Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Danau Sentani - Desa Wisata Yoboi Menginpirasi Tradisi Literasi Adat Kuno

21 September 2021   23:25 Diperbarui: 22 September 2021   01:19 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sandi saat didi Desa Wisata Yoboi (kemenparekraf) 

Mengabadikan kekayaan adat, dalam lontar, kitab kuno, manuskrip lama sungguh upaya berbudi luhur dan menjaga turunnya kebijakan leluhur, baik secara lisan ataupun tertulis. 

Inilah salah satu keunggulan terpilihnya Desa Wisata Kampung Yoboi sebagai 50 desa wisata terbaik se-Indonesia ditetapkan oleh Sandiaga Uno,  selaku Menparekraf.

Desa yang berada di atas Danau Sentani Papua itu dinilai  mampu menghadirkan pengalaman unik bagi siapapun yang berkunjung ke sana.

Pengalaman itupun diperkuat dengan aktifnya peran serta masyarakat, khususnya kaum ibu yang berinisiatif membangun Taman Literasi di Desa yang tepat berada diatas Danau Sentani.

Tradisi Membaca kitab Keraton

Bila kita mau belajar  dari sejarah besar kerajaan, upaya membangun budaya lisan dan membaca, bahkan mendendangkan syair kitab-kitab kuno mungkin kita bisa belajar dua hal dari tradisi dan penjarahan kitab kitab kuno Keraton Jogja di masa lalu.

Tradisi membaca tembang kuno ini telah dijalankan turun-temurun oleh Keraton Yogyakarta, sejak abad 17. Biasanya, para abdi lebdo sworo di Bangsal Srimangati, Kompleks Keraton Yogyakarta yang membacakan tembang-tembang itu. Mereka melagukan dengan dengan tembang-tembang mocopat, sehingga makin enak didengar dan mudah dimengerti masyarakat.

Uniknya, pembacaan kitab ini tanpa iringan gamelan. Ini dilakukan agar dapat menjaga suasana sakral dan religius. Bagi para abdi dalem lebdo sworo, tradisi ini menjadi media beribadah dan menambah keyakinan juga keimanan pembaca dan penikmat syair yang dibacakan.

Mungkin, tradisi baik itu bisa dilanjutkan, dilestarikan dalam pembacaan  tulisan leluhur yang berisi fabel,  cerita rakyat, mantera serta beragam keragaman lokal yang dilestarikan dalam laku budaya yang  berlangsung di desa wisata, dengan alat musik lokal, penutur lokal, estetika alamiah ini akan menjadi pesona tiada habis, bagi penikmat pesona wisata alami.

Ke depan pembangunan destinasi wisata yang elegan, kebiasaan membaca secara lisan ini baik bila dijadikan tradisi panggung rutin yang bisa  dan wajib dinikmati warga setempat, pemelihara budaya Papua  untuk saling mencicipi keluhuran intelektual leluhur mereka, sekaligus bisa menjadi atraksi yang pantas ditonton wisatawan lokal maupun mancanegara.

Kembalikan 7.000 Manuskrip Jogja

Pentingnya memelihara kekayaan literasi adat atau budaya sebuah masyarakat adat atau kerajaan, mungkin kita bisa juga belajar dari pengalaman pahit Kerajaan Jogja saat berhadapan dengan imperialis Inggris di tahun 1811.

Apa yang dilakukan penjajah seperti Inggris, saat menguasai Jawa. Begitu penajajh Belanda kalah dalam Perjanjian  Tunntang,  kekejamannya adalah menjarah kekayaan intelektual, sedikitnya ada 7.000 kitab Jawa kuno ada Di British Library hingga kini. Hampir selama dua minggu berturut-turut rombongan kereta berisi kitab-kitab jarahan ini bolak balik membawa muatan barang berharga ini ke kapal yang membawanya ke Eropa.

Sampai hari ini, meski perjuangan diplomasi bangsa yang bertujuan meminta dikembalikannya kitab-kitab yang berisi kekayaan intelektual nenek moyang kta, masih harus melalui jalan panjang. Baru beberapa saja yang dikembalikan. Baru ratusan kitab, masih ada 7.000 kitab yang memenuhi perpustakaan mantan penjajah kita.

Mungkin ada baiknya Kemenparekraf melakukan upaya terobosan diplomasi budaya yang kreatif agar secara fisik kitab-kitab bersejarah dan penting itu bisa kembali dan memenuhi rak-rak buku keraton Jogja, atau bisa juga disebar di desa adat atau desa budaya
Yang menghiasi pelosok di seluruh Indonesia.

Lalu dibuatkan Museum literasi dan bisa dinikmati para pemuja kebesaran ilmu cipta karya para leluhur masa lalu kita. Termasuk Desa wisata di atas Danau Sentani yang baru saja ditasbihkan sebagai danau ikon Papua, Indonesia Timur. Melengkapi Danau Toba di Sumatera dan Danau Batur di Bali. Semoga.

Sebuah Desa Wisata Adat, akan kosong tak bermakna bila kehilangan ruh, enerji dari kitab-kitab kuno dan para pembaca atau penutur. Lisannya. 

Upaya Kemenparekraf menempatkan Desa Oboi sebagai mahkota Danau Sentani sekaligus jantung pujaan Papua, bukanlah upaya yang main main. Patut didukung oleh semua pihak agar mampu membangkitkan semangat masyarakat di seluruh desa desa bangkit dan berdiri  bermodal. 

Kekayaan pemandangan, adat, literasi dan budayanya. Sungguh upaya elok membangun kejayaan negeri secara simultan dan berkelanjutan menyertakan seluruh elemen wong cilik bangsa di desa desa agar menang malaan cengkaman pandemi global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun