Mohon tunggu...
Saufi Ginting
Saufi Ginting Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi

Pendiri Taman Bacaan Masyarakat Azka Gemilang di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ayo! Baca ISBN Buku

13 Februari 2022   05:55 Diperbarui: 13 Februari 2022   07:03 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Ber-ISBN di TBM Azka Gemilang Kisaran, Jl. Paria Siumbut-umbut Kisaran Timur Kab. Asahan. Dokumen Pribadi Saufi Ginting

Kamu pernah membaca buku di toko buku, saat setelah melihat judul, penulis, dan sinopsis kemudian membaca nomor ISBN di sampul belakang buku? Lalu mengeceknya dengan gawaimu, di laman ISBN PERPUSNAS RI hanya untuk menyesuaikan kebenaran ISBNnya dengan buku yang sedang kamu baca? Belum? Atau ga tahu apa itu ISBN, dan di mana letaknya?

Kamu pernah menulis buku dan menerbitkannya di penerbit akan segera besar (saya ga mau membagi-bagi penerbit menjadi mayor, minor, indie, dan lain sebagainya) kemudian segera mengecek pada nomor ISBN-nya ke laman isbn.perpusnas.go.id? meski sudah diberi tahu nomor ISBN-nya oleh penerbit sebelum bukunya kamu pegang?

Kamu pernah menemukan ISBN buku yang sedang kamu baca, ternyata tidak sesuai judulnya, penulisnya, penerbitnya, dan tahun terbitnya, alias buku tersebut ternyata tidak memiliki ISBN atau menggunakan ISBN milik orang lain?

Kamu pernah membuat rangkuman sebuah buku, kemudian saat menuliskan identitas buku pada nomor ISBNnya terus ngecek di laman ISBN, cuma sekedar mau mendapatkan informasi terkait buku itu, dan jejak rekam penerbit tersebut?

Meski terkesan retoris, pertanyaan-pertanyaan di atas, mungkin dijawab dengan ya, mungkin juga tidak. Sebagian pembaca memang tidak selalu menyempatkan diri untuk membaca barkod dan nomor ISBN tersebut. Sebagian lagi malah ada yang mengabaikannya. Ada banyak alasan untuk itu. Tulisan dan barkod dianggap merupakan bagian dari kode penjualan buku salah satu sebabnya.

Alasan lain adalah malas. Aneka garis vertikal yang kadang tebal kadang tipis itu tidak familier bagi awam. Barkod ISBN dianggap sebagaimana barkod yang disematkan oleh toko buku.Bahkan hanya sekedar garis saja. Jadi untuk apa membacanya, toh nggak ngerti juga kok.

ISBN adalah deretan angka 13 digit sebagai pemberi identifikasi unik secara internasional terhadap satu buku maupun produk seperti buku yang diterbitkan oleh penerbit. Setiap nomor memberikan identifikasi unik untuk setiap terbitan buku dari setiap penerbit, sehingga keunikan tersebut memungkinkan pemasaran produk yang lebih efisien bagi toko buku, perpustakaan, universitas maupun distributor.

ISBN diberikan oleh Badan Internasional ISBN yang berkedudukan di London. Perpustakaan Nasional RI merupakan Badan Nasional ISBN yang berhak memberikan ISBN kepada penerbit yang berada di wilayah Indonesia dan KDT (Katalog Dalam Terbitan).

Meski bukan masalah, banyak orang membaca dan membeli buku memang tak mementingkan ISBN yang tertera dalam sebuah buku, baik secara digital maupun yang sudah berbentuk fisik tercetak. Bagi sebagian pembaca buku, bila sampul menarik, ada sejumlah testimoni orang-orang beken, dan dengan sinopsis yang mengunggah selera untuk membeli buku, maka dibelilah buku itu.

Ada pula orang membeli buku karena teman atau orang yang dikenal yang menulis buku.

Ada pula untuk koleksi saja, meski entah kapan dibacanya.

Ada lagi, karena ditodong penulis bukunya. Kau belilah buku ini, biar laku.

Ada pula membeli buku karena sedang mengerjakan tugas-tugas tertentu, untuk dijadikan bahan referensi.

Tapi, pernahkah kita membeli buku, kemudian melihat nomor ISBN buku? Kemudian melakukan crosschek keberadaan sebuah buku tersebut di laman ISBN perpusnas RI? Bila belum pernah, sesekali cobalah cek.

Dengan membaca kemudian mencocokkan ISBN dalam laman ISBN Perpusnas RI, ada banyak manfaat yang dapat diperoleh. Salah satunya, memperoleh informasi mengenai kapan pertama kali buku diterbitkan, sehingga kemudian menemukan penerbit buku tersebut sudah menerbitkan jenis buku apa saja. Dan boleh jadi malah tidak tertemukan pula data penulis, penerbit, sesuai dengan nomor ISBN yang tertera pada laman ISBN Perpusnas RI. Loh kok bisa? Ya bisa saja. Akibat penerbit yang jadi-jadian. Yang penting ada ISBN, maka jadilah. Walau entah ISBN siapa yang digunakan, atau dibuat sendiri nomor dan barkodnya, yang penting mirip.

Eh, lagian apa pentingnya coba korelasi mengetahui kebenaran ISBN dengan isi buku, mau ISBNnya ga benar, mau ga ada, yang penting buku sudah di tangan dan dibaca ilmunya, bukan ISBNnya. Gitukan?

Eit, ya ga gitu juga kali. Dengan mencermati ISBN pada sebuah buku, kita sudah melakukan satu langkah perlindungan terhadap buku-buku terbitan dari hal-hal yang sebenarnya ga penting-penting amat. Weleh. Ya ia lah, kan itu urusan penerbit dan penulis, tugas pembaca ya hanya membaca bukunya saja. Syukur-syukur bisa dapat banyak ilmu dari buku tersebut. Alamak. Kan jadi bingung.

Melalui laman perpusnas RI, ISBN yang ada dalam sebuah buku akan terdeteksi. Siapa penulisnya, siapa penerbitnya, siapa penyuntingnya, tahun terbit kapan, dan bahkan ada rahasia kecil dari penerbit yang dapat kita cek di laman ISBN Perpusnas. Yaitu apakah bukti terbit buku yang ditulis penulis sudah dikirim atau belum ke Perpusnas RI. Walaupun urusan dikirim atau tidak, ya urusan penerbit dengan Perpusnas RI. Sebab yang penting nomor ISBNnya cocok dengan buku yang dibaca, udah okelah itu, peduli amat.

Saya pernah mendapatkan buku, ber ISBN, yang kemudian ketika saya croshcek ke laman ISBN Perpusnas, ternyata tak sesuai dengan identitas yang ada di laman ISBN perpusnas. Nomor ISBN itu punya penulis lain, dari penerbit lain, dan tentu buku yang saya baca itu boleh dikatakan belum ber-ISBN. Aih, salah siapa ini?

Apakah ISBN ini se krusial itukah? Tentu tergantung masing-masing saja. Mungkin sebagian teman-teman yang bergiat di literasi khususnya penerbitan kecil-kecilan yang akan segera besar (sekali lagi: saya ga mau membagi-bagi penerbit menjadi mayor, minor, atau indie, hehe), sangat paham bahwa, setelah proses penyuntingan baik naskahnya, desain sampul, tata letak, hal utama yang harus disegerakan adalah ISBN. Padahal mengurus ISBN tak lama, dan tak berbiaya.

Yang membuat pengurusan ISBN itu berbiaya karena dalam prosesnya secara keseluruhan ia akan menjadi sebuah buku yang harus dibuktikan, dan dikirim pula ke perpusnas. Maka, diperlukan biaya kirim, biaya cetak, biaya sunting, dan biaya-biaya lainnya.

Jadi, sudah bisalah sesekali ketika beli buku, cek-cek juga ISBNnya. Haha. Biar ga apa kali, nanti apa pulak.

Saufi Ginting

Rumah Azka, 13-02-2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun