Tahu tidak, Â setiap kali mengingat namamu. Â Rasanya aku jatuh, tenggelam di sumur tanpa dasar, terhenti nafasku, seperti mau mati saja.
Semakin aku berontak, Â namamu jadi buih buih air laknat, yang mengepungku tanpa ampun, Â didalam ketaksadaran. Â Menjelang tidur. Menjelang ajal cinta kita.
Semakin aku menghapus torehan tato namamu di hatiku. Luka ini perih dan semu. Tak ada obat di dunia ini yang bisa. Mengobati sakit cintaku padamu.
Semakin kuhapus namamu dari labirin memori  batin empati tali rasaku.  Semakin kusadari betapa berliku, berbelitnya urusan sebuah gua hati sunyi.tanpa ada stalagtit namamu. Stalakmit namamu.
Semakin aku berkeras menghapus namamu.  Semakin deras pembuluh sungai bawah tanahku menyebut nama lengkapmu utuh. Bahkan sekarang lengkap  menyeluruh.  Terbayang segala sisik melik romansa pertemuan pertemuan gelap.  Ciuman ciuman tanpa jeda dan istirahat. Penuh badai ingin.
Tahu tidak, Â kita terus berciuman mendalam tanpa henti. Â Saling kecanduan. Ketagihan. Â Seperti dua singa marah bergumul. Mirip dua ular berkelindan. Ciuman bernafsu. Menautkan hati. Menyatukannnya dalam pilinan rasa kasmaran. Dua hati rindu pembuktian.
Engkau tahu, Â namamu bahkan tak bisa dihanguskan sambaran petir gila.
Asmara kita mengamuk, Â bak taifun siklon paling mematikan.
Baiklah, aku menyerah. Aku pasrah,tidak akan mencoba menghapus namamu lagi. Â Aku tidak berani. Â Tidak akan...
Duk!
Sekeping batu melayang lurus dari atas tebing keangkuhan. Menimoa. Kepalaku. Disaat aku menggigil, Â menyebut nama..
Byur!
Aku jatuh di kubangan air masa lalu. Â Segar. Â Membangkitkan . Tapi ah, Â aku pening di kepalaku. Membuat aku lupa namaku.
Lalu bagaimana aku bisa mengingat namamu, Â bila namaku saja terlupakan.