Lalu tak berpunya apapun lagi
Apa  mesti kau menangis histeris?!.
Ketinggian puncak sukses
sungguh memukau
Melenakan hati,
Saat paling biru
Membuat lidah kelu
Adalah saat menuruni ketinggian gunung ambisi dengan ransel kosong
Minus bekal
Botol air pun lepas
Hilang entah dimana tadi
Sepatu pun koyak parah
Terantuk batu
Batu tajam kesombongan hati
Jaket penahan dingin sobek
Disikat belati badai  frustasi
Saat perutmu menggigil lapar
Kerongkongan meranggas kehausan
Luka luar di tubuh pedihnya
Merayap
Meatikan layaknya racun bisa ular,
Luka batinmu
Sungguh sulit diobati,
Apakah ini mati dalam hidup?!.
Samsara
Cakrawala Derita
Kedalaman rasa jatuh
Tak hingga,
Sejatinya hanyalah keramaian alam pikirmu saja, Â karena tak ingin bergeser
Pindah jalur dari memori terindah
Saat segalanya nyata lebih indah
Dari mimpi mimpi tertinggi
Padahal keelokan lika liku lembah
Bawah sungai deras
Di jeram
Tempat kita  slulup
Menyelami dinginnya sanubari,
Tidak kalah indah
Dan menantang seperti
Di ketinggian
Sebelumnya
Mari lanjutkan hidup
Dengan bernafas panjang
Berirama
Selaras situasi
Memiliki semuanya
Dan tidak memiliki apapun
Senilai
Seimbang
Dengan bobot rasa
Cintamu
Pada dunia
Bila cintamu
Tegak lurus. ke langit NYA,
Kesempatan kedua ini
Jadikan penggugah hati
Untuk berterima atas segala kenangan terindah
Juga terpahit
Hidup ini lengkap
Sempurna
Bila semua warna hutan rasa telah kita lewati dengan lapang dada
Rasa terbuka
Betatapun hidup ini bernilai
Kekosongan nya
Jauh lebih bernilai
Dari Kepenuhan limbah ambisimu!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H