COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona baru. Penyebarannya terjadi melalui tetesan udara atau droplet dari orang yang terinfeksi melalui batuk, bersin, atau berbicara, serta melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi. Infeksi COVID-19 dapat menyebabkan gejala ringan hingga parah, dan dalam beberapa kasus dapat mematikan. Migrasi, pada umumnya, merujuk pada perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain.Â
Dalam konteks COVID-19, migrasi dapat memperluas penyebaran virus, terutama jika orang yang bermigrasi tidak mematuhi protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak sosial, dan mencuci tangan dengan sering. Selama pandemi COVID-19, banyak negara telah membatasi perjalanan antar wilayah atau antar negara untuk memperlambat penyebaran virus. Namun, masih terjadi perpindahan orang dalam negeri atau lintas negara yang dapat mempercepat penyebaran virus jika tidak diatur dengan baik (Manager, 2021).
Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak yang signifikan pada migrasi internasional di seluruh dunia. Pemerintah di berbagai negara memberlakukan pembatasan perjalanan, lockdown, dan karantina, yang berdampak pada mobilitas dan kebebasan pergerakan orang dari satu negara ke negara lainnya.Â
Sejumlah negara menghentikan sementara atau membatasi masuknya imigran dan pengungsi ke wilayah mereka. Beberapa negara juga menunda atau membatalkan proses imigrasi dan pengungsi, sementara yang lain memperketat persyaratan untuk masuk. Dalam jangka pendek, pandemi COVID-19 telah mengurangi jumlah migran internasional karena pembatasan perjalanan dan penutupan perbatasan.Â
Namun, dalam jangka panjang, pandemi ini mungkin akan mempercepat perubahan dalam pola migrasi internasional. Misalnya, pandemi ini mungkin mempercepat peralihan ke kerja jarak jauh dan memberikan dorongan pada orang-orang untuk mempertimbangkan pindah ke negara lain karena perubahan dalam kebutuhan bisnis atau kehidupan pribadi.Â
Selain itu, pandemi COVID-19 juga telah memperlihatkan kepada dunia betapa pentingnya imigran dalam berbagai sektor, seperti perawatan kesehatan, perdagangan, dan layanan publik. Hal ini mungkin memperkuat argumen untuk memperbaiki sistem imigrasi di banyak negara (Newland, 2020).
Jepang merupakan salah satu negara yang mengalami dampak signifikan dari pandemi COVID-19 pada sektor migrasi internasional. Pada awal pandemi, Jepang memberlakukan pembatasan perjalanan dan menerapkan karantina untuk semua orang yang masuk ke negara tersebut. Namun, pada bulan Oktober 2021, Jepang mulai membuka kembali perbatasannya dan mengizinkan sejumlah kecil pelancong asing masuk ke negara tersebut.Â
Dalam konteks kebijakan migrasi, Jepang telah memperkenalkan serangkaian kebijakan baru dan memperbarui persyaratan masuk bagi orang asing. Beberapa kebijakan migrasi baru yang diperkenalkan oleh Jepang setelah pandemi COVID-19 antara lain: Karantina dan pemeriksaan kesehatan yang ketat: Setiap orang yang masuk ke Jepang wajib menjalani karantina selama 14 hari dan mengikuti protokol pemeriksaan kesehatan yang ketat.Â
Jika ada gejala COVID-19 yang dicurigai, orang tersebut harus segera melakukan tes PCR dan mengisolasi diri. Pembatasan jumlah masuk: Jepang membatasi jumlah orang asing yang diizinkan masuk ke negara tersebut setiap bulannya. Persyaratan ini didasarkan pada ketersediaan tempat karantina dan kapasitas pemeriksaan kesehatan (Tashiro & Shaw, 2020).Â
Persyaratan visa yang diperketat: Jepang memperketat persyaratan visa untuk masuk ke negara tersebut. Beberapa kategori visa, seperti visa sementara, visa mahasiswa, dan visa tenaga kerja terampil, membutuhkan persyaratan tambahan seperti hasil tes COVID-19 yang negatif dan rencana perjalanan yang rinci.Â
Pemulihan ekonomi melalui imigrasi: Jepang telah mengumumkan rencana untuk mempercepat proses imigrasi bagi tenaga kerja asing yang dibutuhkan dalam sektor tertentu, seperti industri konstruksi dan perawatan kesehatan. Langkah ini diambil untuk mempercepat pemulihan ekonomi Jepang yang terdampak pandemi COVID-19 (Milly, 2023).
Selama pandemi Jepang mengalami beberapa perubahan dalam hal migrasi. Ada peningkatan dalam jumlah warga asing yang meninggalkan Jepang, terutama di antara mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi atau yang mengambil keputusan untuk kembali ke negara asal mereka karena ketidakpastian ekonomi.Â
Di sisi lain, ada juga peningkatan dalam jumlah warga asing yang datang ke Jepang untuk bekerja di sektor kesehatan dan teknologi informasi, terutama di bidang teknologi AI dan robotik (Milly, 2023). Pemerintah Jepang telah mengeluarkan kebijakan baru untuk menarik lebih banyak tenaga kerja asing ke Jepang, termasuk pengurangan waktu tunggu visa dan memperluas akses ke program pelatihan kerja.Â
Namun, migrasi setelah pandemi COVID-19 masih dalam tahap transisi dan banyak faktor yang tidak pasti yang mempengaruhi keputusan migrasi orang, termasuk kebijakan imigrasi dari pemerintah Jepang, situasi ekonomi global, dan keamanan kesehatan. Oleh karena itu, penting bagi individu yang ingin bermigrasi ke Jepang untuk memahami situasi terbaru dan memperhatikan peraturan imigrasi yang berlaku (Tashiro & Shaw, 2020).
Pemerintah Jepang sendiri telah mengeluarkan beberapa kebijakan dan program untuk mengatur migrasi setelah pandemi COVID-19. Beberapa di antaranya adalah: Pengurangan waktu tunggu visa: Pemerintah Jepang telah mengumumkan pengurangan waktu tunggu untuk visa untuk tenaga kerja asing di bidang teknologi informasi, konstruksi, dan perawatan kesehatan.Â
Perluasan program pelatihan kerja: Pemerintah Jepang juga telah memperluas program pelatihan kerja untuk tenaga kerja asing di bidang teknologi informasi, kesehatan, dan manufaktur. Program ini memberikan kesempatan bagi tenaga kerja asing untuk belajar bahasa dan keterampilan teknis Jepang sambil bekerja di perusahaan-perusahaan Jepang.Â
Sistem poin imigrasi: Pemerintah Jepang juga mengoperasikan sistem poin imigrasi, yang memprioritaskan aplikasi visa untuk tenaga kerja asing dengan tingkat keterampilan dan pendidikan yang tinggi. Penyebaran informasi online: Pemerintah Jepang telah meningkatkan upaya untuk menyediakan informasi online tentang migrasi ke Jepang, termasuk proses visa dan kehidupan di Jepang (Milly, 2023). Namun, perlu dicatat bahwa kebijakan migrasi Jepang terus berubah dalam menghadapi pandemi COVID-19, dan penting bagi calon imigran untuk memperhatikan peraturan imigrasi terbaru dan keamanan kesehatan yang diberlakukan oleh pemerintah Jepang.
Referensi:
Manager, Jurnal (2021) "MISI GEREJA DALAM KONTEKS PANDEMIK COVID-19, MIGRASI DAN DIASPORA", DA'AT : Jurnal Teologi Kristen, 1(2).
Milly, D. J. (2023). Multilevel governance, community and emergency management during the pandemic: migrants in Japan. International Journal of Sociology and Social Policy, (ahead-of-print).
Newland, K. (2020). Will international migration governance survive the COVID-19 pandemic. Migration Policy Institute.
Tashiro, A., & Shaw, R. (2020). COVID-19 pandemic response in Japan: What is behind the initial flattening of the curve?. Sustainability, 12(13), 5250.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H