(Perjalanan Unik, menguji hati Bersama (Oma Wiwiek A. Â Prasodjo)
6.30
Sabtu pagi
semua bergerak ya. Sarapan cepat
Dan jam 8 tet !
semua sudah ada di Dermaga  perahu Muara Kamal,dengan aplikasi ojek online kami berpacu mengejar waktu.  Setelah melewati pasar ikan,Â
Masjid Nurul Bahar. Disitulah semua tim jelajah tiga pulau eksotis bersejarah dari seribu pulau berkumpul. Kapal kayu sudah siap, Â tapi kami menunggu satu tim yang tertinggal, membawa sepuluh orang lagi.
Setelah 19 orang berkumpul. Â Maka semua bergerak menuju perahu. Kami duduk di kursi belakang, Â di bangku bermeja di depa. Â Dan duduk lesehan di tengah palka kayu. Begitulah mata dihibur atraksi rangkaian bambu bambu berderet yang ditancapkan di tepi lautan menjadi hiasan yang tak habis dipandang mata. Nyaris dalam pelayaran 15 menit pertama, Â hanya bagan kayu untuk. mancing dan bagan bambu besar untuk jaring.
Semua berderet membisu, Â menyimpan cerita seru. Â Akan pesona kepulaun seribu di mahkota kening Jakarra dari masa lalu hingga masa lalu.
Tidak sampai 45 menit pelayaran cepat kami sampai juga di Pulau Kelor seperti namanya,  daun kelor  bentuknya Kecil mungil bila dilihat dari langit. Pantai pasir putih itu dahulu berfungsi sebagai pulau pengintip  sebagai perlindungan Pulau Onrust yang menjadi pulau gerbang utama sebelum kapal kapal samudera dari eropa masuk ke Batavia,  Jakarta tempo dulu.
Sebagai pulau pengintip musuh yang menyelinap Kelor Di masa lalu dilengkapi dengan Benteng Mortelo, Â walaupun Keren sepertinya namanya, artinya cuma benteng pengintip saja. Dari dua dinding batu. Hitam, Â disitulah para prajurit VOC Belanda. jaman dahulu bersiaga, mengamati setiap. Kapal yang melintas masuk. Ataupun keluar. Bila setelah diberi peringatan, Â kapal yang mencurigakan. Masih mau berhenti maka, setelah dilakukan pemeriksaan, jika dirasa aman, kapal boleh berlalu
Kini keadaan Pulau Kelor sangat bersih dan terawat. Sayang di kesempatan pertama kapal "Cahaya Bahari" yang bermuatan penuh 20 an turis backpaker, Â tidak bisa masuk, Â karena sudah ada 2 kapal yang sandar terlebih dahulu, Â penumpang pelancongnya sudah memenuhi pasir dan benteng hitam di Pulau kecil yang luasnya benar benar seluas daun kelor itu.ÂSesuai protokol kesehatan, pengunjung pulau dibatasi hanya sebanyak maksimal 50 persen dari kapasitas yang ada. Jadi juru mudi kami pun patuh dan disiplin.lebih memilih meninggalkan Kelor dan. Langsung menuju Onrust. Sungguh sikap yang bijaksana, Â padahal tidak ada pengawas covid 19 yang sedang bertugas disana. Sikap yang patut diacungi jempol.
Perahu kayu pun putar haluan mengarah  Pulau Onrust. Deru mesin yang khas,  membelai telinga saat lima menit meluncur membelah laut biru yang menghitam. Menunjukkan bahwa perairan itu cukup dalam, terbayang kapal - kapal samudera besar dari berbagai penjuru dunia singgah di pulau penting di berbagai jaman ini.
Pernah pulau yang tak terlalu luas itu,  menjadi galangan kapal-kapal belanda, juga  rumah tahanan, lalu pernah menjadi pembuangan penderita kusta,  dan karantina ibadah haji. Kini hanya ada beberapa bangunan kuno besar yang utuh terpelihara. Satu diifungsikan sebagai museum Barang-barang peninggalan lama. Seperti. Sepatu besi yang berfungsi seperti alat pasung tawanan di kaki.pasak paku kuno,  foto hitam putih. Maket miniataur Onrust dari jaman ke jaman,  cukup dimanjakan juga mata kita.
Lalu ada juga emoat  ruangan bekas penjara, ruang interogasi dan penyiksaan. Juga ada manekin yang ekspresi wajahnya amat seram dsn menggambarkan tawanan berbaju hitam hitam, berjadapan dengan tentata VOC yang berseragam putih putih megah. Dari paparan yang disampaikan pemandu grup turis. Disampaikan  ada kenyataan menyeramkan berkait dengan isi tawanan di ruangan yang hanya 10 x 10 meter persegi,  bisa dipadatkan 100 tawanan.
Sehingga sesak sekali,  sampai para pelaku kejahatan  atau pelaku pemberontakan ini tidak bisa duduk lagi. Semua berdiri. bisa dibayangkan betapa menyiksanya situasi mematikan itu.Maka banyak tawanan atau penghuni pulau yang mati muda,  karena lingkungannya tidak sehat,  dan secara psikis juga tidak bagus.
Di satu sudut ada makam yang disebut keramat ternyata setelah kami datangi itu adalah makam Kartosuwiryo, Â tokoh pahlawan di masa perjuangan yang akhirnya jadi pemberontak di masa kemerdekaan lalu dieksekusi mati dan dimakamkan di sudut sepi Onrust.
Mata pengunjung sungguh dimanjakan,  dengan artefak masa lalu di pulau yang  bersih,  rapi dan terjaga ini. Bila kita merawat kenangan dengan baik,  bahkan selama hidup semua bisa  dihidupi oleh kenangan itu. Di Pulau ini terlihat warung yang menyajikan menu. Mie instan dan kelapa muda. Mereka juga melayani menu catering untuk makan besar rombongan dengan menu yang lumayan enak. Pemandu guide dan perahu semua terhidupi layak,  karena memelihara kenangan.Puas berfoto dan keliling didampingi pemandu yang banyak menceritakan later belakang masa lalu Onrust yang hampir selalu punya posisi penting dan strategis di setiap masa kekuasaan, baik untuk kepentingan penjajah ataupun perniagaan,  dulu pulau ini juga dipergunakan sebagai pos pengumpul rempah rempah sebelum diangkut dengan kapal samudera ke bumi belahan eropa sana.
Sungguh hiruk pikuk kegiatan Onrust sangat jadi pembeda dengan pulau lain. Kini Onrust sepi, lebih kontemplatif dan meditatif. Â Sungguh sunyi dan menenangkan. Daun jatuh saja, Â telinga kita seperti bisa mendengarnya. Indah.
Setelah puas keliling pulau nyaris menghabiskan waktu satu jam. Ternyata ada pelancong yang keliling memakai sepeda, Â berpakaian ala pesepeda, balap, Â memakai helm. Rombongan ini juga main air. Dengan kano, Â bermain di. Laut. Ternyata ada pilihan jalan-jalan yang lebih ekstrim, Â bergaya dan penuh keringat. Keliling pulau -pulau sambil olahraga. Wow, sungguh melampaui imajinasi !.
Beres makan siang dengan lauk ikan bakar dan minum es juga kelapa muda. Tubuh mulai kembali terisi,  kembali berenerji. Makan ikan kembung didaratan dengan ikan segar di laut yang baru ditangkap  beda rasa di. lidah dan kenikmatannya. Anda tidak percaya ?.
Cobalah sesekali bertualang naik perahunkayu, Â bersama teman terdekat, Â mandi matahari dan menikmati masa lalu dalam sajian kekinian. Disaat lelah dan lapar, Â lalu menikmati kesegaran ikan dalam tehnik. Bakar yang sempurna.
Selesai makan,  perahu kembali manuver ke arah Pulau Kelor,  memuaskan hati yang penasaran.berfoto berselfie adalah acara rutin. Di hamparan pasir  pulau secuil ini diijinkan untuk buka tenda. Maka semakin lengkaplah, kenyamanan menikmati kesejukan tiga pulau indah dari gugusan Kepulauan Seribu.
Puas menikmati dunia mungil di hamparan Pulau Kelor, rombongan Turis lokal yang bergaya backpeker-an ini, Â peserta ada yang datang khusus dari Jogjakarta Dan Bali.Tibalah kami, Â di Pulau Cipir pulau teduh yang bangunan rumah sakit masa lalunya sudah rubuh ditelan waktu. Yang tertinggal meriam meriam kuno menghadap penjuru laut. Disana banyak warung tempat makan. Dan operator banana boat yang membuat siang menuju senja jadi Penuh atraksi bermain air laut yang seru.
Setelah puas main air tiba waktunya pulang,  kapal kayu "Cahaya Bahari" mengangkut kami kembali,  kali ini ruangan duduk dibawah lebih longgar Karena beberapa orang memutuskan duduk diatas  atap perahu memang seru, sambil menikmati angin laut dan matahari sore yang membagi sinarnya, menjadi bilah bilah kuning memukau mata.
Sore itu laut teduh, Â permukaan airnya mandi cahaya emas. Â Seperti cermin besar yang dijatuhkan bidadari. Kami pulang.
Kami pulang.
Tapi hati kami berjatuhan menjadi batu batu kecil indah yang jatuh di di tiga pulau indah itu :Onrust,  CipIr dan  Kelor.
Bilapun dunia hanya selebar daun kelor, Â aku rela, berbagi perahu. Berbagi perjalanan menyenangkan bersamamu. Bersama kalian. Keliling seribu pulau lagi... .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H