Pembangunan olahraga di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan selama dua periode penting dalam sejarah bangsa ini: masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) dan Orde Baru (1966-1998). Kedua era ini memiliki karakteristik yang berbeda dalam pendekatan dan kebijakan terhadap olahraga, yang mencerminkan kondisi politik dan sosial saat itu.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dipimpin oleh Presiden Sukarno ditandai dengan semangat nasionalisme yang tinggi. Dalam konteks olahraga, pemerintah saat itu mencoba memanfaatkan olahraga sebagai sarana untuk memperkuat identitas nasional dan menunjukkan eksistensi Indonesia di kancah internasional. Olahraga dianggap sebagai bagian integral dari pembangunan karakter bangsa. Beberapa even olahraga internasional, seperti Asian Games 1962 yang diadakan di Jakarta, menjadi simbol keberhasilan Indonesia di mata dunia.
Namun, meskipun terdapat upaya untuk memajukan olahraga, kebijakan pemerintah sering kali bersifat sentralistis dan didominasi oleh kepentingan politik. Olahraga tidak sepenuhnya otonom, melainkan sering kali dijadikan alat untuk memperkuat kekuasaan dan legitimasi politik pemerintah. Keterlibatan partai politik dalam organisasi olahraga juga mengakibatkan polarisasi yang mengganggu perkembangan olahraga secara keseluruhan.
Orde Baru
Setelah jatuhnya Sukarno dan lahirnya Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, pendekatan terhadap pembangunan olahraga mengalami perubahan yang cukup drastis. Orde Baru berfokus pada stabilitas politik dan pembangunan ekonomi. Dalam konteks olahraga, pemerintah memberikan perhatian lebih pada pembinaan atlet dan penyelenggaraan event-event olahraga. Infrastruktur olahraga dibangun dengan lebih baik, dan Indonesia mulai aktif mengikuti berbagai kompetisi internasional.
Pemerintah Orde Baru juga mengembangkan program-program pembinaan yang lebih sistematis, seperti pembentukan pusat pelatihan dan pengembangan bakat atlet. Dalam era ini, Indonesia berhasil meraih sejumlah prestasi di ajang internasional, termasuk medali emas di Olimpiade dan Asian Games. Namun, di balik prestasi tersebut, terdapat praktik-praktik yang menunjukkan adanya intervensi politik, di mana olahraga sering kali dipakai untuk tujuan propaganda dan legitimasi kekuasaan.
Kesimpulan
Pembangunan olahraga pada masa Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru menunjukkan bahwa olahraga tidak hanya sekadar aktivitas fisik, tetapi juga menjadi arena di mana kekuasaan politik dan identitas nasional bertemu. Meskipun kedua era tersebut memberikan kontribusi terhadap perkembangan olahraga di Indonesia, perlu dicatat bahwa intervensi politik yang kuat dapat mengakibatkan dampak negatif bagi otonomi olahraga itu sendiri.
Ke depan, penting bagi Indonesia untuk belajar dari sejarah dan mengedepankan kebijakan olahraga yang lebih inklusif, transparan, dan bebas dari intervensi politik. Dengan demikian, olahraga dapat berfungsi sebagai sarana untuk membangun persatuan dan kebanggaan nasional, serta memberikan kontribusi positif bagi perkembangan karakter dan kesehatan masyarakat.
Rifki Fathur Rozi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI