Bila Partai Gerindra memberi mandat sepenuhnya kepada Capres-nya Prabowo Subianto untuk bebas memilih Cawapres-nya, demikian pula Anies Bawesdan yang diberi keleluasan oleh Partai Nasdem untuk hal yang sama, dipandu tim delapan-nya. Bagaimana dengan Capres Ganjar Pranowo dari PDIP, apakah kandidat yang masih menjabat Gubernur Jateng ini  memiliki keleluasan seperti kedua calon diatas ?. Mungkin tidak sebebas itu, faktor pilihan Ketua umum PDIP, Megawati, harus diperhitungkan baik-baik. Begitu sentralnya ketokohan negarawan perempuan satu ini, kalaupun tidak bisa menentukan mutlak Cawapresnya, setidaknya hak veto, atau hak menolak calon sangat kuat dari satu-satunya Ketua Umum Partai yang memenuhi syarat partai peserta Pilpres minimal electoral tresshold ini.  Â
Konon Jokowi pun yang "anak kesayangan"-nya harus iklas menahan diri karena Cawapres yang disodorkan sebagai pendamping Ganjar Pranowo secara bisik-bisik tidak langsung diterima, masih ditahan di saku Megawati, maka kemudian ramailah muncul nama-nama populer yang didorong mendampingi Capres dari partai berlambang kepala banteng ini, Seperti Erick Tohir, Sandiaga Uno, Mahfud MD, Ridwan Kamil, dan masih banyak lagi, termasuk AHY. Tidak mudah menebak isi kantong apalagi isi hati Megawati dalam menjatuhkan pilihan Cawapres yang tepat bagi banteng jagoannya kali ini. Namun PDIP yang sudah dua kali menang Pilpres sedang mengejar rekornya sendiri, Menang tiga kali, Trebble Winner !.
Namun bisa dianalisa terbuka, sosok Cawapres terbaik adalah figur yang bisa melengkapi kelebihan maupun kekurangan Capres-nya. Ganjar yang kuat di birokrasi, memiliki pengalaman sebagai anggota DPR dan pemimpin wilayah Jateng. Sangat cocok bila didampingi Cawapres yang matang di bidang hukum selayaknya Mahfud MD misalnya. Bila ini terjadi, pemerintahan ke depan akan relatif aman dan sulit digoyang karena pengalaman kedua pemimpinnya yang lengkap di lembaga tinggi dan tertinggi di bidang eksekutif, legisltaif dan yudikatif. Â Sayangnya posisi Menkopolhukam yang pernah "berseberangan" menjadi ketua pemenangan Pemilu Prabowo di masa lalu, nampaknya susah dihapus di hati Megawati. Meski Prabowo sudah masuk dalam kabinet Jokowi, namun pertarungan "berdarah" Pilpres lalu susah dihapus dari hati Beliau, nampaknya. Â
Dari sisi kepahaman birkorasi dan dukungan yang kuat dan jelas ada nama Ridwan Kamil, Gubernur jabar yang cukup berprestasi dan disenangi publik, Â atau bila harus didampingi sosok pengusaha sukses yang matang dan paham sisik melik birokrasi negeri ini, ada sosok Erick Tohir, Menteri BUMN dan Sandiaga Uno, Menparekraf. Dan apabila dipersyaratkan harus adanya dukungan partai, maka kedua sosok menteri hebat ini jelas mendapat dukungan partai, Erick mendapat dukungan dari PAN, sementara Sandiaga Uno didukung PPP. Kedua sosok ini, terlihat bersaing saling meningkatkan elektabilitas. Erick melalui gebrakannya dengan menjadi Ketua Umum PSSI yang mencoba membereskan posisi NKRI yang terpuruk setelah tragedi Kanjuruhan dan batalnya Piala Dunia U-20 dengan berbagai terobosan, termasuk mendatangkan tim sepakbola dan Argentina dalam laga damai di kandang, yang hingar bingar mendapat respon positif dimana-mana.
Sementara Sandiaga Uno langkahnya mengikuti Prabowo masuk cabinet Jokowi, setelah kalah di Pilpres, nampaknya menuai hasil yang baik. Tingkat popularitasannya sebagai tiga besar Cawapres, muncul di aneka survai yang kredibel. Belum lagi kinerja cemerlang Kemenparekraf dibawah kepemimpinannya, dengan aneka terobosan jitu seperti Anugerah Desa Wisata Indonesia, juga menghelat berbagai forum wisata Asean sampai tingkat G-20  dan dunia, membuat sektor wisata dan industri kreatif UMKM yang paling terpukul sebagai dampak pandemik, justru bisa melejit bangkit. Menggunakan terminologi ala milenial Sandiaga yang Gercep, Geber dan Gaspol, berhasil mengangkat moral pelaku wisata untuk bangkit dari keterpurukannya, dan Kementerian ini menjadi salah satu kementerian yang paling baik serapan anggarannya. Gerakan membuka 4.4 juta lapangan kerja baru, bukanlah retorika belaka, tetapi terbukti, setiap tahunnya bangkit mendekati angka target tersebut. Sehingga pariwisata Indonesia menjadi contoh dunia, sebagai salah satu negara  yang bisa bangkit, pulih dengan cepat di masa normal baru era pandemi.
Ada juga  potensi lain yang membawa amunisi logistik kampanye yang cukup, yatu anak SBY,  AHY yang ketua Umum Demokrat namun dari kubu seberang, yang melabeli dirinya dengan gerakan perubahan. Namun bila soal determinasi mencapai target, gerakan Sandiaga Uno amatlah total. Terlihat dari gerakannya keliling DKI Jakarta saat kampanye Pilgub bersama Anies Baswedan. Apalagi di masa kampanye Pilpres bersama Prabowo, menteri yang akrab dengan milenial dan emak-emak ini serius bersilaturahmi ke 1.500 titik di seluruh pelosok nusantara. Jadi tidak sekedar pulau terdekat, terjauh, terpencil, dan terluar, semua dijangkau dengan langkahnya yang ringan. Catatan perjalanannya telah dibukukan, bahkan masuk sebagai salah satu rekor MURI yang sulit dipatahkan di masa mendatang. Kalau bukan pelari, olahragawan sejati dan tipe pengusaha yang hatinya tergerak untuk mendengar langsung dan melayani publik. Tindakan silaturahmi batin yang massif ke seluruh penjuru negeri ini pasti sulit dijalani, lantaran tidak hanya menguras enerji, materi, tetapi juga fokus hati dan komitmen berbuat yang terbaik pada negeri tercinta. Â
Kembali ke soal logistik, pemilu Presiden cenderung dimenangkan oleh calon presiden dan wakil presiden yang memiliki dukungan dana kuat. Misalnya saat SBY, dulu bisa melejit karena ada ketokohan pengusaha sekelas JK yang mendampinginya sebagai Wapres. Demikian juga di Pilpres lalu, Prabowo nyaris menang berkat dukungan Wapres-nya yang tajir melintir, Sandiaga Uno. Pada Pilpres kali ini ada dua nama pengusaha kuat yang muncul dan kebetulan juga menjadi Menteri di kabinet Jokowi yaitu; Erick Tohir dan Sandiaga Uno. Dari sisi keberadaan materi untuk memenangkan pemilu, keduanya lebih dari cukup, tetapi restu Megawati bukanlah jenis restu yang mudah didapat.
Cawapres Di Kantong Saku Megawati
Ada banyak faktor yang jadi dasar kelayakan sebagai Cawapres, mulai dari  rekam jejak yang istimewa, keberpihakannya pada wong cilik, jejaring di dunia usaha dan politik yang luas, cinta tanah air serta memiliki logistik kampanye tak terbatas. Rasanya prasyarat diatas, sudh ada di calon-calon Wapres yang kita urai diatas. Sebetulnya ada lagi, pratanda lain yang mungkin tidak dilihat publik luas. Manakah diantara calon-calon tersebut  yang bisa mendekat sangat dekat, bersilaturahim tatap muka dengan Megawati, merupakan kuncinya. Meski tidak untuk konsumi pers atau publik, disinilah kuncinya. Silakan publik menebak calon manankah yang bisa menembus jalur barikade barikade dan psikologis untuk bisa bertemu, bertamu, sekedar menemani Bu Mega minum teh sore, sambil berbincang luas soal bangsa dan Negara secara meluas. Pendekatan dari hati ke hati, seperti antara anak kepada ibunya adalah bahasa sederhana yang rasanya paling pas dan kena demi memenangi negarawan perempuan senior ini. Â
 Tidak banyak yang percaya bahwa dibalik sosoknya yang lembut, banyak senyum dan keibuan, Megawati sejatinya adalah sosok Ibu trengginas, pantang menyerah, sekaligus penghitung cermat dan pengejar kemenangan. Orang tidak boleh lupa, rekam jejak perempuan Ketua Umum PDIP ini pernah menjadi Presiden kelima NKRI dan memiliki "the dream team" kabinet yang didalamnya dipilih menteri-menteri yang hebat, bersinar, kompak dan kolaboratif. Kita masih sama-sama ingat, SBY dan JK, merupakan dua menteri andalan beliau, yang pada giliran berikutnya mencalonkan diri dan menjadi presiden ke-enam negeri kita.
Nah, dalam situasi terkini, saat anak kandungnya Puan Maharani, memiliki peluang yang sama dengan Ganjar Pranowo anak ideologis partai, ternyata didalam keputusan finalnya, Megawati jelas dan tegas memilih Gubernur Jateng ini sebagai Calon Presiden partainya bukan memilih anaknya . Kenapa hal itu bisa dilakukan. Apakah beiau bukan sosok ibu yang baik, yang tidak mendengar aspirasi anaknya sendiri, justru memilih aspirasi "anak-anak banteng"-nya. Disinilah kejelian dan kecerdasan berhitung dalam dunia politisnya yag diatas rata-rata. Kemauan mendengar aspirasi rakyat, kenyataan terkini yang diperlihatkan lembaga-lembaga survey berkait kepopuleran dan keterpilihan calon-calon presiden yang mucul, diantisipasi dengan cantik dan penuh perhitungan. Ketika akhirnya Ganjar Pranowo dinyatakan sebagai calon Presiden definitif dari PDIP dan diumumkan saat menjelang mudik lebaran, sungguh menjadi bola salju yang mengelinding simpati. Kehadiran sosok yang ditunggu tepat pada saat momen yang ditunggu. Disinilah keistimewaan partai banteng moncong putih dalam mengkalkulasi mozaik hal-hal kecil menjadi gabungan utuh dan bisa merangkul emosi pulik yang amat besar. Â
Nah, Pilpres sudah memasuki tahap penting, yaitu memilah dan memilih Cawapres, kehebatan PDIP disini, berbeda dari partai lain, sebagai partai petahana bisa mengumumkan Pasangan peserta Pilpres, melengkapi Ganjar Pranowo hingga menit-menit akhir injury time. Menit-menit akhir akan menjadi pertarungan  tidak terlihat bagi Cawapres yang ingin berpasangan dengan jagoan PDIP inni, untuk memantaskan diri, menaikkan angka popularitas di poling serta memenangkan hati Bu Mega, sebelum memenangi hati publik, memrebut semesta pemilih di NKRI. Selamat Berkompetisi sehat dalam Pilpres yang adil, jujur dan damai !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H