Mohon tunggu...
Azwara Nasution
Azwara Nasution Mohon Tunggu... -

laki - laki, 24 tahun, Bogor, Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Revolusi Pendidikan Pertanian IPB: Transformasi Menuju IPB yang Melayani

17 Juli 2013   15:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:25 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak hanya mahasiswanya yang resah, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga sudah memberikan sinyalemen kecerobohan sistem pendidikan pertanian di IPB. Muhaimin Iskandar pernah menyayangkan banyaknya alumni IPB yang menjadi pelayan setia Perusahaan. Muhaimin menyindir ketidak pekaan alumni IPB dengan berujar "Kalau bisa, alumni IPB, jangan semuanya direkrut oleh perusahaan,  sebagian harus terjun dalam dunia wirausaha, menciptikakan lapangan kerja  dan menjadi pemimpin perusahaan sendiri," (http://www.beritasatu.com/ekonomi/73483-kemenakertrans-minta-alumni-ipb-terjun-ke-wirausaha.html ).

Dalam tracer study tahun 2006 menunjukkan hanya 35% alumni IPB bekerja di bidang pertanian dalam arti luas. Sebanyak 65 % bekerja di luar sector pertanian. Namun Direktur Kemahasiswaan IPB menganggap hasil tracer study biasa saja. (http://luthfi.blogsome.com/2008/08/01/tentang-alumni-ipb/). Padahal ini merupakan bukti nyata bahwa mahasiswa dan alumni IPB sudah tidak percaya dengan masa depan pertanian bahkan nyata - nya meninggalkan pertanian.

Tentu ini bukan fenomena biasa, ini adalah sebuah realitas yang harus direvolusi. Tekad yang bulat dan semangat yang berapi - api tidak akan berguna apabila falsafah dasar tidak segera dibenahi. Kebingungan akan masa depan pertanian harus dijawab dengan mulai menghadirkan petani di setiap perhelatan kampus rakyat.

Revolusi Pendidikan Pertanian.

Kampus harus melayani petani. Apabila demikian yang kita kehendaki maka IPB harus melakukan Revolusi Pendidikan Pertanian. Penulis meyakini ada tiga hal pokok untuk mewujudkan revolusi pendidikan pertanian yakni :

1. Sistem Pendidikan Pertanian berbasis Pengetahuan Tradisional dan ekologis. Sistem pendidikan sekarang merupakan sistem pendidikan yang men-generated akumulasi capital (kapitalisme, neoliberalisme), penyebab kerusakan lingkungan dan penghasil ketergantungan terhadap big agriculture corporate. Akibatnya hak - hak pengetahuan tradisional tidak mendapat jatah dalam diskusi -diskusi ilmiah bahkan hanya sebagai barang usang yang menjadi objek wisata. Petani - petani harus dihadirkan di kampus, diberikan haknya untuk menjelaskan pertanian yang ia kerjakan, dilibatkan dalam perumusan kebijakan pertanian (bukankah petani yang sebenarnya menjadi pelaku utama pertanian bukan Doktor atau Profesor yang menjadi ahli perumus naskah akademik), dipulihkan harga dirinya sebagai penyandang pangan dan dihargai karyanya sebagai penjaga pengetahuan tradisional. Dengan demikian IPB akan mampu menyelenggarakan kegiatan semacam ekspo sistem pertanian ekologis, bulan pangan sehat dan dan gebyar pengetahuan tradisional. Tentu kegiatan ini sangat memungkinkan dilaksanakan, sebab IPB sudah terbiasa menyelenggarakan event yang lebih besar, hanya sedikit modifikasi pada narasumber, biasanya Monsanto Indonesia, Pioneer, Bisi, USAID, Ilmuan Bioteknologi Eropa dan ahli Ekonomi Amerika digantikan Petani, organisasi petani dan nelayan, masyarakat adat dan masyarakat lokal.

2. Pola pendidikan partisipatif. Pendidikan pertanian IPB yang ortodok dan konvensional harus dirombak menjadi pola pendidikan pendidikan partisipatif. Mahasiswa pertanian harus menghabiskan 75% dari umur pendidikannya di lahan petani, sisanya untuk mendebat, mendiskusikan dan mencari solusi dari praktek pertanian yang dilakukan petani. Peserta didik harus melakukan tiga dasar pendidikan pertanian partisipatif yakni live in with peasant (hidup bersama petani) yakni menginap di rumah petani, makan bersama petani dan bekerja bersama petani. Inilah pola pendidikan yang demokratis, pola pendidikan yang lahir dari anak didik, untuk anak didik dan oleh anak didik. IPB tidak boleh bekerja sendiri lagi, lahan - lahan praktek pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan IPB harus dikerjasamakan dengan organisasi - organisasi petani, peternak kecil, konsorsium masyarakat pinggir hutan dan nelayan. Berdasarkan pengalam penulis ketika live in bersama petani Sukabumi dan Bogor sepanjang tahun 2010 - sekarang, penulis menemukan ratusan permasalahan pertanian modern dan menemukan jua beribu solusi karya petani.

3. Pola penelitian partisipaif. Penelitian - penelitian IPB ke depan harus adil dan partisipatif serta menempatkan petani sebagai subjek dari penelitian. Para peneliti (dosen, mahasiswa, Lembaga Penelitian) di IPB harus menghentikan pemaksaan penerapan hasil penelitiannya bagi petani. Peneliti harus berhenti mengasingkan dirinya di Laboratorium dan keluar dari model - model yang menjadi kepercayaannya. Peneliti IPB harus turun ke desa - desa menguji praktek pertanian small scale farming, mengevaluasi kebijakan - kebijakan Revolusi Hijau dan dengan berani dan jujur menciptakan sendiri solusi yang pas untuk diterapkan bersama petani. Merevitalisasi dan terus mengembangkan fungsi dan peran klinik tanaman, menggembangkan dan mendirikan pusat pupuk hayati komunal di tingkat petani, mendirikan Bank Benih IPB dan Lumbung Benih di tingkat desa, mendirikan dan mengembangkan pusat penelitian dan transformasi pedesaan, mengembangkan pusat pangan lokal dan mendirikan Pusat Usaha Mikro IPB. Penulis meyakini apabila semua ini dilaksanakan banyak sekali penelitian solutif yang bermanfaat buat rakyat Indonesia dan peran IPB sebagai solusi permasalahan pertanian, pedesaan dan urban akan terwujud.

Hal ini tidaklah sulit, Guru besar Universitas berkelas dunia sudah melakukannya. Sebut saja Prof. Miguel Altieri dari Berkley University yang sukses bersama Jaringan Agroekologinya di Amerika Latin, Prof. Peter Rosset yang hidup bersama petani di Via Campesina, Prof. Patrick Mulvany sukses bersama Practical action, dan Sateesh di India yang telah sukses mengorganisir kaum kasta rendah India untuk mewujudkan kedaulatan pangan.

Revolusi pendidikan pertanian merupakan cita - cita yang sangat mungkin diwujudkan. Sebuah Revolusi yang melahirkan mahasiswa dan alumni IPB yang sanggup menyelesaikan permasalahan-permasalahan pertanian. Revolusi pendidikan pertanian untuk melayani petani dan turut bersama petani membuka jalan pembebasan petani. Pembebasan petani dari penjara ketergantungan input eksternal. Inilah tatanan revolusi pendidikan pertanian yang harus kita dorong bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun