Mohon tunggu...
Azra Azra
Azra Azra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menonton

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mengenal Budaya Riau Melalui Kunjungan Ke Rumah Adat Lontiok

30 Desember 2024   18:15 Diperbarui: 30 Desember 2024   18:07 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Rumah Adat Lantiok

 

Salah satu aset karya arsitektur melayu. merupakan bagian esensial dan salah satu khanzanah warisan yang perlu di kaji secara luas dan mendalam ( zain dan fajar, 2014 ). ornamen dan ragam hias pada rumah melayu salah satunya yaitu rumah lantiok memiliki bentuk ukiran yang indah, setiap ukiran mengandung makna. Rumah lantiok berada di pulau Belimbing kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
    Desa pulau belimbing adalah wilayah pemukiman melayu yang berada di kampar. Kebudayaan serta adat istiadat baik dari segi kebiasaan, tingkah laku, bahasa melayu dengan dialek yang khas, pakaian tradisional masih kental dan sampai saat ini masih di lestarikan oleh masyarakat setempat. Yang paling utama dalam masyarakat di pulau belimbing yaitu menjunjung tinggi budaya malu, bagaimana perinsip malu itu ada di diri masyarakat pulau belimbing. Dari cara berpakaian, bergaul semua ada aturannya. Bagaimana budaya melayu itu melekat di diri masyarakat pulau belimbing, sesuai dengan ketentuan agama yang di yakini yaitu agama islam. Hukum yang ada di desa pulau belimbing berdasarkan kesepakatan yang mengacu pada hukum dan aturan-aturan Allah Swt.
    Rumah lantiok terletak di desa wisata Pulau Belimbing, kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Asal mula disebut pulau belimbing mempunyai sejarah, yaitu di desa ini dulunya banyak ditumbuhi pohon belimbing.
Rumah lantiok ini merupakan rumah adat kampar, yang saat ini masuk dalam daftar warisan budaya di Provinsi Riau. Rumah lantiok berdiri pada tahun 1900. Rumah panggung ini memiliki ciri utama yang berbentuk seperti perahu. Penamaan "lentik" diambil dari bentuk atapnya yang melengkung lentik. nenek moyang masyarakat Kampar diyakini datang dari jalur laut dan telah membangun peradaban di atas laut dalam waktu yang lama. Setelah begitu lama hidup di atas sampan, muncul keinginan untuk memiliki tempat tinggal yang lebih besar dan nyaman sehingga ada dorongan untuk tinggal di daratan.
   Mereka kemudian menyusuri sungai Kampar hingga ke daerah hulu dan sampailah di sebuah tempat yang kini disebut desa Kuok. Di tempat itu, mereka mulai membangun rumah dari kayu dan bahan-bahan yang semuanya dapat diperoleh dari alam.
Meskipun sudah berpindah ke daratan, namun mereka enggan melupakan asal-usulnya yang pernah hidup di sampan.
Maka dibuatlah tempat tinggal yang atapnya berbentuk melentik ke atas sehingga menyerupai sampan panjang yang pernah mereka tinggali. Bentuk atap yang melentik inilah yang kemudian membuat nama rumah mereka disebut dengan nama lontiok yang berarti lentik. Selain itu, bentuk yang melentik itu juga dimaknai sebagai bentuk penghormatan seorang manusia pada Tuhan dan sesamanya.                                               

  Rumah adat milik masyarakat Kampar ini sengaja didesain dengan beberapa tiang penyangga sehingga berbentuk rumah    panggung yang cukup tinggi.Penambahan tiang penyangga di bagian bawah rumah ini berfungsi untuk melindungi penghuni rumah dari serangan hewan buas dan bencana alam seperti banjir bandang. Selain itu, dengan rumah tinggi ini juga bisa sebagai pertahanan dari serangan suku-suku lainnya. Tak sampai situ saja, desain rumah tinggi ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat Kampar sebagai tempat untuk memelihara hewan dan juga beternak. Bahkan, beberapa orang juga menggunakan kolong rumah untuk gudang.Bentuknya yang seperti rumah panggung ini tentunya memerlukan tangga untuk akses masuk dan keluar. Tangga yang terpasang di rumah ini berjumlah lima buah anak tangga. Konon, maksudnya adalah sebagai bentuk dari ekspresi kepercayaan mereka.

Secara kasat mata, bangunan ini tak beda jauh dengan rumah adat milik suku Minangkabau atau rumah gadang. Bahkan, ada kemiripan pula di rumah adat lainnya seperti rumah bumbung panjang (Malaysia).Rupanya, secara filosofi rumah lontiok ini ada unsur akulturasi gaya arsitektur antara masyarakat Kampar dengan masyarakat Minangkabau. Pada bagian dinding dan lantai rumah itu diambil dari budaya orang Kampar, sementara atapnya diadaptasi dari budaya Minangkabau.

Pada zaman dahulu, rumah lontiok ini hanya mampu dibangun oleh masyarakat Kampar dengan perekonomian menengah ke atas. Ini yang menyebabkan rumah lontiok menjadi lambang dari status sosial masyarakat setempat.

  • Ciri khas rumah lontiok

1. Pangkal rumah: berfungsi sebagai tempat duduk ninik mamak pemilik rumah (nan punyo soko) pada saat ada acara dan sehari-hari digunakan sebagai tempat tidur ninik mamak.

2. Ujung rumah: berfungsi sebagai tempat ninik mamak undangan pada saat ada acara dan sehari-hari digunakan sebagai  tempat ibadah

3. Ujung tengah: tempat pelaminan (pada saat upacara pernikahan) dan sehari-hari digunakan sebagai tempat tidur pemilik rumah.

4. Poserek (ruang Istirahat): tempat berkumpul ibu dan anak-anak.

5. Sulo Pandan: tempat meletakkan barang keperluan sehari-hari dan peralatan dapur.

6. Pedapuan: tempat memasak, tempat kaum ibu bertamu, ruang makan keluarga, juga sering digunakan sebagai tempat tidur anak gadis. Dapat dikatakan bahwa penggunaan ruang ini didominasi oleh perempuan, bukan hanya oleh perempuan pemilik rumah. Ruang ini juga digunakan untuk menerima tamu perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun