Mohon tunggu...
AZNIL TAN
AZNIL TAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Koordinator Nasional Poros Benhil

Merdeka 100%

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pesan Buat Pak Presiden : Asap Ditengah Sengketa Tanah Ulayat

31 Oktober 2015   01:49 Diperbarui: 31 Oktober 2015   06:20 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat ini ditujukan kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan sengketa tanah ulayat masyarakat adat yang dirampas oleh perusahaan perkebunan yang juga membawa bencana asap.

Bapak Presiden yang terhormat !!
Bapak bukan lah seperti Tuhan Yang Maha Tahu seperti diharapkan para pembenci Bapak. Saya tahu Pak Presiden adalah manusia biasa sama dengan saya dan sama dengan yang lainnya. Hanya karena kejujuran dan niat yang tuluslah maka Tuhan bertindak membuka hati masyarakat memilih Bapak sebagai presiden di negara ini.
Ditengah permasalahan berbangsa dan bernegara begitu banyak dan komplikated , ijinkanlah saya juga memberitahukan satu permasalahan yang lagi menimpa petani dan masyarakat adat sekitar lahan perkebunan sawit. Saya pun berharap Tuhan Yang Maha Esa juga bertindak buat kami seperti Bapak alami saat Pipres kemarin, semoga pesan ini sampai ke relung sanubari Bapak yang paling dalam. Aamiin.

Bapak Presiden yang terhormat !!!
Segala upaya anak suku adat dan petani telah dilakulan untuk memperjuangkan hak tanahnya yang dikuasai oleh perusahaan-perusahan perkebunan Dari trend demo sejak 1998, sampai ke pengadilan telah dilakukan oleh masyarakat adat setempat menuntut keadilan di negeri ini. Penyelesaian secara berdialog dengan pemerintah daerah setempat sudah sering dilakukan agar penguasa di negeri ini berpihak kepada petani/masyarakat adat namun hanya manis binir tapi pahit terasa.
Kadang diatas kertas telah dibuat kesepakatan dari kedua belah pihak namun realisasi dilapangan tidak pernah terwujud. Berbagai kriminalisasi sampai korban nyawa pun telah banyak menimpa petani dan kaum adat setempat oleh kekuatan uang dimainkan oleh perusahaan perkebunan membayar para aparat penegak hukum di negara ini untuk merampok tanahnya.
Apakah ini Indonesia kita? Hanya berpihak kepada orang berduit dan berkuasa???

Bapak Presiden yang ditakdirkan Allah menjadi Presiden RI !!!
Saya yakin Bapak ditakdirkan Allah menjadi presiden di negeri ini atas doa-doa orang tertindas selama ini. Doa para orang baik di negeri ini yang berkeinginan Indonesia menjadi negara baik berasaskan kebenaran dan keadilan.
Rakyat lemah tidak ada upaya lagi. Harapan maasyarakat hanya lah tinggal menyentuh hati sanubari Bapak. Jika ini pun gagal, saya tidak tahu lagi berbuat apa. Mungkin berharap kembali mudah-mudahan pada ratusan tahun datang muncul sosok yang baik. Atau saya cukup menyesali kenapa terlahir sebuah negara bernama Indoensia.

Permasalahn ini sederhana dan peyelesaiannya pun sederhana. Tidak rumit dan tidak perlu berdarah-darah sampai memakan korban nyawa segala.
Lahan dipakai oleh perusahaan perkebunan tersebut adalah memakai tanah ulayat masyarakat setempat atau tanah hutan negara. Pohon sawit itu bukan ditanam diatas lahan tanah punya perusahaan perkebunan tersebut yang dimiliki sejak nenek moyangnya atau tanah yang telah dibelinya dari tangan masyarakat.
Karena perkebunan tersebut memakai tanah adat masyarakat setempat, maka dibuatlah perjanjian atau kesepakatan sistem plasma dan inti. Biasanya hasil kesepakatan antara 30:70 sampai 50:50.

Sebagai contoh, jika masyarakat adat setempat menyerahkan 1.000 hektar lahan tanah ulayatnya kepada perusahaan tersebut maka perusahaan berkewajiban membuat 40% (600 hektar) lahan perkebunan sawit plasma buat masyarakat adat pemilik ulayat tersebut dan 60% (600 hektar) lagi untuk lahan inti yang dipakai oleh perusahaan perkebunan tersebut. Penanaman lahan sawit tersebut dilakukan serentak antara inti dan plasma.

Disinilah mulai petaka menimpa masyarakat setempat. Masyarakat yang masih lugu dan jauh di daerah-daerah terpencil tersebut akhirnya ditindas oleh perusahaan perkebunan tersebut. Plasma yang diharapkan tidak pernah direalisasikan. Masyarakat yang mencoba mempertanyakan atas perjanjian tersebut diintimidasi dan dikriminalisasikan bahkan dibunuh.

Dulu lahan ulayat mereka begitu rimbun dengan pepohonan kemudian dibakar dan dijarah hasil hutannya. Asap pun mulai mengepul dimana-mana sehingga menjadi bencana sebagaimana dirasakan pada saat ini.

Dampak lingkungan pun mulai berdatangan. Air sungai yang dulunya jernih berubah kotor dan berbau. Air laut dipinggiran pantai mereka yang sebelumnya bersih kini sudah mulai menghitam oleh limbah pabrik CPO perkebunan sawit tersebut.
Begitu juga mengenai kerukunan masyarakat mulai pecah. Konflik ditengah masyarakat pun mulai diciptakan dengan mengadu domba antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, selain menggunakan kekutan penegak hukum di negara ini untuk mengertak masyarakat yang melawan.

Tragis memang !
Mafia agraria pun bermunculan untuk memuluskan penguasaan lahan oleh perusahaan-perusahan perkebunan tersebut yang bermain di pemerintah dari tingkat bawah sampai ke pusat. Aparat penegak hukum seperti bisa dibeli di negeri ini.

Yang lemah makanan yang kuat, begitu hukum hidup dialami masyarakat lemah. Masyarakat akhirnya hanya bisa gigit jari melihat tanah ulayatnya dirampas oleh perusahaan perkebunan dan bahkan sudah merambah lebih luas lagi dari luas lahan yang ditentukan .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun