Pelan tapi pasti, penulis menekuni hobi main teater ini, bukanlah karena mengikuti sanggar khusus, tetapi lebih banyak autodidak, belajar sendiri secara ekploratif dan langsung.
Secara khusus penulis rutin bersilaturahmi ke Oncor Studio, pimpinan Ray Sahetapi dan Dewi Yull saat mereka masih rukun berpasangan. Dan menjadi patron dan magnet buat seniman seni peran, seni tarik suara, serta multi disiplin seni lainnya.
Silaturahmi bersama Ray, adalah saat yang ditunggu tunggu,kami seringkali diskusi.ringan sampai berat dari bulan tinggi sampai.matahari terbit. selalu ada tontonan teater disana, baik yang pakem maupun yang nakal,ekperimem, eksploratif. Ada proses Lenong Haji Saran, yang mengawinkan konsep akting lenong tradisi betawi yang spontan , segar tanpa teks dan akting barat modern, yang penuh aturan panggung, naskah dan durasi.
Melihat proses latihannya saja, sungguh memperkaya batin. Apalagi terlibat diskusi dengan pendekar seruling dibawah pohon kecapi alias legenda akting di dunia film dan sinetron TV. Amat mengasyikkan
Belum lagi terlibat pentas dengan "Kenduri" . Sebuah konsep pentas ritual dan terapi bagi penderita sakit jiwa,melalui upacara ritual potong rambut dengan 20 pemain teater beneran bergabung dengan 20 an rehabilitan Rumah Sakkt Jiwa Pusat Magelang. Selama dua minggu, kami harus tinggal di bangsal perawayan pasien, latihan bersama merrka, seru juga dinamis.Sungguh kesempatan yang luar biasa . Memperkaya batin.
Pada artis papan atas ini, penulis belajar kerendahan hati, ramah pada siapapin, dan bisa tampil.penuh aura ceria meski.mendung sedang menggantung di hati.
Penulis sungguh beruntung, bertemu salah satu dewa teater. Tapi di dunia teater masih banyak dewa dewa lainnya. Kemudian pada.kesempatan yang baik penulis mengenal.dan belajar pada.Radhar Panca Dahana dan Dindon, kedua tokoh dari kayangan Teater ini terus memprovokasi anak.anak teater untuk bersatu maka berdirilah Federasi Teater Indonesai yang awalnya di ketuai Sari Majid.
Karena penulis mendapat hadiah rumah dari seorang tokoh yang perduli pada teater dan sastra. Maka FTI sempat bersarang menetap di kawasan kebagusan. Pada 2005, Â Penulis sempat diangkat menjadi Ketua FTI.
Bukan sesuatu yang terlalu membanggakan, Penulis.merasa belum.optimum memberikan kontribusi pada duniai seni.peran Indonesia
 Tapi ada sedikitnya  sebuah catatan emas. Sedikitnya 1500 orang dari sekitar 150 lebih sanggar sejabodetabek, berdiri, bersatu meneriakkan deklarasi berdirinya  FTI di Taman IsmaIl.Marzuki (TIM).
Kemudian banyak tokoh tokoh muda teater yang terus memajukan FTI sampai level tertinggi, FTI bisa menginisiasi Debat Budaya untuk.calon.Presiden dan ditampilkan live di TV.
Luar biasa.
Semua ekstravaganza yang membuat hidup, lebih hidup dari dunia teater tak terkatakan.