Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

47 Tahun Mencari Bapak Kandung : Jangan Panggil Ibu -I- (Sari Kisah Nyata)

12 November 2020   00:01 Diperbarui: 12 November 2020   04:50 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sst, jangan panggil Ibu keras - keras Nduk, nanti saudara - saudaramu curiga !", tekan Ibu kepada Lina, yang mata indahnya mulai berlinangan air matanya.

"Tapi kan Lina memang anak.kandungmu Bu, mereka saudara sekandung juga, adik - adik berhak tahu, apa yang...", protes perempuan Ayu berambut sebahu itu, kali ini matanya bersinar galak mirip macan dahan terluka gores, onak duri.

"Tidak, sebut aku Bude, sekali Bude tetap Bude, demi kebaikan Ibu kebaikan Pakdemu, juga kamu Nduk cah ayu, di hati Ibu kamu selalu jadi anak kandung kinasih, tetapi keadaan masih belum baik..", nasehat perempuan tua itu kepada perempuan paruh baya, di sudut teras depan yang sepi.

"Baik, kalau itu membuat Ibu senang, Lina akan patuhi, Lina hanya minta satu hal, selama 47 tahun ini, dan Ibu belum pernah memberikannya..", pinta Lina Terbata.

"Sudah Lina, sudah, soal Bapak kandungmu, ada dan masih hidup, tapi Ibu sudah menganggapnya mati. Tentara biasa mati tiap hari, perang dimana - mana", tukas Ibu ketus. Lina tergeragap kaget, kata kata ibunya seperti bilah belati tajam, menusuk cepat dan dalam ke hatinya.

Kali ini lidah Perempuan yang rahim hangatnya pernah menjadi tempat berlindungnya, saat masih embrio janin, lalu tumbuh sebagai bayi siap lahir, setelah ruh ditiupkan pada bulan keempat, sampai bulan kesembilan sepuluh hari, Lina terlahir sempurna, bagaimana bisa melupakan kehangatan intim berdua.

Bila semasa janin, Lina dan Ibu menyatu berbagi sari pati makanan bersama, menyatu sungguh dalam satu tubuh. Keduanya sama saling merasakan kehadirannya. Lina mungil, aman, nyaman, terlindungi didalam cairan kawah rahim, berenang, tidur dan makan sepuasnya dari tubuh sang Ibu. Sembilan bulan 10 hari, siang malam, keduanya terhubung tanpa jeda.

Sayangnya suratan berjalan tak searah dengan cita dan cinta mereka. Begitu Lina terlahir, perahu cinta Bapak ibunya kandas, membentur karang keras, hingga terbelah berkeping keping. Mereka cerai, dipisahkan tugas dan hilangnya enerji cinta dari pelukan keduanya. Lina sebagai bayi merah, hanya mampu menangis. Menangis keras sekali.

Bayi merah nan malang itu dipungut dalam asuhan saudara dekatnya, pasangan Pak Marjiyo. Sejak itu, ia diasuh dalam kasih sayang sepenuh lautan dan samudera. Meski hanya anak pungut, namun kasih sayang yang diberikan tak berbatas, layaknya Anak kandungnya.

***

Beranjak SMP, Lina yang tumbuh sebagai gadis yang sehat dan lincah,  kulitnya kuning langsat, pintar menari dan menyanyi keroncong. Rambut panjangnya dipelihara, tanpa pernah dipotong, paling hanya dirapikan di ujung ujungnya saja, melengkapi pesonanya. Wajah ayunya, keluwesan gaya serta tata bicaranya, membuat Lina selalu jadi idola dimana mana.

Lina bukan tak menikmati, tapi acapakali ada desir di hatinya yang seringkali terasa aneh. Pada kali yang lain, saat tidur, ia berttemu laki laki gagah, yang garis hidung, mukanya amat mirip dia. Sosok yang terasa dekat terlihat sangat merindukannya. Bapak itu mengembangkan kedua tangannya lebar lebar.  Seperti ada tarikan yang kuat, Lina berjalan ke arah sosok kharismatis itu, semakin dekat. Semakin kuat ia rasakan tarikan magnet cinta itu.

Sekarang Lina berlari kecil, lalu lari cepat ke arah laki laki yang tak dikenal, tetapi terlihat sangat mencintainya. Saat makin dekat, dan ia nyaris menubruknya, demi sebuah pelukan hangat. Laki Laki ganteng berumur iti menghilang. Aneh, Lina pun tergeragap bangun, dan kejadian itu berulang kali datanh, dalam mimpi, semenjak ia masih bocah. Siapakah laki laki yang sangat mengenalnya tapi tak ia kenal sama sekali, dan sering mengunjunginya dalam mimpi ?

***

Sepanjang Gadis ceria ini tumbuh dalam asuhan Bu Marjiyo dan Pak Marjiyo, yang tidak memiliki putra lain, kecuali Lina. sebagai anak gadis Lina memiliki ruang bebas sepenuhnya, kadang Bapaknya, menghukumnya terlalu keras, apabila pulang terlalu larut, atau melakukan kebandelan lain, selayaknya anak baru gede. 

Di titik derita itu, terkadang Lina merasa, bahwa sesungguhnya Perilaku Bapaknya terlalu keras. Walau sejak kecil ia murni menganggap kedua pengasuhnya sebagai orang tua kandung. Tidak terfikir bahwa ia hanya anak asuh saja,  Kadang ada rasa ganjil yang rutin mengganggu batin kecilnya.

Selentingan dari orang orang sekitar, kadang bikin telinganya panas,  dengar dengar, Lina yang ayu rupawan itu sayangnya bukan anak kandung, tapi anak pungut nemu di jalan. 

Awalnya Lina sewot menerima ejekan anak anak nakal, paling hanya mengelus dada, namun saat bapaknya menghajar dengan sabuk atau menamparnya dengan tangan, begitu keras, tanpa ampun. Gadis belia ini hanya bisa menjerit sedih.

"Tuhan, Jangan jangan benar, Aku Bukan anaknya !", teriak keras batinnya saat mendapat siksaan diluar batas nalar kecilnya. Saat kesakitan seperti itu, yang terlintas hanyalah, bila saja dia bukan anak pungut mestinya dia diperlakukan lebih baik. Mana ada bapak kandung yang tega berlaku begini.

***

Waktu berjalan cepat, masa remaja dilalui dengan cepat menuju masa dewasa. Saat itulah putik sari bunga bertemu kumbang jantan. Lina ditaksir Bang Ali, yang sejak kenal pertama sampai 11 tahun jadi pacarnya sungguh tak pernah menyentuhnya. Dalam arti sebenarnya. Hanya sekedar mencium tangan dan kening saja, lain tidak. Sumpah !.

Pacaran yang sehat, tapi kemesraan batin mereka sangat dalam, Bang Ali pun siap siap, rajin menabung dan mulai membeli rumah sebagai persiapan mereka menikah. Saat semua sudah mendekato hari penentuan. Kabar selentingan, bahwa Lina bukan anak kandung Pak Warjiyo, makin deras, mengepung telinga keduanya. Namun sebagaimana cinta yang buta dan tuli. Ali maju terus.

Bunga bunga di hati lina pun tumbuh bermekaran kelopak indahnya. Semua sepertinya akan mekar tepat musim. Udaranya cukup pas, panas matahari cukup dan hujan jatuh tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit.

Ali dengan gagah berani menepis semua kabar burung tidak baik soal status Lina sebenarnya.

"Sudahlah, Bang Ali tinggalkan saja aku. Daripada malu engkau nanti, ternyata istrimu ini nanti ternyata anak kandung seorang pelacur hina dina !", pungkas Lina memupus rasa pun asa cintanya pada kekasih yang begitu setia dan berlaku sudah layaknya abang sendiri.  Ali penuh semangat dan menjelaskan betapa berartinya Lina buat hidupnya.

"Dik Lina, kalau Tuhan ambil nyawamu hari ini dan hanya bisa diganti dengan nyawaku. Aku rela menggantikannya, karena aku cinta dan tulus ingin kamu bahagia", rayu Ali hati hati sambil menggenggam tangan kekasih hatinya lembut penuh kehangatan.

Lina bahagia diperlakukan demikian,  kali ini ia memiliki firasat yang tidak baik. Sepertinya cinta suci mereka akan membentur tembok, dalam terpaan hujan yang deras. Mereka kuldesak, terpojok di jalan buntu. Meski begitu, gadis bermata kejora ini masih menyabarkan dirinya, dan berdoa kepada Tuhan, agar cinta  mereka diberkati sang penguasa jagad agar sampai ke mahligai pelaminan.

Kemudian firasat itu makin tajam, bunga wijaya kusuma, mawar dan melati yang biasanya mekar berbunga, kali ini, perlahanl layu, tidak berbunga. Pelan pelan mati.

Lina seperti tersengat ratusan lebah saja. Dalam perasaannya, perhatian, perawatan pada bunga bunga di taman mungil kesayangannya tidak berubah. Tetap rutin menyiram dan terjaga, tak masuk akal, gerangan apa penyebabnya ?

Lina sudah tak sempat berfikir lagi, Bang Ali cinta pertamanya, lebih dari 10 tahun perhatian hidupnya ia curahkan. Pelan pelan mengurangi jadual kunjungannya, juga jarang berkomunikasi panjang panjang

Seperti sengaja menghilang, sepertinya, ia tak mampu meyakinkan keluarga besarnya untuk meminang anak gadis Pak Marjiyo, yang meski pun ayu dan muluk, mungkin keturunan pelacur!

Sampai di titik ini, Sepi menyungkup batin kosong gadis berambut panjang, bermata kejora.keceriaan, senyum pupus dihilangkan dari wajahnya. Bang Ali menghilang pudar sudah rasa berisi di dada. Sekarang kosong dan mati.

Tuhan, kalaupun aku bukan anak kandung Bapak Warjiyo yang terhormat, apakah aku tak boleh memetik cinta suci sejati, apakah aku anak pungut yang hanya engkau perkenankan memunguti remah remah cinta jalanan, sebagaimana kutukan buruk itu berlaku untuk ibuku...

Tuhan dimana Ibu Kandungku 

Bapak kandungku sejati?

Mohon please 

Please

Pertemukan kami...!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun