Mohon tunggu...
Zahra Azkia
Zahra Azkia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FAH UIN Jakarta

Seorang yang tekun, suka akan hal- hal unik dan tertarik untuk belajar aneka bahasa karena hal tersebut merupakan suatu hal yang menantang. Termasuk seorang yang melankolis, memiliki hobi dan menyukai hal- hal yang berbau seni atau kerajinan tangan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penjualan Nasab: Mengaku Keturunan Nabi tapi Jauh dari Ajaran Islam?

12 Juli 2024   12:08 Diperbarui: 12 Juli 2024   12:19 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara dengan mayoritas populasi Muslim terbesar di dunia, yang di dalamnya terdapat banyak ormas- ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Persatuan Umat Islam (PUI) dan lain- lain, yang dimaksudkan untuk mengisi kemajuan umat Islam, bangsa dan negara.

Namun belakangan ini marak kasus orang yang mengaku- ngaku sebagai keturunan Nabi Muhammad dengan mengembel- embelkan gelar habib yang dengan membuktikan adanya skema nasabnya hingga bertemu nasab Rasulullah atau dengan bukti sebuah sertifikat (palsu), layak halnya seperti kasus di Kalimantan Selatan di beberapa tahun terakhir.

Pengertian dan Sejarah Singkat Habib

Habib secara bahasa adalah isim mafu'l dari asal kata -- yang berarti kekasih atau orang yang dicinta. Sedangkan secara istilah, habib ialah suatu gelar yang terhormat yang ditujukan  kepada orang yang memiliki garis keturunan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui garis keturunan  putrinya Fatimah Az- zahra dan Ali bin Abi Thalib, sehingga sangatlah dihormati bagi orang yang memiliki nasab beliau.

Konflik: Mengapa Bisa Terjadi?

Di Indonesia diketahui banyak habib dari berbagai marga, mulai dari Assegaf, Alaydrus, Al- hadad, Al- athos, dll. Habib dari berbagai marga ini, mereka datang dari Yaman. Dan semua marga tersebut pendataan garis keturunan Rasulullah SAW, dilindungi oleh sebuah lembaga yang bernama Rabithtah Alawiyah, lembaga ini berfungsi untuk mendata silsilah Rasulullah guna menghindari adanya habib palsu sehingga tidak sembarang orang yang dapat mengaku sebagai seorang keturunan Rasulullah.

Namun belakangan ini banyak kasus terkait oknum yang mengaku- ngaku sebagai seorang yang merupakan keturunan Rasulullah, dan seorang habib, mengapa bisa terjadi hal demikian? Secara sudah terdapat lembaga yang mengatur data- data para nasab Rasulullah?

Di luar itu semua pada umumnya dengan menjadi/ memiliki gelar habib mempunyai privilegenya tersendiri, seseorang tersebut dapat dengan mudah akan dihormati oleh sebagian orang, akan dipanggil untuk mengisi ceramah di sana- sini, memiliki pengikut yang cukup terbilang banyak. Akan tetapi hal itu semua dapat berlaku jika habib tersebut mempunyai dan paham akan ilmu agama yang mumpuni. Namun hal demikian banyak disalahgunakan oleh para oknum yang licik dengan memanfaatkan gelar kehormatan tersebut untuk mencari keuntungan dan pundi- pundi harta.

Para oknum tersebut memanfaatkannya dengan mengaku- ngaku merupakan keturunan Nabi yang pada kenyataannya bukan, mereka mengaku dengan berdalih mempunyai bukti sebuah ijazah atau sertifikat dengan mengatasnamakan Rabithah Alawiyah, yang menyatakan dia adalah seorang habib keturunan Nabi, setelah diusut ternyata ijazah tersebut adalah palsu rekayasa buatannya sendiri.

Banyak yang rela membayar mahal demi menyandang status habib karena bagi mereka hal demikian dapat setimpal dengan apa yang akan mereka dapat nanti, di saat orang- orang (awam) banyak yang menjadi pengikutnya (muhibbin). Akan banyak manfaat yang didapat ketika mengaku dan mendapat gelar habib, sehingga dapat dengan mudah berceramah, diundang sana- sini dengan patokan harga yang cukup mahal, mejadikan pengikutnya patuh dan tunduk dapat dijadikan pelayan, hal ini seperti sebuah perbudakan berkedok agama. Hal ini sangat banyak merugikan banyak pihak dan mencoreng nama baik nasab Rasulullah saw.

Cara Mengatasi Konflik 

Konflik habib palsu ini merupakan sebuah pencemaran nama baik, baik bagi para keturunan nasab Rasulullah maupun bagi lembaga yang mencatat dan menjaga para nasab keturunan Rasulullah saw. Untuk mengatasi konflik ini bukanlah hal yang mudah, diperlukan pertimbangan untuk mengatasinya, karena hal ini juga melibatkan berbagai pihak. Adapun solusi yang perlu dipertimbangkan yaitu:

Penegakan Otoritas Keagamaan 

Penting untuk melibatkan otoritas keagamaan yang diakui dan dihormati dalam Masyarakat untuk menilai dan memverifikasi stasus seorang habib. Otoritas ini dapat melakukan penelitian yang mendalam terkait silsilah keturunan dan kualifikasi spiritual seseorang sebelum mengakui seseorang sebagai habib.

Mediasi Dialog Antar Pihak (Yang Berselisih)

Para lembaga lokal dan pimpinan masyarakat menyelesaikan permasalahan ini dengan cara memediasi dialogkan antara pihak- pihak yang terlibat. Mereka juga melakukan proses verifikasi status habib dan mempromosikan perdamaian di antara anggota masyarakat.

Pendekatan Hukum

Pemerintah dan para pihak penegak hukum telah melakukan tindakan terhadap para pelanggar hukum yang menyalahgunakan gelar habib untuk tujuan tertentu, dengan melalui proses hukum yang relevan sesuai dengan hukum islam (syiasah).

Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat

Peran pendidikan sangatlah penting dalam membangun dan meningkatkan pendidikan masyarakat, guna memberikan kesadaran masyarakat tentang kriteria dan syarat menjadi habib, sehingga dapat membantu mengurangi kemungkinan orang- orang yang tidak pantas memperoleh gelar tersebut. Dan selaku masyarakat kita harus lebih memperhatikan kepada siapa kita berguru, mengetahui nasab- nasab dan sanad keilmuan guru, karena demikian juga merupakan sebab ilmu kita diberkahi Allah.

Komitmen Terhadap Nilai- Nilai Keagamaan 

Dengan mengutamakan nilai- nilai keagamaan seperti kejujuran, integritas, dan pengabdian kepada masyarakat dalam menetapkan status habib dapat membantu meminimalisir penyalahgunaan gelar ini.

            Dengan menerapkan solusi- solusi ini, diharapkan dapat mengurangi konflik terkait penyalahgunaan gelar habib palsu dan dapat membangun harmonisasi di dalam masyarakat, agama, dan bangsa.  Jangan sampai tertipu atau pun tertunduk kepada seorang habib, alih- alih ternyata dia  bukanlah habib sungguhan.

Kedudukan anak cucu Nabi memang pantas untuk dihormati sebab ta'zim kita kepada Rasulullah, namun perlu diperihatinkan kepada para keturunan habib saat ini karena nenek moyang mereka yang mencatat nama Rasulullah akhirnya mereka gelagapan menerima kenyataan seandainya benar terbukti keterputusan nasab itu. Cukuplah kita letakkan penghormatan kita kepada yang berilmu dan berakhlak seperti Rasulullah.

Banyak yang bilang hal ini merupakan isu yang bersifat sensitif, akan tetapi menurut sudut pandang penulis, ini menjadi sensitif karena permasalahannya terlalu disudutkan ke satu kelompok (kelompok habaib dan muhibbinnya. Andai permasalahan inferior dan feodalisme ini diarahkan menyeluruh keberbagai kelompok semisal (kelompok pejabat dan rakyatnya, kelompok bos dan karyawannya, kelompok majikan dan pembantunya, kelompok atasan dan bawahannya), maka permasalahan ini akan tidak se- sensitif ini. Bahkan malah tidak ada masalah apa- apa, kecuali ada udang di balik batu, ada unsur penggiringan opini, ada unsur menjatuhkan kelompok tertentu atau lebih jauh lagi ada skenario memporak- porandakan kesatuan dan persatuan NKRI ini.

Orang yang menjadi/ menyematkan dirinya dengan sebutan habib ini sudah semestinya memelihara diri dengan berakhlak baik bukan justru sebaliknya. Sebagaimana yang diucapkan  Quraisy Syihab "Jangan membanggakan diri dengan keturunanmu, boleh berbangga, boleh merasa bersyukur mempunyai garis keturunan kepada Nabi, tetapi jangan tonjolkan itu. Melainkan tonjolkanlah akhlakmu, tonjolkanlah kebikanmu, tonjolkanlah keramah- tamahanmu."

Pesan yang terpenting ialah "Kemuliaan seseorang bukan dilihat dari ia yang memiliki gelar habib, kiyai, gus, buya ataupun keturunan lain- lain, namun kemuliaan menurut Allah dilihat dari ketakwaannya seorang hamba itu sendiri, tinggal kita memilih mulia dihadapan manusia atau di hadapan Allah." dan "Jangan hubungkan kesalahan para habib dengan menyebut atau merendahkan gelar kehabibannya. Karena jika itu dilakukan, kita akan merendahkan sesuatu yang memiliki sambungan dengan Nabi Muhammad SAW."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun