Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Diary

Suratmu Sembilu Waktu

25 Januari 2021   21:43 Diperbarui: 26 Januari 2021   06:47 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat yang kau kirim sebelum kau pulang ke rumah Tuhan,  akhirnya sampai juga. Datang diiringi hujan deras,  petir menggelegar dan genangan air banjir. Pak Pos yang mengantar datang memakai sepeda tua, kuno dengan terpal di kiri kanan roda belakangnya.

Tak sabar kurobek dan kubuka ujung suratnya. Kubaca buru buru seraya mengucapkan terima kasih pada Pak Pos yang basah kuyup walau memakai jas hujannya.

Dear Atmojo
Kau harus tahu,  bahwa di semesta jiwaku, kau penting,  sentral dan strategis. Bisa dibilang tak tergantikan. Sekalipun kita terpisah puluhan ribu mil laut. Sesungguhnya kamu selalu penting dan berarti, tapi pandemi sungguh membabat habis peluang sisi keberuntungan cinta kita. Cincin kawin dan rencana bulan madu mungkin akan tinggal puing abu cerita. Kisah kasih kita yang tak final.  Menjelma nyata.


Doakan aku sembuh, sekalipun kondisiku 14 hari terakhir makin memburuk. Hanya dengan mengingatmu,  aku yakin aku masih bisa pulih dan sembuh. Kalaupun tak sembuh,  aku rela. Bangga dan bahagia pernah kenal dan mengikat janji hidup bersama denganmu. Walau hanya semusim rekah siklus kembang wijaya kusuma,
Luv u

Muach
A W -mu selalu

Surat selesai kubaca. Hujan pun berhenti, kilat petir bungkam sunyi. Langit cepat cerah kembali.namun ada hujan besar,  dengan sambaran kilat petir,  banjir dan tsunami besar menghempas di dinding hatiku yang rapuh dan sedih kehilanganmu,  Aneke Wuriningtyas-ku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun