Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Antara Ayah dan Pilot Hatiku

15 November 2020   07:26 Diperbarui: 15 November 2020   10:12 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dik, besok bangun pagi ya, kita ke situ", ajak Ayah pada Ibu, aku kebetulan mendengarnya, sebelum lelap tidur. Kulihat sekilas Ibu tersenyum penuh arti. Aduh, padahal aku janjian sama Dio di Situ juga, kalau kami besok kepergok bagaimana ya, beliau belum mengijinkam kami pacaran. Ayah, pasti ngamuk. Lelah, aku membayangkannya,aku tertidur pulas.

Subuh tiba, setelah kami sholat berjamaah, Ayah Ibu mengajak kami gowes sepeda, tapi aku pura pura ngantuk. Akhirnya kedua orang yang kuhormati, beriring jalan naik sepeda. Mesra banget.Aku pura pura mau tidur lagi.

Setelah sepi, aku langsung dandan habis, Dio datang, naik Nmax seri terbaru, gagah sekali . Senyumnya itu lho, bikin teh pahit , langsung manis, selalu bikin kutersupi. Aku langsung lompat di boncengannya. Rasanya rindu seminggu ini terbayar, kalau sudah berada di dekatnya. Maklum pacarku ini sekolah Pilot di Curug sana. Di asrama, susah ketemu. Hanya pulang kalau akhir pekan saja. Kebayang kan kangennya ?.

Sampai di Situ Cituis, suasana amat ramai, penuh yang joging pagi dan pesepeda . Segera kami mojok mengambil tempat sepi. Aman.

Baru saja, aku hendak sedikit merebahkan kepala di bahu Dio yang bidang. Tangan lembut menjawilku dari belakang.

"Dik, dik, bisa minta tolong, fotoin kami ?",tanya sebuah suara yang amat kukenal.

Aku tengok ke belakang, ah, ternyata Ayah dan Ibu, sedang tertawa romantis. Aduh, kami kepergok. Keduanya tersenyum romantis. Minta di foto gaya silhuet. Elok gambarnya. Dio pun salah tingkah, tapi ia gentleman, langsung cium tangan Ayah dan Ibu. Kedua orang tuaku terkesan nampaknya. Ibu melirik galak sayang, penuh arti  padaku.

"Maaf, Om tidak ijin bawa Dea, kalau boleh saya..", kata Dio bergetar. Diluar dugaan Ayah, tersenyum maklum.

"Besok lagi, jangan naik motor, pake sepefa ya, mumpung masih muda, biar sehat dan badannya bagus", nasehat Ayah bening juga hangat. Dio pun, mengangkat tangannya hormat ala prajurit bersiap. Semua tertawa senang. Sepertinya ada harapan calon pilot pesawat hatiku diterima keluargaku. Aku senang sekaligus malu karena pura pura ngantuk pagi tadi, juga tak menyangka bahwa hati Ayah Ibu seluas samudera !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun