Mohon tunggu...
Azma Hanina
Azma Hanina Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi IAIN Jember

Azma hanina Mahasiswi IAIN Jember Asal Gresik

Selanjutnya

Tutup

Money

Teori Konsumsi, Maslahah dalam Konsumsi

15 Februari 2019   21:13 Diperbarui: 15 Februari 2019   21:17 2893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam teori ekonomi, kepuasan seseorang dalam mengonsumsi suatu barang dinamakan utility atau nilai guna. Jika kepuasan terhadap suatu benda semakin tinggi, maka semakin tinggi pula nilai gunanya. Tapi bila kepuasan terhadap suatu benda semakin rendah maka semakin rendah pula nilai gunanya. Kepuasan dalam terminologi konvensional dimaknai dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan fisik.

Islam sangat mementingkan keseimbangan kebutuhan fisik dan nonfisik yang didasarkan atas nilai-nilai dasar syari'ah. Seorang muslim untuk mencapai tingkat kepuasan harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu barang yang dikonsumsi adalah halal, baik secara zatnya maupun cara memperolehanya, tidak bersikap israf (royal) dan tabzir (sia-sia). Oleh karena itu, Kepuasan seorang muslim tidak didasarkan banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi, tetapi di dasarkan atas berapa nilai ibadah yang didapatkan dari yang dikonsumsinya.

Konsumen cenderung untuk memilih barang dan jada yang memberikan maslahah (manfaat) maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islam bahwa setiap perilaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahah (manfaat) yang diperolenya. 

Kandungan maslahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya, konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsinya ketika ia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik atau psikis atau material.

Sebaliknya, konsumen tidak akan mengkonsumsi barang-barang/jasa yang haram karena tidak mendatangkan berkah. Mengkonsumsi yang haram akan menimbulkan dosa yang pada akhirnya akan berujung pada siksaan Allah. Jadi mengkonsumsi yang haram justru memberikan berkah negatif.
Kebutuhan dan Keinginan

Jika masyarakat menghendaki lebih banyak akan suatu barang atau jasa, maka hal ini akan terlihat pada kenaikan permintaan akan barang/jasa tersebut. Keinginan terkait dengan hasrat atau harapan seseorang yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia ataupun suatu barang. Namun, akan memberikan suatu kepuasan bagi orang itu sendiri.

Keinginan terkait dengan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap barang/jasa, dan hal ini bersifat subjektif tidak bisa dibandingkan antar satu orang dengan orang lain. Contoh: perbedaan pemilihan warna, aroma, desain, dan sebagainya.

Maslahah dan Kepuasan
Kepuasan adalah merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan, sedangkan maslahah merupakan suatu akibat atas terpenuhinya suatu kebutuhan atau fitrah. 

Meskipun demikian, terpenuhinya suatu kebutuhan juga akan memberikan kepuasan terutama jika kebutuhan tersebut disadari dan diinginkan.
Berbeda dengan kepuasan yang bersifat individualis, maslahah tidak hanya bisa dirasakan oleh individu. Maslahah bisa jadi dirasakan oleh selain konsumen, yaitu dirasakan oleh sekelompok masyarakat.

Maslahah dan Nilai-nilai Ekonomi Islam
Perekonomian islam akan terwujud jika prinsip dan nilai-nilai islam diterapkan secara bersamasama. Pengabaian yerhadap salah satunya akan membuat perekonomian pincang penerapan prinsip ekonomi yang tanpa diikuti oleh pelaksanaan nilai-nilai islam hanya akan memberikan manfaat (maslahah duniawi), sedangkan pelaksanaan sekaligus prinsip dan nilai akan melahirkan manfaat dan berkah atau maslahah dunia akhirat.

Penentuan dan Pengukuran Maslahah bagi Konsumen

Besarnya bekah yang diperolehberkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang ber-maslahah, maka semakin besar pula berkah yang akan diterima oleh pelaku konsumsi. Dalam Al-Quran, Allah menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan akan dibalas denan imbalan yang setimpal meskipun amal perbuatan itu sangatlah kecil bahkan sebesar biji sawi.

Norma dan Etika dalam Konsumsi:
Seimbang dalam Konsumsi
Islam mewajibkan kepada pemilik harta agar menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan diri, keluarga, dan fi sabilillah. Islam mengharamkan sifat kikir, Islam juga mengharamkan sifat boros dang menghambur-hamburkan harta.

Membelanjakan Harta pada Bentuk yang Dihalalkan dan dengan Cara yang Baik

Islam mendorong dan memberi kebebasan kepada individu agar membelanjakan hartanya untuk membeli barang-barang yang baik dan halal dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kebebasan itu diberikan dengan ketentuan tidak melanggar batas-batas yang suci serta tidak mendapangkanbahaya terhadap keamanan dan kesejahteraan masyarakat dan negara.
Larangan Bersifat Israf (Royal), fdan Tabzir (Sia-sia)
Akhlak yang terdapat dalam konsep konsumsi adalah pelarangan terhadap sikap hidup mewah. Gaya hidup mewah adalah perusak individu dan masyarakat, karena menyibukkan manusia dengan hawa nafsu, melalaikanya dari hal-hal yang mulia dan akhlak yang luhur. Disamping itu, membunuh jihad. Ali Abd ar-Rasul juga menilai dalam masalah ini bahwa gaya hidup mewah (israf) merupakan faktor yang memicu terjadinya dekadensi moral masyarakat yang akhirnya membawa kehancuran masyarakat tersebut.
Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan mempunyai tujuan untuk memperoleh kepuasan (utility)dalam kegiatan konsumsinya. Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu (helpfulness), atau menguntungkan (advance). Dalam konteks ekonomi, utilitas dimaknai sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika mengonsumsi suatu barang. Kegunan ini juga bisa dirasakan sebagai rasa "tertolong" dari satu kesulitan karena mengonsumsi barang tersebut. Sering kali utilitas dimaknai dengan rasa puas atau kepuasan yang dirasakan oleh seseorang konsumen dalam mengonsumsi suatu barang. Jadi, kepuasan dan utilitas dianggap sama, meskipun sebenarnya kepuasan merupakan akibat yang ditimbulkanya oleh utilitas.

Refrensi:
Rozalinda. 2016. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers
(P3EI), Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo.
Fauzia, Ika Yunia, Abdul Kadir Riyadi. 2014.  Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid Al-Syari'ah. Jakarta:Kencana.
Fordebi, Adesy. 2016. Ekonomi dan Bisnis Islam: Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan Bisnis Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo.
(P3EI), Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2014. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun