وَا لَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَا جًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَ نْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِ ذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَا حَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْۤ اَنْفُسِهِنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
"Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 234)
Dengan melihat 2 ayat Al-Qur'an diatas tentu salah satunya berperan menghapuskan ketentuan ayat lainnya, Yani menahan dirinya itu setahun atau 4 bulan 10 hari.
2. Hujjah Kelompok kontra nasikh dan mansukh
Tidak sependapat tentang adanya naskh dalam al-Qur’an sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa tidak ada naskh ayat dengan ayat lainnya dalam al-Qur’an. Diantara argumentasi ulama-ulama yang menyatakan tidak ada nya naskh dalam al-Qur’an adalah:
1. Al-Qur'an adalah syari'ah yang kekal dan pribadi sampai hari kemudian, hal ini menghendaki hukumnya untuk berlaku untuk sepanjang masa dan tidak ada yang di naskh-kan. Kebanyakan hukum al-Qur'an bersifat kulli bukan juz'i, dan penjelasan dalam al-Qur'an bersifat ijmal bukan tafshil, ini dikehendaki agar tidak ada hukum yang di mansukh-kan.
2. Tidak adanya kesepakatan para ulama berapa jumlah ayat yang telah di-naskh. Demikian pula para sahabat, tampaknya hanya Ali saja yang berwanti-wanti tentang naskh.
3. Tidak ada penegasan Nabi tentang ada atau tidaknya naskh. Sekiranya telah terjadi naskh dalam al-Qur’ān, tentunya Nabi sebagai pemegang otoritas utama dari al-Qur’an menjelaskannya dengan tegas.
Kesimpulan
Persoalan mengenai ada tidaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang di naskh merupakan suatu persoalan yang sangat pelik. Tidak mengelak dari persoalan ini utamanya ketika menghadapi ayat-ayat yang tampak saling bertentangan dengan ulama’ yang menetapkan adanya naskh dan mansukh dalam Al-Qur’an menggunakan teori dan metode ini untuk menyelesaikan pertentangan ini. Sebaliknya, ulama yang sepakat menetapkan tidak adanya nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an berusaha keras mengkopromi ayat-ayat yang tampak saling bertentangan tersebut dengan berbagai jalan kompromi atau solusi.