Pulang Kampung. Seperti biasanya silaturahmi memang merupakan agenda wajib jika ada kesempatan untuk mudik. Kendati satu pekan di kampung halaman belum semuanya di kunjungi satu persatu, namun tak mengurangi rasa hormat dan apresiasi saya kepada keluarga, sahabat, dan karib lainnya.
Sepekan berada di kampung halaman sepertinya harus memohon maaf sedari awal karena belum sempat mengunjungi satu persatu. Semoga dilain waktu bisa, sebab manusia hanyalah perencana yang baik. Â Inshaallah, hari ini bertolak ke Makassar tuk persiapan kembali ke ibukota merajut asa.
Dari rumah ke rumah saya kunjungi keluarga selain bertanya kabar, juga mendengar keluhan yang hampir seragam. Tak lain dan tak bukan yakni harga-harga hasil panen yang turun drastis dan membuat lesu masyarakat tani. Mulai dari harga kopra hingga harga lada yang merosot turun beberapa kali lipat.
Hal ini, tentu saya sangat paham, sebab jika pulang kampung saya selalu menyederhanakan pembahasan tidak jauh dari seputar pertanian dan kebun yang dikelola keluarga. Tak pernah terbesit dalam pikiran saya membahas hiruk pikuk, riuh gemerlap ibukota jika berada di kampung halaman. Satu dari sekian alasannya yakni ingin berada lebih dekat dengan keluarga dan tak ingin membuat sekat. Kendati hanya dalam hal obrolan sederhana.
Kabupaten Sinjai sebagai salah satu daerah agraris tentu sangat terimbas atas gejala anjloknya harga-harga hasil panen.
Kenyataan pahit ini, mengingatkan saya pada insiden kekecewaan petani di Kayu Aro Kerinci, ramai-ramai buang kentang dan sayur kol ke jalan raya karena harga yang tak layak pada Januari 2019 lalu. Serta beberapa bentuk kekecewaan di belahan daerah lainnya.
Dari sesaknya Jakarta, saya meneropong berbagai informasi termasuk nasib petani. Hati terasa teriris sesak tiap kali mengurai informasi nasib petani yang belum begitu menggembirakan di berbagai daerah yang dibanggakan sebagai negara maritim dan agraris ini. Dan beberapa hal tersebut, saya dengar langsung dari keluarga dan kerabat sendiri di kampung.
Kadangkala memang hati miris dan seolah ingin marah. Betapa tidak, nasib petani hanya santer dibahas jika menjelang perhelatan pemilu dan diabaikan seiring waktu usai pesta politik berlangsung. Petani masih menjadi kelompok masyarakat yang jadi komoditi politik yang sering diabaikan!
"Petani butuh lebih dari sekedar BETON INFRASTRUKTUR yakni ketersediaan pupuk, harga yang menggembirakan dan berbagai formulasi kebijakan pemberdayaan masyarakat tani yang lebih sejahtera,"
Catatan Menyambut Subuh,
Sinjai, 10/6/2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H