Mohon tunggu...
AZNIL TAN
AZNIL TAN Mohon Tunggu... Wiraswasta - Koordinator Nasional Poros Benhil

Merdeka 100%

Selanjutnya

Tutup

Politik

Drama “Politik Kentut” dalam Pengesahan RUU APBN 2016

30 Oktober 2015   08:24 Diperbarui: 30 Oktober 2015   08:34 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu alasan tersanderanya RUU APBN 2016 adalah karena Penyertaan Modal Negara untuk BUMN ada penambahan anggaran sekitar Rp 38 triliun dimana sebelumnya PMN tahap I dalam APBNP 2015 sebesar Rp 43 triliun baru terserap sebesar Rp 18 triliun. KMP ingin tambahan dari alokasi dana PMN dialokasikan ke dana desa untuk menguatkan infrastruktur dan program2 kerakyatan yang langsung down to earth dalam kaitan Nawacita

Wow ! Jika ini benar alangkah mulianya KMP dan alangkah tidak pro rakyatnya pemerintahan Jokowi.

Hal itu mengelitik pikiran saya untuk menyelusuri kebenaran ini.
Sebelum kita masuk dalam pembahasan, saya mau mendiskusikan tentang pengertian “politik”.
Bagi saya politik itu adalah seperti kentut. Menembaknya kebawah tapi yang kena hidung. Begitu juga budaya politik Indonesia. Berkoar-koar pro rakyat sementara ada tujuan lain dibalik itu semua. Luhut Sitompul bilang, ada udang dibalik bawan (eh, batu)

Budaya politik kuno ini masih kental dipertontonkan dalam pengesahan RUU APBN 2016. Hanya karena penambahan Penyertaan Modal Negara untuk BUMN meluas sampai KMP bertekad akan menolak RUU APBN 2016 yang akan disahkan pada rapat Paripurna yang akan berlangsung hari ini, tanggal 30 Oktober 2015. Jika penolakan ini terjadi sangat berimpas kepada nasib rakyat banyak dan kelancaran roda pemerintahan. Seharusnya , kalau memang hanya karena dari kajian KMP bahwa PMN ini tidak pro rakyat cukup direvisi pada point itu saja bukan mendramatisir keadaan lalu menolak semua isi RUU APBN 2016.

Lihat saja ketika Partai Gerindra menyampaikan pandangan mini dan tuntutannya yang heroik tapi ngolor-ngidul sampai ke asap segala. Gerindra memandang APBN sepanjang awal Oktober 2015 sampai akhir Oktober 2016 seakan-akan bangsa ini hanya dihadapi oleh permasalahn asap dan kebakaran hutan. Fraksi Partai Gerindra bersikeras menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Anehkan? Baiklah, jika itu bermasalah dan tidak wajar tetapi kenapa mesti menolak RUU APBN 2016 secara keseluruhan? Inilah politik !

Begitu juga, dua fraksi partai yakni Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Golongan Karya memberikan persetujuan dengan beberapa catatan. Dari bunyi materi pandangan yang disampaikan dua fraksi tersebut lebih kental nuansa berbau propaganda memanfaatkan podium untuk membangun persepsi negatif, gagalnya pemerintahan Jokowi selama satu tahun.

Dari uraian Fraksi Golkar dan PKS sama-sama menyatakan bahwa satu tahun pemerintahan Jokowi ada penurunan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, meningkatnya pinjaman luar negeri dan rendahnya penerimaan pajak serta mengkritisi PMN yang meningkat. Sementara muatan materi dari 6 syarat Fraksi Partai Golkar dan 18 catatan dari Fraksi PKS menyikapi APBN 2016 adalah bermuatan jargon politik yang meninggatkankita pada masa kampanye parpol.

Inilah namanya politik Indonesia. Hanya satu yang fokus membahas laporan atau kesimpulan dari Panitia Kerja serta perumusan transfer daerah serta belanja pusa, yaitu Penyetoran Modal Negara. Walau topik pokok Rapat Banggar yang sudah melebar ke hal politis , rakyat menyaksikan kebodohan anggota DPR dipertunjukan ke publik.

Meskipun begitu, akhirny dalam rapat yang berlangsung sejak Kamis (29/10) pukul 16.30 hingga Jumat dini hari ini pukul 03.00 WIB, tujuh fraksi partai politik memberikan persetujuan penuh agar RUU APBN diputuskan di sidang paripurna.

Pada hari ini, Jumat, 30 Oktober, rakyat mendapat suatu tontonan menarik drama pengesahan RUU APBN 2016. Apakah akan berakhir voting ?
Meski menerima RUU APBN 2016 yang disampaikan pada rapat kerja Banggar tetapi dari catatan atau syarat diberikan KMP (non Gerindra) lebih kental pernyataan bersayap.

Inilah yang saya sebut “politik kentut”. Voting adalah suatu cara politik dalam mendapatkan bargaining position. Selama ini, voting adalah lobi-lobi pemerintah kepada anggota dewan terhormat untuk mau memberikan hak suaranya menggolkan APBN diusulkan oleh pemerintah.
DIsinilah transaksi terjadi. Wani piro? Apa jatah buatku?

Apakah budaya busuk ini pada pemerintahan Jokowi akan berulang seperti pemerintahan sebelumnya.
Ternyata, Presiden Jokowi tidak akan melobi DPR untuk menggolkan RUU APBN 2016.
Jokowi lebih fokus bekerja menangani asap dan berkantor di OKI.
Mantap Pak Presiden !!

Mari kita ikuti kisah selanjutnya drama ini !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun