Kami berjalan ke Auditorium utama Peoples Friendship University of Russia. Kami selalu menyukai musim semi Moscow yang sejuk. Meski Sabtu sore ini hujan gerimis, ratusan tamu lainnya juga datang dengan sedikit basah, tapi tidak apa karena ini hari istimewa. Di sinilah tempat yang mendorong rasa bangga sebagai Mahasiswa Indonesia sekian bertambah.
Lalu kami melihat sekelompok di kejauhan, atau lebih tepatnya panitia. Itu adalah Garin, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Moscow bersama Aidil. Garin dan Aidil adalah mahasiswa bidang kereta api asal Kalimantan Timur yang senang bermusik dan bernyanyi, malam ini, dalam konser seni bertajuk “Pelita Cinta Nusantara, from Indonesia to The World” mereka akan berjuang memberikan yang terbaik. “Selamat datang Kak,” sambut mereka.
Senja matahari bersinar seperti jeruk mandarin, sedikit membuat kami lelah. Kami melangkah ke dalam gedung, seketika semua orang berkerumun lalu kami bisa melihat senyum kagum pengunjung di wajahnya.
Pelita Cinta Nusantara
Acara dimulai pukul 17 lebih sekian. Pembawa acara sudah di panggung, mereka adalah sepasang warga negara Rusia.
Sita menatap dengan heran pada saya yang sama menggeleng. Ia mengatakan, dengan nada berbisik, "Pembawa acaranya ada dua, orang Rusia, pake bahasa apa yah?" Saya melihat panggung lagi, bahkan lebih fokus, mendengarkan dan menjawab dengan berbisik, "Tuh kan, pembawa acaranya pakai Bahasa Indonesia dan Rusia. Fasih juga yah!" jawabku.
Usai sudah lagu Indonesia Raya dan sambutan-sambutan, kemudian pembawa acara diambil alih oleh Prof. Purwasito. Beliau adalah dalang dengan gelar dari Paris. Kisah dimulai dengan dongeng tentang seorang Eropa pertama yang tiba di Pulau Papua, Nicholas Miklouho-Maclay, dia dikenal sebagai penjelajah, ethnolog, anthropolog dan ahli biologi berasal dari Rusia. Pada 1870 hingga 15 tahun lamanya, dia belajar masyarakat asli Indonesia, Melayu, Polinesia dan Micronesia. Catatan perjalanannya menuju Papua inilah yang menjadi inti cerita.
Konsep kisahnya tidak biasa. Pelita Cinta Nusantara mendeskripsikan Indonesia melalui tarian dan musik yang ada.
Kisah Nicholas Maclay di mulai dari semenanjung Sumatera dengan tarian Melayu dan Tarian Sufistik Timur tengah oleh mahasiswa Turki. Di Pulau Jawa kita diajak berkenalan dengan music pop oleh Igor serta tarian Jaipong oleh Katya Makanina. Perjalanan berlanjut dengan penampilan Wayang kulit dan Reog Ponorogo. Dalam hal menampilkan penduduk multi bangsa di Pulau Jawa ditampilkan pula tarian Armenia, tarian Srilanka dan kolaborasi Igor dengan Garin.
Sebelum kapal berlayar ke timur, semua kepala di auditorium ini dibuat mendayu-dayu oleh tarian dan alat musik Kalimantan lalu berlanjut suara merdu Aidil bersanding petikan sasando dalam Rayuan Pulau Kelapa versi Bahasa Rusia. Tibalah di pulau bali, musik tua Jangi Janger terdengar, kemudian tarian Komodo dan musik sasando mengikuti.
Sampailah Nicholas Maclay di Maluku, dengan ukulele di pinggang. Enam orang mahasiswa Rusia menyanyikan lagu berbahasa Indonesia, dilanjutkan mahasiswa Peru menari dengan campuran Latin dan Spanyol yang kental. Dari sinilah Trivia Maluku yang berasa campuran Eropa dimulai. Putra-putri Ambon memang manis, mereka menaiki panggung dengan tarian penyambutan ala Maluku hingga tari lompat bambu dari Kota Manise.
Masih Ada Kisah Lainnya
Panitia menenangkan hati para penonton dengan menyuguhkan penampilan tarian kontemporer, dimulai dari tarian berburu dan putri Suku Dayak, juga tarian kipas Sulawesi yang disandingkan dengan tarian kipas buchaechum dari Korea, serta goyang lenggang Jakarta.
Panggung pun ditata apik dengan mini drama Indonesia, awalnya ada pemuda sedang menonton TV. Saya tahu itu adalah iklan pariwisata dari kementerian, namun video dibuat dengan efek dramatis dan sang pemuda pun tertidur.
Acara diakhiri dengan seluruh penari berkumpul menampilkan tarian Yamko Rambe Yamko, Sajojo, Manuk Dadali, Angin Mamere, Rasa Sayange dan tentunya tarian Kalimantan. Usai sudah mini drama ini dengan kata penutup dari Senior Advisor Mahasiswa Kalimantan Timur dan Gubernur Kalimantan Timur.
Hari ini luar biasa, setelah Pelita Cinta Nusantara, kami semakin cinta dengan Indonesia melalui rangkaian Indonesian Kitchen yang lezat. Aduh kenyang aduh senang sahutku. Sita diam sejenak terlihat anggun dengan kebaya putih, "Aku merasakan hal yang sama!" ungkapnya dengan senyum gembira.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H