Mohon tunggu...
Azmi Nawwar
Azmi Nawwar Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

for those who believe no proof is necessary. for those who don't believe no proof is possible

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Belajar Arti Kehidupan dari "Bukan Pasar Malam"

20 Maret 2018   22:35 Diperbarui: 20 Maret 2018   23:11 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu waktu Aku mendapat surat dari Pamannya yang mengatakan bahwa Ayahanda nya sedang mengalami sakit keras. Hal itu pun mendesak beliau untuk menemui Ayahanda nya, akan tetapi beliau tidak memiliki uang untuk ke Blora sehingga harus mencari pinjaman uang ke teman-teman seperjuangannya.

Ketika menemui Ayahnya, ia mendapati bahwa sakit TBC yang diderita Ayahnya sudah terlampau kronis. Bahkan menurut dokter akan lama menyembuhkannya. Ia pun harus mendapati kenyataan bahwa Ayahnya tidak bisa dirawat lebih baik lagi di kota lantaran biaya yang mahal untuk sanatorium, sementara Ayahnya hanya bekerja sebagai Guru dengan gaji yang rendah.

Padahal, selama masa perjuangan. Ayahanda banyak berperan dalam perjuangan kemerdekaan, walaupun disatu sisi ia juga bekerja kepada Belanda sebagai staf pengajar. Ayahanda memiliki banyak jasa dalam pergerakan bawah tanah dan perjuangan kemerdekaan di kota Blora.

Dengan banyak pengorbanan yang ia berikan, sempat Ayahanda ditawari untuk menjadi wakil rakyat. Tetapi karena rasa nasionalisme dan pengabdiannya yang tinggi sebagai Guru, ia pun menolak tawaran tersebut. Hingga akhirnya Ayahanda terpental dari pejuang kemerdekaan dan harus berakhir di ranjang rumah sakit umum dengan TBC yang dideritanya.

Banyak cerita-cerita sisipan yang mewarnai jalan cerita dari buku "Bukan Pasar Malam" ini. Buku ini sangat menarik lantaran membahas bagaimana keadaan para pejuang-pejuang kecil pasca kemerdekaan yang seakan akan menjadi dilupakan oleh pemerintahan yang baru berdaulat.

Pantaslah jika Romo Y.B. Mangunwijaya memfavoritkan buku ini dari sekian banyak tulisan-tulisan Pram. Di akhir cerita buku ini pun juga terdapat kalimat menarik yang mungkin dapat menjadi refleksi kita dalam menjalani kehidupan.

"Dan di dunia ini, manusia berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang... Seperti dunia dalam pasar malam. Seorang-seorang mereka datang... dan pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana". - Pramoedya Ananta Toer.

Selasa, 20 Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun