani. Â
Kantor Kementrian Pertanian berubah menjadi Lembaga Transisi Pertanian Indonesia. Pencapain pemenuhan pangan nasional dapat diwujudkan selama 10 tahun. Pencapaian tersebut dahulu disusun secara hati-hati dan realistis. Â Bukan berdasar obsesi mentri atau beban kerja dari Presiden tapi hasil Rembuk Nasional bersama petani selama berhari-hari.
Mentri pertanian menjadi idola baru masyarakat. Jabatan mentri dielu-elukan seolah menjadi prasyarat masuk surga karena mampu menghilangkan kemiskinan di desa. Para petani selalu mendo'akan kebaikan untuk Bapak Mentri. Mentri sibuk mendengar keluhan petani, takzim atas kemuliaan pekerjaan tani.
Praktek Bertani yang  Presisi.