Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hati-hati dengan Ramalan Jitu Mbah Jago

7 Maret 2021   16:57 Diperbarui: 7 Maret 2021   19:52 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(liputan6.com/ilustrasi listrik mati Jayapura) 

ketemu pawang hujan,  saat hujan turun sederas derasnya. Santai saja,  ia menyalakan rokok dan menghembuskan asapnya putih, mengepul tinggi. Tampilannya yang berbaju hitam hitam kekinian. Bikin adem saat melihatnya. Amat santai

Hanya aku yang teramat gelisah,  karena bos Acok sudah marah marah saja,  launching tokonya,  tidak bisa kunjung dimulai. Padahal dia sudah menyiapkan puluhan  hadiah buat pembeli pertama stock makanan bekunya. Akhirnya kuberanikan diri, menanyakan soal kejelasan kemampuannya menahan hujan. Karena konon,  bos sudah bayar mahal untuk keahliannya. Si Pawang Hujan yang berambut panjang sebahu,  masih santai dengan rokoknya,  mengusir dingin karena derasnya hujan.

"Maaf,  Mbah Jago,  ini kan hujan...? ", tanyaku sambil gemetaran menunjuk langit. Namun, ketika melihat matanya yang berkilau seram,  aku tak sanggup menyelesaikan pertanyaanku.

"Tenang Le,  hujan ada jadualnya. Ini akan hujan deras selama 17 menit. Habis itu terang benderang,  acara bisa dimulai. Percaya saya", terang sang ahli penolak hujan,  sambil menyeruput kopi panasnya.

"Kalau hujan tidak berhenti gimana Mbah? ", tanyaku mencoba mendesaknya. Kawatir juya kalau acara oembukaan toko si Bos tidak sukses.

"Ah,  banyak tanya kamu. Ini urusan alam. Mbah Jago tahu jadual semua. Juga tahu jadual matinya anjing bosmu. Kapan. Heeh. Sebentar lagi !", jelas Sang Pawang Hujan tersinggung.  Agak marah. Aku pun tak berani bertanya tanya lagi. Aku terbirit birit lari,  mau laporan ke Bos Acong.

Setelah kusampaikan apa adanya,  Si Bos jadi cemberut,  marah. Kesal karena merasa sudah bayar mahal. Asbak yang ada di mejanya, dilempar begitu saja ke teras tokonya. Kena si Molly, anjing kesayangannya. Karena kaget ditimpuk asbak. Dia oun berkelit, sambio mendengking kesakitan, berlari ke arah jalanan rsmai. Ada mobil fortuner hitam ngebut lewat. Si Molly terlindas. Mati naas.
Kress!
Kaiiing!

Semua yang melihat memekik kaget.Bos Avoo pucat pasi,  dia pun memerintahkan kepadaku untuk membersihkan bangkai hewan kesayangannya. Tidak bagus ada bangkai hewan mati di depan toko yang baru dibuka. Bidisknya. Sebagai bujang patuh kulaksanakan perintah menjijikkan itu Lalu lintas sempat macet sebentar. Seiring kerjaan menarik bangkai anjing dan memasukkannya ke karung sampah. Jalanan lancar kembali, dan hujan pun berhenti. Benar ramalan Mbah Jago barusan tadi.

Maka acara pembukaan toko pun lancar. Jalanan aspal, yang tadi ada bercak darah anjingnya,  jadi bersih kena deras air hujan. Lalu lembeli pertama,  penglaris,  dan belasan pembeli lun datang memborong makanan beku toko si bos.  Aku ikut kewalahan melayani. Si Bos Acok ketawa senang melihat ramainya oembeli di hari pertama.

Jelang tengah hari, sang pawang hujan pamit,  Bos Aco pun memerintahkan membungkuskan banyak bingkisan makanan dingin awetan itu. Si Jago ramal itu pun tertawa kesenangan. Dia pun pamit. Si Bos mengacungkan jempol tanda puas.

Saat aku mengepak bingkisan hadiah dari si bos di motor ninja sang pebolak hujan dan jago meramal itu, senang hatinya. Lalu ia berbisik kepadaku.

" Hati hati, jam 7 lewat 13 malam nanti ada yang mati! ", bisiknya lembut,  sebelum Motornya melaju  jauh.
Breeem!

Waktu pun berlalu lambat,  sungguh toko si Bos laris manis. Semua pelayan senang. Pembeli juga senang karena dapat makanan awetan murah dan masih dapat hadiah. Hanya aku yang dag dig dug,  menunggu waktu berlalu. Kulitku merinding. Bulu romaku meremang. Hati  kecilku bertanya tanya,  penasaran siapa lagi yang mati malam nanti. Sekarang aku percaya benar,  ramalan Mbah Jago jitu. Apalagi kejadian si Molly mati amat nyata menakutkan. Hanya hitungan menit terjadi nyata.

Jam 4 lewat,  Susi kasir meriang badannya,  sampai dia takut takut ijin pulang,  di hari pertama pembukaan toko,karena keadaanya memburuk dengan cepat Si  Bos memerintahkan aku menempati posisi penghitung uang keluar masuk yang ditinggalkan susi.

Meski kurang begitu lancar,  dengan komputer hitung, aku mencoba fokus bekerja. Baru saja aku bisa fokus. Bos Acok,  bicara, ,
"Jang,  jam setengah tujuh nanti aku harus ke rumah sakit,  nengok ibu Mertua, kritis kanker.. ",jelas si Bos sambil mengamanatkan aku untuk membereskan toko,  tutup jam 9 nanti. Aku mengangguk saja.

"umur mertua berapa bos? ",tanyaku basa basi.

"87, panjang umur juga beliau. Turunan. ",pungkas si Bos.
 
Tiba waktunya, si Bos keluar toko mengendarai mobip eulong-nya. Waktu pun berjalan cepay. Jangan jangan mertua si bos yang jam 7 lewat nanti,  wafat,  atau si Susi kasir yang sakit.

Jam 7 lewat 1 menit.tiba tiba nafasku tersengal sengal, jantungku berdebar hebat tak keruan. Jangan jangan,  ada rasa takut yang menyekap diam diam. Waktu pun berjalan cepat
.nafasku makin memburuk Apa ini serangan virus covid? .

7.11
7.12
Keringat dinginku mengucur deras. Jangan jangan,  tiba waktuku.  Dan benar rasanya.  Waktu yang kutakutkan tiba.
7.13

Blep!
Gelap gulita,  aku sempat memekii. Kaget,  katakutan.  Si Levi,  pelayan ketawa cekikikan melihat tingkah lebay-ku
"Bang Ujang,  Bang ujang,  norak,  listrik mati aja,  takutnya kayak bencong! ", sindir Pelayan abg itu asal ngomong.  Aku pun meringis malu dalam gelap.
Kring!
Kring!
Telpon toko berdering. Aku sempat kaget. Setelah tenang,  kuangkat telepon. Terdengar  suara serak. Yang awalnya tak kukenali. Tadinya kupikir ada kabar buruk soal mertua si Bos yang sakit  Ternyata suara si Mbah Jago.

"Mbah,  Listriknya mati, "kataku mengadu.
" Ya,  Le,  Mbah Jago,  mau kasih tahu,  semenit lagi hujan ya. Tapi aman kan? ," sabda si Pawang hujan percaya diri.
"Ya,  aman Mbah,  toko ramai,  si Bos juga sudah pulang",paparku runtut.
Tuut
Telpon di seberang pun ditutup Mbah Jago. Aku bernafas. Lega. Ternyata Jni masih soal hujan,  bukan nyawa.
Semenit kemudian.
Blip
Lampu listrik nyala kembali. Lalu.
Bressss!
Hujan pun turun dengan amat derasnya. Aku lega, semua selamat, walaupun hujan. Biarlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun