Dalam upaya untuk menciptakan SDM unggul yang pintar, kreatif, jujur, dan bisa bersaing dalam mencapai visi Indonesia Emas tahun 2045, pemerintah telah menetapkan Anggaran Pendidikan senilai 3,11 Triliun pada september 2023. Meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, masih ada banyak masalah yang belum diselesaikan. Pada dasarnya, pendidikan di Indonesia masih menghadapi banyak masalah yang perlu diperbaiki dan diperhatikan dari waktu ke waktu. Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan bentuk geografi yang luas, menyebabkan timbulnya ketidakmerataan pendidikan.Â
Sebelumnya, Dilansir dari Detik.com pernyataan bahwa pendidikan tinggi adalah tertiary education (Pendidikan Tersier) disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie. Pernyataan ini dalam rangka menanggapi polemik tingginya UKT.Â
"Pendidikan tinggi adalah tertiary education, jadi bukan wajib belajar. Artinya, tidak seluruhnya lulusan SLTA/SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Itu sifatnya adalah pilihan," kata Tjitjik.
 Pernyataan tersebut tidak merepresentasikan atau tidak selaras dengan visi Indonesia Emas 2045.
Seperti yang diketahui indonesia mempunya Visi Indonesia Emas 2045 dalam proses mencapai visi tersebut kita memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni (unggul) Â untuk dapat mencapai visi tersebut.Â
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan, tingkat pendidikan mayoritas penduduk Indonesia telah mencapai wajib belajar 12 tahun dengan capaian persentase 97,83% lulusan SD/sederajat, kemudian lulusan SMP/sederajat dengan capaian 90,44%, dan lulusan SMA/sederajat 66,79%, sedangkan lulusan perguruan tinggi dengan persentase 31,45%. kita bisa melihat terjadi ketimpangan atau ketidakmerataannya pendidikan di Indonesia. Lantas bisakah Indonesia mencapai Visi indonesia emas 2045? Â
Beberapa faktor yang menjadi penyebab ketidakmerataan pendidikan di Indonesia secara umum yaitu:Â
Pertama, Aksesibilitas. seperti yang disebutkan di atas, faktor geografis mempengaruhi kesenjangan dalam dunia pendidikan. Ini karena banyak wilayah terpencil Indonesia masih belum memiliki akses ke fasilitas pendidikan formal yang memadai.Â
Kedua, kualitas pengajaran. Meskipun sekolah sudah tersedia wilayah di Indonesia, kualitas pengajaran tidak selalu konsisten. Sering kali terjadi di daerah terpencil kekurangan guru, serta kurikulum yang digunakan tidak relevan dengan kurikulum yang sudah ditetapkan.Â
Ketiga, ketimpangan ekonomi. Indonesia masih dikategorikan sebagai negara yang berkembang. Ini terlihat dalam situasi seperti sekolah yang masih berbayar, pengangguran yang meningkat setiap tahun, lapangan pekerjaan yang sulit ditemukan, dan banyak masyarakat yang hidup di bawah standar ekonomi.Â
Meskipun pemerintah telah menyediakan berbagai program seperti sekolah gratis, beasiswa, dan sebagainya, ketimpangan pendidikan masih saja terjadi karena belum meratanya bantuan yang diberikan. Bahkan bantuan yang diberikan pemerintah, tak jarang mengalami pemotongan berkala hingga akhirnya sampai kepada yang bersangkutan tidak sesuai dengan jumlah yang diberikan sebenarnya.Â
Semua pihak harus menyadari tingkat ketimpangan pendidikan yang masih sangat tinggi di Indonesia saat ini. Untuk mempertahankan kesetaraan pendidikan di Indonesia, pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya (LSM), dan pihak swasta harus bekerja sama. Beberapa tindakan yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah ini adalah:
Pertama, memastikan semua orang memiliki akses yang sama ke pendidikan. Salah satu penyebab ketidakmerataan pendidikan saat ini mungkin karena kurangnya dukungan antar sektor. Oleh karena itu, setiap sektor harus bekerja sama untuk meningkatkan pendidikan di seluruh wilayah, terutama di daerah terpencil.Â
Kedua, peningkatan kualitas pengajaran. Pengembangan siswa yang berkualitas tinggi bergantung pada peningkatan kualitas pengajaran. Pemerintah harus terus bekerja sama dengan segala sektor agar dapat mengalokasikan sumber daya pendidik yang lebih besar, membuat kurikulum yang sesuai, dan menyediakan fasilitas yang memadai. Tapi perlu diingat bahwa pemerintah juga harus memperhatikan kesejahteraan pengajar. Ini berdampak besar pada kualitas pendidikan.
Kenyataannya, guru honorer di negeri ini dibayar rata-rata antara Rp200.000 hingga Rp500.000 per bulan, meskipun terkadang ada beberapa kasus dari mereka yang hanya menerima Rp50.000 saja. Bagaimana mungkin hal ini terjadi? Karena pengangkatan guru honorer hanya dilakukan oleh kepala sekolah, gaji mereka hanya dapat disesuaikan dengan anggaran sekolah. Ditambah lagi, gaji honorer dihitung per jam, tanpa tunjangan, sesuai waktu mengajar. Meskipun demikian, UMP Jawa Barat pada tahun 2024 adalah Rp2.057.495, jauh di bawah gaji guru honorer yang terus berubah dari tahun ke tahun. Â Akibatnya, terjadilah ketimpangan tersebut. Alhasil,para guru Honerer ini mencari pekerjaan sampingan yang menjadikan mereka tidak fokus mengajar dengan kualitas yang baik. Â Karena mencari gaji tambahan untuk kebutuhan sehari-hari mereka.Â
Padahal, Menurut Pasal 14 Ayat 1 (a) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru berhak atas penghasilan yang melebihi kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Pasal 15 Ayat 1 menyatakan bahwa penghasilan ini termasuk gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan tambahan seperti tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan manfaat tambahan.
Ketiga, program subsidi dan bantuan keuangan. Meskipun pemerintah telah menyediakan banyak program subsidi dan bantuan keuangan, namun masih saja ada salah sasaran dalam penerimaannya. Sering kali mereka yang mampu mendapatkan bantuan pemerintah, sementara mereka yang benar-benar susah tidak mendapatkan bantuan tersebut.Â
Keempat, monitoring serta evaluasi. Sangat penting untuk melakukan pengawasan dan evaluasi yang efektif terhadap program yang sudah dijalankan. Ini bertujuan untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan serta mengidentifikasi masalah agar dapat menentukan upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidakmerataan pendidikan. agar tindakan disesuaikan dengan kebutuhan yang sudah ditetapkan.Â
Pendidikan yang baik dan merata merupakan Salah satu pilar yang bisa menopang agar terwujudnya Indonesia Emas 2045.
Perlu diingat sekali lagi bahwa untuk mengatasi ketidakmerataan pendidikan di Indonesia, diperlukan komitmen jangka panjang, kerja sama, dan tanggung jawab dari semua pihak. Ini termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor-sektor lain yang memiliki pengaruh pada masalah pendidikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI