Mohon tunggu...
Azkyah Ikllh
Azkyah Ikllh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hadis

Nama saya azkiyah Iklilah Hamidah dan saya mahasiswa fakultas ushuluddin dan filsafat prodi Ilmu hadis Universitas islam negeri Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

menggali konsep keberadaan filsafat empirisme

20 Desember 2024   19:27 Diperbarui: 20 Desember 2024   19:27 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Menggali konsep keberadaan dalam filsafat empirisme

Apakah kamu setuju jika suatu keilmuan dan kebenaran itu tercipta berdasarkan apa yang kita lakukan setiap harinya? Contohnya kita akan tahu makanan itu pait atau asin dari indera perasa yaitu lidah. Kita akan tau gunung itu besar atau kecil dari indera penglihatan kita yaitu mata. Apakah kamu setuju? Disini saya akan membahas mengenai suatu pemikiran yang berkembang pada abad ke-17, yaitu filsafat empirisme.

Empirisme diambil dari bahasa Yunani, empiria yang berarti pengalaman, pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman dari seseorang melalui inderanya. Filsafat empirisme mengajak seseorang berfikir bahwa suatu ilmu pengetahuan dan kebenaran itu muncul karna adanya pengalamam dari indera yang dimiliki manusia yaitu, indra penciuman, penglihatan, pendengaran, pengecapan, dan perabaan.

Dalam filsafat empirisme, konsep keberadaan (ontologi) berhubungan erat dengan memahami bagaimana manusia dapat memperoleh pengetahuan dan memahami dunia dengan cara mengamati melalui panca indera. Seperti hal-hal yang dapat didengar, dirasakan, atau disentuh dapat menciptakan suatu keilmuan yang sebelumnya mungkin tidak ada yang tau. Contohnya, Makhluk hidup di muka bumi ini pasti memanfaatkan sumber daya alam dari bumi, manusia dapat menggunakannya dengan baik dengan cara mencari tahu atau dilakukan observasi pada suatu objek yang akan digunakannya.

Aliran ini berkembang pesat pada masa Renaisan dan dirintis oleh seorang filsuf inggris, Francis, Francis Bacon de Varulam (1561-1626), dan kemudian dilanjutkan oleh filsuf-filsuf lainnya seperti John Locke, George Barkeley, Thomas Hobes dan David Hume. Filsuf-filsuf seperti John Locke, George Berkeley, dan David Hume berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi dan bahwa kita hanya dapat mengetahui sesuatu yang dapat diamati dan dirasakan.

Filsafat ini menganggap bahwa manusia ketika lahir seperti kertas putih kosong dengan seiring berjalannya waktu kertas itu akan terisi dan manusia perlahan akan mengetahui dunia dan sekitarnya berdasarkan apa yang mereka alami melalui panca indera. Manusia memiliki sifat kodrati yaitu mempunyai rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu tersebut dapat menciptakan suatu ilmu pengetahuan atau suatu kebenaran. Konsep keberadaan dalam filsafat empirisme ini memiliki beberapa dimensi utama:

1.Keberadaan berdasarkan pengalaman inderawi

 Keberadaan sebuah objek atau fenomena di dunia hanya diketahui berdasarkan pengalaman dari panca indera, misalnya kita bisa mengetahui makanan itu manis atau pahit jika kita bisa merasakannya menggunakan indera pengecap yaitu, lidah.

2.Keberadaan dalam fenomena dan noumena

Immanuel Kant dalam karyanya, "Critique of Pure Reason" membedakan antara "Phenomena" yang berarti apa yang tampak dan dapat kita amati dan "noumena" berarti realitas yang ada di luar pengalaman kita yang tidak dapat diketahui secara langsung. Dalam pandangan Kant, kita hanya mengatahui fenomena dunia yang dapat kita alami dan ukur melalui indra, sementara noumena adalah sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh pengalaman kita.

3.Keberadaan dan skeptisisme

David Hume berpendapat bahwa kita tidak bisa benar-benar mengetahui keberadaan atau objek di luar pikiran kita secara pasti. Semua pengetahuan dan ide-ide kita berdasarkan impresi, pengaruh yang ada pada pikiran atau perasaan (kesan). Contohnya seseorang menonton sebuah film, seseorang tersebut dapat merasakan impresi dalam alur cerita atau acting (watak) para tokoh dari film tersebut dan menciptakan kesan mendalam dalam ingatan.

Filsafat empirisme mengganggap valid suatu objek jika dapat diamati, dipersepsikan, atau dirasakan melalui panca indera. Keberadaan dalam filsafat empirisme itdak lepas dari persepsi dan pengalaman langsung dari panca indera kita, dan hal ini bertentangan dengan pandangan-pandangan lain yang menyatakan bahwa suatu objek memiliki eksistensi independen dari kita seorang pengamat.

Referensi

[1] Susanti Vera, R. Yuli A. Hambali., 2021. Aliran Rasionalisme dan Empirisme dalam Kerangka Ilmu Pengetahuan. Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, vol. 1 No. 2, Hal. 59-73.

[2] Sativa,. 2011. Empirisme, Sebuah Pendekatan Penelitian Arsitektual. Journal UNY, Vol. Vii No. 2, Hal. 115-123.

[3] Marilang, Fitri Maylan Haq., 2024. Epistemologi Empirisme. Madani: Jurnal Ilmiah Multidisipline, Vol. 2 No. 3, Hal. 494-498.

Biodata penulis:

Nama : Azkiyah Iklilah Hamidah

Status : Mahasiwa

Aktivitas : Traveling, menonton film, menulis, dan mengedit foto/video

Alamat : Rungkut, Surabaya

WA : 088989117560

Email : iazkyah@gmail.com

Instagram : @azkyahikllh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun