Tim Lindsey dari University of Melbourne dalam artikelnya berjudul Jokowi in Indonesia's 'Neo-New Order' di laman EastAsiaForum.org, menyebut Jokowi sebagai neo Orde Baru. Lindsey menyoroti kegagalan pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, meningkatnya penggunaan tuduhan kriminal palsu untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan aktivis antikorupsi dan meningkatnya pembunuhan di luar hukum terhadap tersangka narkoba.Â
Mengapa para pengamat asing sangat khawatir kecenderungan perubahan pemerintahan Jokowi meninggalkan prinsip-prinsip demokrasi, dan mengambil jalan otoriter. Â Sebuah artikel terbaru yang ditulis oleh Tom Power seorang kandidat PhD dari Australian National University (ANU) mengungkap secara rinci. Berdasarkan hasil diskusinya dengan sejumlah pengamat, termasuk dari Indonesia, Power berkesimpulan "Jokowi bertindak dengan cara yang tidak liberal atau anti-demokrasi. Ini adalah hasil dari kepekaan politik yang sempit, pemikiran jangka pendek dan pengambilan keputusan secara ad hoc," tulisnya. (Baca lebih lengkap alasan Jokowi disebut otoriter disini)
Membaca sejumlah kritik pengamat asing terhadap pola otoritarian Joko Widodo mencoba membuka topeng pencitraan Joko Widodo.Â
Setelah mayoritas publik mulai terbentuk nalar kritisnya melihat sejumlah realitas dan fenomena sosial politik Joko Widodo. Di level tersebut, kesadaran warga (pemilih) untuk tak lagi tertipu dengan janji dan citra palsu. Pada ranah kajian inilah media harus menjalankan perannya sebagai sosial kontrol.Â
Sumber:Â
https://www.rmol.co/read/2018/11/12/365934/Pengamat-Asing:-Jokowi-Berubah-Menjadi-Otoriter-
http://www.newmandala.org/jokowis-authoritarian-turn/
https://www.rmol.co/read/2018/02/18/327076/Saatnya-Media-Bongkar-Pencitraan-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H