Mohon tunggu...
Azra Thania Resmana
Azra Thania Resmana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi di Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tiga Suara Kalbu

3 Januari 2022   11:04 Diperbarui: 3 Januari 2022   11:07 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tujuh Mimpi 

karya Azra Thania Resmana

Tujuh jiwa, tujuh hati

Berpencar-pencar layaknya supernova

Bersinar diberbagai galaksi berbeda

Kebisingan menjadi tanda sinar mereka

Tujuh jiwa itu bertemu

Tengah malam ada detik hilang laju

Semua merangkak hampir ke jurang

Pagi hari ada waktu peluk pundak untuk kuat

Mereka saling berjalan dan menghampiri satu persatu jiwa itu

Menyatukan jemari hingga menyatu jadi erat

Tujuh hati

Ingat detaknya tiap hari

Ingat ada kepahitan ditiap detaknya yang membekas

Mereka jahit itu bersama hingga tidak terasa

Tujuh mimpi

Terjabah jadi satu hati

Jahitan itu makin erat

Hingga luka bukan lagi luka

Mereka saling menyembuhkan

Teman Senja

karya Azra Thania Resmana

Bersimpuh di bibir pantai

Menatap sang surya pulang

Sendiri yang berkawan dengan sunyi

Tiba menyapa ujung hari tanpa ada monolog dan epilog

Bolehkah aku meminta

Satu hayat bersemayam di sisi

Sekedar bertanya untuk hari ini

Mendengar narasi sebagai penutup hari

Tidak perlu hadir tiap detik

Semua siang bukan hanya untuk satu nyawa

Tiap hembusan nafas perlu bijak

Tidak berucap namun terasa hawanya

Siap menangkap titah yang terbawa angin laut

Siap menampung bekas darah yang tersisa

Sesak biasa dilahap sendiri

Namun tidak selamanya

Titik Koma

karya Azra Thania Resmana

Dia datang bawa sesuatu dipundaknya

Maknanya tersirat namun nyata

Itupun tidak diucap

Tapi bernada indah sampai ke hati

Dia sempat pergi

Kemudian kembali datang tanpa diminta

Dia sempat pergi

Namun wujudnya kali ini ditunggu

Dia kembali menghampiri jiwa ini dengan berjalan pelan

Membawa aroma manisnya kebahagiaan

Telapak yang mengerut dan kasar itu diam

Pergi selamanya menyisahkan pahit menyeruak keseluruh lidah hingga kaku

Semua yang punya awal

Pasti akan bertemu akhir

Menanti tanpa koma

Merindu tanpa titik

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun