Mohon tunggu...
Azmi Hardi Roza
Azmi Hardi Roza Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ingin menjadi ayah yang baik

Suka jalan kaki, suka makan pempek

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Magang Sakura

1 Juli 2023   19:11 Diperbarui: 1 Juli 2023   19:21 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Padang juga sedang geger. Tentang pemagang luar negeri Jepang. Kasus TPPO yang terjadi di padang minggu lalu dan viral memberikan efek kejut bagi semua pencari kesempatan magang ke Jepang. 

Kasusnya terjadi di lingkungan akademik, suatu institusi dalam sistem pendidikan. Politeknik memang pendidikan vokasi. Kalau magang, pelatihan vokasi. Betis, beda tipis. Semula saya mengira kasusnya terjadi pada LPK LPK pelatihan kerja yang  belum berizin. Ternyata terjadinya di perguruan tinggi yang sampai saat ini saya masih tanya tanya ke pada teman, kampus manakah yang dimaksud.

Namun dalam kesempatan ini tidak fokus membahas kasusnya. Terlalu berat. 

Mencoba membahas sisi lain pemagangan di Jepang saja. Sisi lainya banyak sekali. Banyak yang bermanfaat dan banyak juga yang lucu lucu.

Dalam dunia per-magangan luar negeri (Jepang) sudah banyak dinamika dan problema yang kita dengar. Lengkap dengan positif negatif-nya. Namun semua itu bermuara pada "kebutuhan". Program magang sangat dibutuhkan. Dibutuhkan untuk mengatasi masih sempitnya kesempatan kerja di tanah air.

Jepang sudah lama jadi primadona tujuan magang.

Oucome dari pemagangan ini sendiri adalah alumni dapat melanjutkan karir di perusahaan Jepang yang ada di Indonesia atau membangun usaha sendiri (berwiraswasta). Bebas, usahanya mau apa saja. Yang masih kuat relasinya dengan pengalaman selama di Jepang atau memilih jenis usaha lain, itu tidak menjadi masalah.

Sepulang magang di Jepang, banyak alumni yang mampu berhasil membangun usaha sendiri dengan baik. Karema sudah mapan hobi pun auto berganti. Waktu di Jepang dulu mungkin olahraganya marathon atau paling tinggi badminton. 

Sekarang para shachou (panggilan direktur perusahaan) ini lebih banyak di lapangan golf daripada di kantor. Disisi lain tidak sedikit juga yang masih berusaha untuk bangkit dari keterpurukan dengan berbagai macam cara termasuk balik ke Jepang lagi. Tidak-lah mengapa, itu semua jalan hidup masing masing.

Saya pernah magang ke Jepang. Tiga tahun disana. Tidak pernah pulang ke Indonesia sama sekali. Setelah habis magang tiga tahun saya baru pulang. Ingin sekali pulang kampung ketika itu. Rindu orang tua. Namun dengan segala pertimbangan saya urungkan. Toh tiga tahun itu tidaklah lama. Sayang dengan uang, sayang dengan waktu. Tentu membutuhkan ongkos yang tidak sedikit.

Betah juga rasanya tiga tahun disana. Menghabiskan waktu libur bersama komunitas komunitas orang Jepang. Bergaul dengan orang Jepang, terutama dengan para guru bahasa Jepang. Kebetulan di daerah tempat saya magang ada kelas bahasa Jepang gratis yang di ampu oleh orang Jepang sendiri. Siswanya dari berbagai negara termasuk Amerika, Kanada, Australia. Jarang sekali orang Eropa.

Ketika berangkat magang umur saya 20 tahun. Teman-teman sejawat umurnya diatas saya. Kemudian hari saya sadari, mengikuti program magang itu idealnya 19 tahun. Belum sarjana. Dengan asumsi selesai magang tiga tahun di Jepang, pulang ke Indonesia umur masih muda. Bisa star lebih awal untuk memulai karir. Atau bisa lebih awal mengumpulkan kegagalan jika ingin memilih jalan hidup sebagai pengusaha.

Apa yang didapat selama magang tiga tahun yang sebenarnya tidak lama itu? Banyak sekali jika diurai. Pengalaman kerja, keterampilan bahasa Jepang, kedisiplinan, etos kerja yang baik, kompetensi kerja, teman dan relasi. Semuanya baik. Yang jeleknya juga banyak. 

Kelak bisa menjadi modal untuk maju setelah pulang ke Indonesia. Tentu saja di tamabah dengan tabungan hasil dari uang saku yang diterima dari perusahaan plus ucapan terima kasih dari perusahaan ditambah lagi pencairan asuransi. Jika di total bisa beli satu unit rumah sederhana di pinggir Jakarta

Selesai magang itu, peserta "boleh-lah" dikatakan mandiri. Bertalenta dan mandiri secara finasial. Memiliki kepercayaan diri. Asal saja tidak keluar dari jalur pasca magang. 

Pada dasarnya penangan pasaca magang menjadi tanggung jawab perusahaan penyelenggara magang. Biasanya peserta magang difasilitasi untuk mengikuti wawancara perusahaan sesaat sampai di Indonesia. Dengan talenta dan kepercayaan diri tadi, mereka merasa memiliki harga tinggi, kadang sebagian alumni tidak mau ditawari gaji standar UMR di perusahaan penerima. Dilemma.

Apa saja yang dikerjakan pemagang selama di Jepang?. Bekerja di perusahaan adalah hal yang pokok. Seperti halnya jam kerja orang Jepang, pemagang juga begitu. Saat awal masuk perusahaan pemagang di bimbing oleh seniornya yang dipanggil senpai, baik orang Jepang atau Indonesia. 

Kadang juga di kunjungi oleh guru (sensei) dari perushaan penyelenggra pemagangan disana. Sebagai monitoring saja. Pada saat kunjungan itu pemagang boleh curhat. Curhat tentang apa saja. Terutama jika ada masalah dan kesulitan. Semua permasalahan akan di bantu oleh sensei.

Pemagang diberi kebebasan apa saja. Asal tidak berbuat kriminal. Mau jalan jalan keliling Jepang, silahkan. Aktif berorganisasi, boleh. Yang dilarang adalah kerja parttime job (arbaito) karena ini terkait dengan regulasi. Hal yang sangat disarankan adalah belajar bahasa Jepang. 

Tapi tidak semua suka belajar. Dan tidak bayak yang memiliki sertifikat kemampuan bahasa Jepang. Sehingga dapat teridentifikasi mana bahasa Jepang-nya yang didapat dari belajar dan mana bahasa-nya yang di dapat di lapangan. Tentu dari struktur ucapan kalimat dan kemampuan baca kanjinya. Tentu yang belajar bahasanya lebih enak didengar. Kasta tertinggi adalah yang bisa bahasa jepang dan bahasa ingris dengan baik, ini pemagang super keren.

Lalu, apa yang dapat dilakukan setelah magang dan pulang ke Indonesia?. Banyak sekali. Untuk yang ini pemagang boleh Sombong Hal ini tidak semua orang bisa memilikinya. Hanya pemagang yang punya. Bekerja di perusahaan jepang, auto diterima, sarjana lewat. Mau kuliah, dana cukup. Mau kuliah sambil bekerja, sangat bisa. Buka usaha sendiri, apalagi. Mau wiraswasta sambil kuliah, bisa sekali. Karyawan sambil wiraswasta , pasti bisa. Mau pulang ke desa dan bertani sayur, sangat bisa, modal sosial menunggu untuk menjadi caleg (calon legowo). Mereka ibarat kartu joker dalam susunan kartu trump.

Tidak sabar rasanya ingin ke Jepang untuk urusan bisnis. Seperti alumni alumni magang yang sudah bolak balik ke Jepang urusan bisnis mereka. Saya kagum kepada mereka. Dulu boleh pekerja pabrik, sekarang pemilik perusahaan dengan bayak karyawan. Sebuah daya upaya yang paripurna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun