Negeri tirai bambu, begitu sebutan akrab China. Di awal 1970-an, perekonomian China masih didominasi sektor pertanian yang semuanya diatur oleh negara, mulai dari lahan, tanaman, dan kebutuhan lainnya. GDP China ditahun 1970 masih sebesar $92.603 Milyar. Namun, perubahan struktural besar terjadi di China, yang dimulai pada tahun 1978, pada era kepemimpinan Deng Xiaoping. Perubahan struktural adalah realokasi kegiatan ekonomi dalam berbagai sektor, hal tersebut adalah ciri umum negara yang memulai jalan industrialisasi. Â Pada suatu titik, perubahan structural akan mencapai apa yang digambarkan kurva Kuznets, perkembangan ekonomi pada sektor pertanian akan menurun, sementara proporsi perkembangan ekonomi pada sektor jasa meningkat, dan sektor industri perlahan akan mengalami penurunan setelah adanya kenaikan awal. Hingga tahun 2020, GDP China telah mencapai $ 14.723 Triliun, naik 153 kali lipat jika dibandingkan 1970.
Lewis Structural Change Theory
Dalam teori ekonomi pembangunan, perubahan yang terjadi di China dapat dijelaskan dengan Teori Perubahan struktural Lewis. Teori Perubahan Struktural, atau juga dikenal sebagai teori ekonomi ganda, adalah teori yang menjelaskan pertumbuhan negara berkemang dalam hal mekanisme transisi ekonomi terbelakang, dari yang semula menitikberatkan ke struktur ekonomi pertanian subsisten tradisional ke ekonomi manufaktur barang dan jasa yang lebih modern, lebih urban dan lebih beragam secara industri (Moshe Syrquin, 1988). Lewis merancang structural change theory untuk beroperasi di dua sektor, sektor pertanian tradisional, dan sektor industri perkotaan yang jauh lebih kecil dan juga lebih modern. Salah satu teori ekonomi pembangunan yang sangat populer adalah Structural-change model atau model perubahan struktural dua sektor milik W.A Lewis, peraih nobel ekonomi tahun 1979. Teori pembangunan struktural dirumuskan oleh W.A Lewis pada pertengahan 1950-an, dan kemudian disempurnakan oleh John Fei dan Gustav Raniv. Pada dasarnya, teori perubahan struktural berfokus pada mekanisme yang mengubah struktue ekonomi domestic yang semula menekankan pertanian tradisional ke ekonomi manifaktur yang lebih modern. Hal tersebut bertujuan untuk mentransformasi ekonomi yang semula terbelakang ke bantuk lebih modern. Model pembangunan ekonomi ini sempat menjadi kiblat pembangunan negara yang memiliki kelebihan tenaga kerja di sebagian besar tahun 1960-an dan awal 1970-an. Â Saat ini teori tersebut kadang-kadang masih diterapkan, terutama untuk mempelajari pengalaman pertumbuhan oleh negara yang berhasil menerapkan teori ini, salah satunya adalah China.Â
Transformasi ekonomi China dimulai sejak 1978. Hingga kini, China menjadi negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (Gambar 1). Pembangunan era baru dimulai dari tahun 1978 hingga 2015, dalam kurun waktu tersebut, pangsa lapangan kerja sektor pertanian turun dari 70,5 menjadi 28,3 persen, dengan pangsa nilai tambah menurun dari 27,7 menjadi 8,9 persen; pangsa lapangan kerja sektor industri naik dari 17,3 menjadi 29,3 persen, dengan pangsa nilai tambah turun dari 47,7 menjadi 40,9 persen; pangsa lapangan kerja sektor jasa meningkat dari 12,2 menjadi 42,4 persen, dengan pangsa nilai tambah meningkat dari 24,6 menjadi 50,2 persen. Â
Lewis membuat dua asumsi tentang sektor tradisional. Pertama, adalah adanya surplus tenaga kerja yang berarti MPLA sama dengan nol, dan kedua, seluruh pekerja di wilayah desa berbagi sama dalam output sehingga upah riil wilayah desa ditentukan oleh rata-rata dan bukan produk marjinal tenaga kerja (seperti yang akan terjadi di sektor modern). Â Sektor Pertanian tradisional memiliki ciri lahan yang terbatas dan,hasil pertanian seperti tanaman, biji-bijian, yang juga terbatas. Padahal dapat dilihat bahwa ada pasokan tenaga kerja yang tidak terbatas dengan produktivitas marjinal yang rendah atau bahkan nol dari tenaga kerja tambahan. Upah pada tingkat ini dinilai pada tingkat subsisten. Dalam artian, produktivitas tenaga kerja marjinal nol, yaitu situasi yang oleh Lewis diklasifikasikan sebagai surplus labour dalam arti bahwa hal itu dapat ditarik dari sektor pertanian tradisional tanpa kehilangan output. Sementara Sektor modern, manufaktur atau industry merupakan pengembangan dari sektor tradisional. Sektor modern memiliki sifat yang ekspansif,Motif utama di sektor ini adalah untuk memaksimalkan keuntungan dengan membebankan harga yang lebih tinggi dari upah yang ditetapkan. Ini berfokus pada lebih banyak keuntungan dan upah yang lebih tinggi. Upah yang disediakan di sektor ini lebih tinggi daripada yang disediakan di sektor pertanian. Akibatnya, ini berfungsi sebagai insentif bagi tenaga kerja untuk bermigrasi dari sektor pertanian ke sektor industri. Kita dapat melihat gambar diatas untuk mengilustrasikan proses pembangunan struktural. Proses pertumbuhan sektor modern yang mandiri dan peluasan pangsa pasar tenaga kerja akan diasumsikan berlanjut hingga akhirnya akan terjadi surplus labor pada semua pekerja pedesaan yang diserap oleh sektor industry baru. Proses tersebut akan terus berlanjut hingga labor tambahan dapat ditarik dari sektor pertanian yang berakibat pada hilangnya biaya produksi pangan karena penurunan rasio labor terhadap lahan, hal tersebut dapat diartikan bahwa produk tenaga kerja di pedesaan tidak lagi nol. Teori ini dikenal sebagai "Lewis turning point.", supply tenaga kerja menjadi miring positif karena upah dan lapangan kerja sektor modern terus tumbuh. Akhirnya, keseimbangan kegiatan ekonomi bergeser dari pertanian pedesaan tradisional ke industri perkotaan modern, dengan kata lain, transformasi struktural ekonomi akan tejadi.
Bagaimana China Bertransformasi?
Perubahan strktural adalah realokasi kegiatan ekonomi dalam berbagai sektor, hal tersebut adalah ciri umum negara yang memulai jalan industrialisasi. Â Pada suatu titik, perubahan structural akan mencapai apa yang digambarkan kurva Kuznets, perkembangan ekonomi pada sektor pertanian akan menurun, sementara proporsi perkembangan ekonomi pada sektor jasa meningkat, dan sektor industri perlahan akan mengalami penurunan setelah adanya kenaikan awal.
Transformasi tidaklah dicapai China dalam waktu yang sebentar, namun dibutuhkan kurang lebih enam decade untuk merubah traditional agricultural country menjadi modern industrialized state. Puncak transformasi China dicapai antara tahun 1978-2015, dimana saat itu China berhasil bertransformasi dengan cepat, dari yang semula negara miskin dan terbelakang menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. Untuk waktu yang lama, efek Baumol dan efek Engel dianggap sebagai salah satu faktor terprnting dari perubahan structural (Kaiming Guo and Jing Hang, 2018). Deng Xiaoping adalah sosok yang juga bertanggung jawab atas reformasi ekonomi terencana menuju ekonomi berorientasi pasar, ia mengambil alih Partai Komunis pada 1978. Dalam artian, perubuhan-perubahan kebijakan yang ada setelahnya adalah sebagai kelanjutan dari empat modernisasi, yaitu di bidang pertanian, industri, pertahanan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Gregory Chow, ada empat faktor yang membuat China bereformsasi. Pertama, revolusi kebudayaan sudah tidak popular lagi, serta pemerintah mendapatkan dukungan rakyat dengn menjauhkan diri dari pengaruh rezim lama. Kedua, pejabat dan pemerintah memaham kekurangan dari sistem perencanaan ekonomi yang telah dilakukan sehingga perlu adanya perubahan. Ketiga, keberhasilan pembangunan ekonomi sebagian negara Asia yang menjadi bukti ekonomi pasar bekerja lebih baik dari ekonomi terencana, terutama yang negara "Empat Macan", Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan. Keempat, karena adanya tiga alasan diatas, rakyat China mendukung penuh reformasi ekonomi.