Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Terakhir dari Tuhan kepada Panitia Bansos

7 Desember 2020   07:28 Diperbarui: 7 Desember 2020   09:12 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Pos terakhir di hari tugas terakhir (www.bumn.info / TROPENMUSEUM) 

Kring

Kring

Bel sepeda onthel hitam tua dibunyikan  Pak Pos Dalimin yang ubannya merata, wajah.keriput menyimpan banyak cerita.  Hari ini,  hari terakhir ia bekerja,  sebagai pengantar surat paruh waktu.

Ada banyak surat yang harus diantar,  lebih dari biasanya. Rasanya setiap penduduk Desa Blang Bintang yang berperilaku kurang benar, mendapat surat hari itu.  Semua yang mendapat suratnya,  wajahnya langsung pucat pasi.  Tertulis di amplop pengirimnya "Surat Dari Tuhan".

Pak RT Jarkoni yang gemar memotong paket bantuan sosial (bansos) warganya,  keringat di mukanya langsung mengucur deras.  Pak Konkan,  pemasok sembako bansos yang pintar mengurangi takaran timbangan beras,  tepung,  jantungnya berdebar keras.  Bu Marjiyem koordinator penerima bansos gemetaran badannya.  Yang lain juga begitu semua ketakutan sekali.  Hanya gara gara menerima surat itu.

Ada yang langsung menangis,  ada yang histeris. Semua panik tanpa berani saling cerita.  Mungkin malu,  mungkin takut kena azab karena tidak amanah menyampaikan bantuan bagi perut lapar warga miskin disaat pandemi.

Satu malam berlalu, tidak seperti biasanya,  kampung yang biasanya penuh dengan dendang lagu dangdut lewat sound sistem pengeras suara di warung remang ala diskotik tempat ngopi dan mabuk,  sepi.

Para mucikari,  pelacur,  pemandu karaoke,  lelaki hidung belang dan kawan kawannya juga mendapat surat itu. Semua spontan pada tutup.

Para istri senang,  karena semua lelaki di rumah , tapi mukanya pada manyun,  suntuk, juga ketakutan.  Namun tak ada yang berani cerita. Bahkan tak ada satu pun yang berani membuka dan membaca isi surat dari Tuhan,  mereka takut di azab,  cemas bila didalamnya tertulis undangan kematian. Karena hidup selalu lebih menarik daripada kematian.

Ayam jago ber-kukuruyuk.
Pagi tiba, semua mata menatap keluar lewat pintu dan jendela.  Mereka menunggu Pak Pos Dalimin lewat dengan sepeda tuanya.  Meski sudah usai tugasnya,  semua membujuk untuk mengirim surat balasan dalam amplop yang rata rata lumayan tebal. Mereka berbisik hal yang sama,  agar petugas pengantar pos itu terus menjalankan tugasnya,  walau makin sedikit,  pelanggan yang masih mengirim surat hari hari ini.

Mata Pak Pos yang berwarna abu abu dimakan usia,  berkaca kaca,  mendapat amanat dari seluruh warga,  penerima surat yang ia kirim kemarin. Belum pernah dirinya mendapat apresiasi sebaik ini,  selama puluhan tahun bertugas. Mengantar pesan orang orang jauh dalam terik matahari dan hujan.

Tas terpal coklat yang disampirkan di kiri kanan boncengan sepedanya penuh dengan surat balasan,  dituliskan di bagian depan amplopnya,  Kepada Yth Tuhan, mohon ampuni kami !.

Sesampai di kantor pos yang sepi,  karena hanya dia,  petugas terakhir disana,  penjaga lalu lintas surat. Sambil minum air putih menghilangkan dahaga karena bersepeda lama.  Dia buka satu demi satu surat, sebuah hal yang tabu.  Tak pernah ia mengintip isi surat lelanggan pos. Tapi kali ini,  ia penasaran sekali.  Apa balasan surat dari Tuhan yang ia buat kemarin dan didalamnya hanya ia masukkan selembar kertas kosong tanpa pesan apa apa. Pak Pos Tua itu bermaksud pamit saja dari pekerjaannya.

Ternyata isi surat balasan warga,  semuanya uang merah dan biru, jumlahnya lumayan banyak.  Ini diluar dugaan.  Segera ia rapikan,  di kantung terpal sepedanya,  lalu ia berkeliling desa,  emmberikan amplop berisi uang itu kepada janda janda tua miskin,  anak yatim piatu,  kakek nenek lansia yang tidak diperhatikan anak anaknya yang merantau di kota,  juga anak pintar tapi bapak ibunya melarat agar bisa terus sekolah. Semua wajah sedih Langsung berubah ceria. Penuh harapan. 

Di ujung senja hanya tinggal satu amplop surat yang paling tebal isinya,  dilihatnya si pengirim ternyata Pak Kadus Bunyamin.  Bapak tua itu menimbang nimbang siapa orang yang paling layak menerima hadiah itu.  Tapi tak kunjung ditemukan.

Sampau menjelang magrib, Pak Pos terakhir di desa itu,  masih berdiri gagah diatas sepedanya memegang surat terakhir. Diujung jalan aspal,  sebelum masuk hutan,  batas desa.

Nah.
Saat itulah,  dari arah hutan,  datang serombongan manusia berpakaian putih,  seperti APD-Alat Pelindung Diri,  mengepung petugas pos yang setia. Pemimpinnya membuka masker dan kacamata faceshield dari mika pelindung wajah.  Terlihat raut yang gantengnya kelewat lewat,  matanya biru bercahaya ala batu safir kelas satu.  Senyumnya mempesoan.  Postur tim penjemput tinggi tinggi diatas dua meter.  Tegap dan santun.  Keren.

"Apakah saya ditangkap OTT,  karena amplop gratfikasi yabg diberikan pengelola bansos desa ini,  Tuan? ", tanya Pak Pos Dalimin,  kaget,  tapi pasrah,  ia merasa tak bersalah.  Belum pernah melakukan salah dalam pengabdiannya, kecuali hari ini. Rasanya.

"Pak Dalimin yang baik,  kami tim penjemput yang dikirim Tuhan,  sudah waktunya bapak pulang,  ditunggu beliau",  papar Petugas dari langit,  penuh hormat dan suaranya lembut seperti gemericik air terjun,  meneduhkan hati.  Tak ada rasa takut di hati Pak Pos sebatangkara ini,  pada dasarnya dia sudah siap pulang ke rumah Tuhan.  Saat ini.

"Maaf,  apakah saya kena OTT,  karena menyurati panitia Bansos di desa saya? ", tanya Pak Pos tua itu saat digelandang cepat kereta angin malaikat pencabut ajal,  langsung menuju surga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun