Mohon tunggu...
Azura Saichi
Azura Saichi Mohon Tunggu... -

MUslimah | Ideologi Islam | Laskar Aksara | Mahasiswi Psikologi | Bandung

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presiden Baru = Indonesia Baru?

21 Mei 2014   06:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:17 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua ribu empat belas. Tahun baru, harapan baru. Sebagaimana yang kita ketahui, tidak sedikit rakyat Indonesia yang menggantungkan harapannya pada hasil pemilu yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Tahun yang disebut-sebut sebagai tahun politik ini sangat diharapkan dapat melahirkan pemimin baru yang akan mewujudkan Indonesia baru.

Angin segar pun bertiup dengan bermunculannya sosok-sosok yang kelihatannya peduli akan nasib bangsa ini. Harapan pun semakin terasa nyata bahwa sosok-sosok ini akan membawa perubahan yang dirindukan. Namun akankah harapan rakyat ini menjadi nyata dengan adanya hasil pemilu 2014? Ataukah hanya akan menjadi harapan kosong yang tak kunjung terealisasi?

Masalahnya adalah, perubahan seperti apa yang sebenarnya diharapkan masyarakat? Pemilu, adalah sebuah mekanisme yang memang meniscayakan adanya sebuah perubahan. Namun, perubahan yang dihasilkan hanyalah perubahan rezim, atau pergantian orang saja. Sementara permasalahan yang ada bukanlah permasalahan orangnya saja, ada hal lain yang lebih penting yang melatarbelakangi segala permasalahan yang ada.

Jika memang benar apa yang terjadi saat ini hanya terkait orangnya saja, mengapa setelah berulangkali berganti pemimpin kondisi bangsa ini masih tak kunjung berubah dan justru semakin memburuk? Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang terkait dengan masalah ekonomi yang juga terkait dengan kebijakan politik, menjadi sebuah titik terang bahwa permasalahan yang ada seungguhnya merupakan permasalahan sistemik. Yang mana permasalahan ini tidak akan selesai dengan hanya pergantian orang saja.

Sebagai contoh, walikota Surabaya yang waktu itu diminta untuk menutup lokalisasi yang ada di kotanya, mengatakan bahwa ia tidak dapat melakukan hal itu begitu saja karena ia belum mampu memberi penghasilan pengganti bagi para pekerja di sana. Karena, jika tempat itu ditutup, akan banyak orang-orang yang kehilangan pekerjaan sementara mereka butuh sesuap nasi untuk kehidupan keluarga mereka. Artinya, kondisi seperti ini memamng tidak terlepas dari sistem hidup yang sedang menaungi kita saat ini. Banyak pengangguran karena lapangan pekerjaan terbatas pada orang-orang berpendidikan, banyak yang tidak berpendidikan karena pendidikan mahal, pendidikan tidak terjangkau karena kesulitan ekonomi, kesulitan ekonomi karena tidak mendapat pekerjaan.

Begitulah seterusnya masalah-masalah ini terjadi. Berputar seperti mata rantai yang tidak akan selesai jika rantainya tidak diputus. Permasalahan ini juga tidak dapat terselesaikan dengan terpilihnya satu orang baik untuk memangku jabatan pemimpin. Satu orang baik saja tidak akan berdaya menghadapi kerasnya sistem yang tidak mendukung orang-orang baik untuk berada di dalamnya.

Untuk itu, ketika permasalahan di negeri kita sudah begitu rumit dan semuanya terkait sistem, maka cara menyelesaikannya adalah dengan mengganti sistem yang sudah terbukti berpuluh-puluh tahun hanya mampu menyengsarakan rakyat dan tidak membawa perubahan apapun ini dengan sebuah sistem yang baru. Sistem yang sudah ada dan sudah sempurna sejak berabad-abad yang lalu. Sistem yang terbukti mampu bertahan paling lama dibandingkan sistem-sistem lain. Satu-satunya sistem tata kehidupan yang mampu menyatukan tiga agama dalam satu negara, serta mampu menyatukan dua pertiga dunia.

Sistem ini adalah sistem Islam, yang hanya dapat diwujudkan dalam bingkai Khilafah. Sistem yang akan membawa perubahan yang hakiki, kesejahteraan bagi seluruh manusia, dan tentunya membawa keberkahan. Wallahua’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun